Forty Three

24 2 0
                                    

Begitu puas melepaskan tangisan mereka, Ten meminta Soo Hwa untuk duduk selagi dia mengambil sesuatu dari lokernya. Barang yang diambilnya ada amplop panjang berisikan surat kepindahannya ke Thailand.

"Ini." tutur Ten sambil duduk di samping Soo Hwa.

Soo Hwa menerima amplop itu dan membukanya lalu membacanya dengan teliti. Dia kembali merasakan kedua matanya kembali memanas saat melihat nama Ten tertulis di sana.

Ten menarik napasnya dalam-dalam sebelum mulai bicara, "Johnny Hyung dan para Seonsaengnim bilang kalau aku akan menyelesaikan kuliahku di sana, tapi aku tetap menjadi lulusan Oliver University."

Soo Hwa belum menjawab, dia hanya bisa menatap sendu lembaran kertas itu.

"Begitu mendapat tawaran itu, aku langsung menghubungi kedua orang tuaku untuk menimbang tawaran ini bersama. Aku juga menjelaskan apa saja yang kulakukan setelah aku menandatangani surat itu. Mereka senang sekali mendengarnya dan menyetujui aku kembali pulang dan menyelesaikan studiku di sana." lanjut Ten.

Soo Hwa mendengarkan Ten dengan baik, tapi dia juga tidak bisa mengalihkan pandangannya dari surat itu, bahkan saat dia melihat tanggal keberangkatan Ten, yaitu bulan depan. Tepat saat melihat tanggal itu, air mata Soo Hwa kembali terjatuh.

Ten melihat itu, dihelanya napasnya dengan berat lalu mengambil kembali surat itu dari tangan Soo Hwa dan menyimpannya di sisi tubuhnya. Setelah itu, Ten menghapus air mata Soo Hwa.

"Berhenti menangis." pinta Ten.

Soo Hwa menatap kedua mata Ten dalam-dalam, "Bagaimana aku bisa berhenti menangis di saat aku tau aku akan berpisah dalam waktu yang lama denganmu?" rengeknya.

Ten menghembuskan napasnya lemah sambil mengusap kepala Soo Hwa. Entah jawaban apa yang harus Ten berikan untuk menenangkan Soo Hwa sekarang.

"Apa setelah itu kau akan kembali lagi ke sini? Kau akan kembali kan?" tanya Soo Hwa yang meraih tangan Ten dan menggenggamnya dengan erat.

"Mungkin. Aku juga belum tau. Tapi... Aku janji aku akan menyempatkan diriku untuk menemuimu sesekali." Jawabnya.

"Kalau begitu, aku juga akan menabung lebih giat lagi agar bisa menyusulmu kesana." Balas Soo Hwa.

Ten tersenyum tipis dan tak berhenti mengusap kepala Soo Hwa, "Mianhae, aku sudah membuatmu sedih kemarin. Aku bahkan membuatmu menangis seperti ini juga hari ini." sesalnya.

Sebelum membalas perkataan Ten, Soo Hwa memilih untuk masuk ke dalam pelukan sahabatnya itu. Dia bahkan memeluk Ten dengan sangat erat, dengan wajahnya yang disembunyikannya di pundak Ten.

"Aniya, aku yang salah. Semuanya terjadi karena salahku. Maafkan aku, Ten. Maaf." rengeknya lagi yang kembali melepaskan tangisannya.

Ten menarik napasnya dalam-dalam, melihat Soo Hwa seperti ini justru membuatnya ingin kembali menangis dan juga merasa bimbang untuk pergi. Dengan kedua matanya yang kembali berkaca-kaca, perlahan Ten mengendurkan pelukan Soo Hwa.

"Jangan seperti ini. Sudah ya? Aku tidak mau kau terus menangis seperti ini. Aku tidak suka." Tuturnya sambil mengusap pipi Soo Hwa.

"Ten..." panggil Soo Hwa.

"Hmm?"

"Tentang yang kemarin... Tentang yang kau katakan padaku..."

"Ssttt... Jangan diteruskan." Potong Ten buru-buru, lalu kembali mengusap kepala Soo Hwa, "Tentang apa yang ku katakan saat itu, aku mohon kau berpura-pura untuk tidak mendengarnya ya? Dan aku harap hal itu tidak membuatmu merasa canggung saat bersamaku. Jangan juga kau merasa bersalah karena itu. Aku... Aku tidak apa-apa, Soo Hwa-ya." lanjutnya.

Before You #1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang