Epilogue - Ten

28 4 0
                                    

Setelah memastikan pesawat Soo Hwa sudah take off, Ten langsung kembali ke rumahnya. Ten tidak menyalakan radio ataupun lagu-lagu untuk menemaninya. Hanya suara kendaraan lain yang menemaninya selama perjalanan dari bandara menuju rumahnya. Entahlah, dia hanya sedang membutuhkan keheningan ini menyelimutinya.

Sesampainya di rumah pun, dia langsung meminta ruang dari Ibu dan adiknya agar bisa menenangkan pikirannya di dalam kamar. Baik Ibunya maupun adiknya pun mengerti apa yang tengah dirasakan Ten sekarang. Dan mereka tidak bisa menyalahkan pihak manapun atas apa yang terjadi di antara Ten, Soo Hwa dan juga Doyoung.

Ten sendiri pun mengerti betapa sedihnya Ibu dan adiknya itu, karena hanya bisa bersama dengan Soo Hwa dalam waktu yang sangat singkat. Ten hanya tidak ingin menaruh harapan pada keluarganya yang jelas-jelas juga menyukai Soo Hwa dan ingin Ten bersama dengan Soo Hwa. Tapi, semuanya sudah terjadi. Dan Ten akui jika semua itu adalah salahnya.

Salah Ten karena menjadi seorang pengecut yang menyembunyikan perasaannya sendiri pada Soo Hwa. Hatinya sangat hancur saat mengetahui jika sebenarnya Soo Hwa pun pernah memiliki perasaannya yang sama dengannya dulu. Jika saja saat itu dia jujur atas perasaannya, mungkin saja Soo Hwa akan terus berada di pelukannya, kan?

Tapi, lagi-lagi, semuanya sudah terjadi. Dan tidak perlu ada yang disesalkan. Setidaknya Ten tidak akan pernah kehilangan Soo Hwa, walaupun setelah ini mereka tidak bisa berdekatan seperti sebelumnya, karena ada hati yang harus Soo Hwa jaga sekarang.

Ten menarik napasnya dalam-dalam dan membuangnya perlahan saat kembali memikirkan tentang beban pikirannya beberapa hari ini. "You can't be like this, Ten. Life must go on." gumamnya.

TING.

Suara ponselnya itu berhasil menarik perhatian Ten. Dia baru tersadar jika sepertinya dia memakan waktu yang sangat lama untuk termenung di dalam kamarnya setelah pulang dari bandara, sampai-sampai dia belum menyentuh benda itu sedikitpun. Entah sudah pukul berapa sekarang.

"Eo? Pesan dari Soo Hwa. Apa dia sudah sampai?" gumamnya sambil membuka ponselnya.

 Apa dia sudah sampai?" gumamnya sambil membuka ponselnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ten tersenyum saat membaca isi pesan dari Soo Hwa. Terlebih pada bagian Soo Hwa yang akan merindukan jemari Ten yang seringkali dimainkannya seperti tuts piano itu. Walaupun senyumannya terus berkembang, tapi kedua matanya sudah basah. Sama seperti Soo Hwa katakan, Ten juga akan selalu merindukan Soo Hwa, bahkan baru beberapa menit setelah melepaskan Soo Hwa pun dia sudah merasakan itu.

Ten memang sudah melihat bungkusan yang sengaja Soo Hwa tinggalkan di atas meja belajarnya, tapi karena kepala Ten masih terasa kusur jadi dia urungkan untuk melihat bungkusan itu.

Karena sudah mendapatkan perintah, Ten bergerak untuk mengambil bungkusan itu dan membukanya. Senyumannya kembali mengembang, namun bersamaan dengan helaan napas beratnya saat melihat isi bungkusan itu.

Benda yang Soo Hwa maksudkan adalah sebuah bingkai foto yang berisikan foto yang mereka ambil di Siam Niramit kemarin. Soo Hwa jelas mengatakan jika dia ingin membawa foto itu pulang bersamanya. Tapi nyatanya, dia justru meninggalkan foto ini pada Ten dengan meninggalkan surat ancaman agar Ten bisa mengembalikan foto itu secara langsung pada Soo Hwa saat Ten kembali ke Korea.

Selain bingkai foto itu, Soo Hwa juga meninggalkan sebuah kotak berukuran sedang yang berisikan long-sleeve shirt berwarna putih lengkap dengan surat kecil di sana. Ten tersenyum saat melihat baju itu karena dia mengingat jika Soo Hwa mengatakan jika para pria akan terlihat tampan jika mengenakan baju putih seperti ini. Dan benar saja, Soo Hwa kembali mengatakan hal itu di suratnya.

"Pakailah ini. Aku pernah bilang padamu jika namja akan terlihat sangat tampan jika mengenakan baju berwarna putih, kan? Hehe. Aku yakin ini adalah ukuranmu. Dan jika memungkinkan, saat kita bertemu, bolehkah kau memakainya? Oh tidak! IT'S A MUST! Awas kalau lupa!"

Ten tersenyum tipis, "Dasar anak ini. Selalu mengancam." gumamnya.

TING!

Ponselnya kembali berbunyi, menandakan ada pesan masuk lagi di ponselnya. Ten menaikkan satu alisnya saat melihat sebuah nomor yang tak dikenal di sana. Namun setelahnya dia menghela napas begitu melihat perkenalan dari sang pengirim pesan.

 Namun setelahnya dia menghela napas begitu melihat perkenalan dari sang pengirim pesan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ten terkekeh pelan saat membaca pesan dari Doyoung. Kembali ditarik napasnya dalam-dalam dan membuangnya perlahan. "Hah~ baiklah. Dengan dia yang kembali menghubungiku, itu berarti menandakan jika dia serius denganmu, kan?" tuturnya sambil melirik foto Soo Hwa seakan mencibir tentang kekasih Soo Hwa itu padanya dan setelahnya dia buru-buru membalas pesan dari Soo Hwa tadi, sebelum wanita itu mengamuk pada Ten.

TING!

Kembali ponselnya berbunyi menandakan ada pesan masuk lagi. Ten terkekeh saat melihat jika pesan itu adalah pesan protes dari Soo Hwa, karena Ten yang tak kunjung membalas pesannya.

 Ten terkekeh saat melihat jika pesan itu adalah pesan protes dari Soo Hwa, karena Ten yang tak kunjung membalas pesannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Masih dengan raut wajah yang sama, Ten langsung membalas pesan Soo Hwa dengan senyumannya. 

Setelah memastikan jika percakapan mereka telah selesai, Ten pun melempar ponselnya asal ke atas tempat tidur bersamaan dengan dia yang membanting tubuhnya untuk berbaring di tempat tidurnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah memastikan jika percakapan mereka telah selesai, Ten pun melempar ponselnya asal ke atas tempat tidur bersamaan dengan dia yang membanting tubuhnya untuk berbaring di tempat tidurnya.

Ten terdiam sejenak sambil menatap langit-langit kamarnya. Setelah tersadar jika dia terdiam cukup lama, Ten menarik napasnya dalam-dalam dan dihembuskannya perlahan.

"Jika memang seperti ini... Jika memang Doyoung lah orangnya, aku akan mencoba untuk benar-benar menerimanya. Aku akan membiarkan perasaanku ini bersarang di dalam diriku entah sampai kapan. Aku harap kau bisa bahagia dengan Doyoung, karena aku tidak ingin menyesal karena telah merelakanmu untuknya. Tapi, jika hal sebaliknya terjadi, jika Doyoung membuatmu terluka... aku tidak tau apakah aku bisa menahan diriku lagi nanti."

END.

Before You #1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang