Manusia paling rapuh adalah saat dirinya terjatuh, raganya utuh, hatinya yang luruh.
***
Mungkin semua kejadian membawa hikmah bagi yang terlibat. Karena suatu kejadian terjadi bukan tanpa alasan. Semuanya telah digariskan oleh Tuhan. Setiap kejadian, rinciannya, bahkan sampai hal yang tak pernah kita pikirkan bisa terjadi.
Maka, pandai-pandailah mengambil hikmah tersebut. Karena tak semua hal terlihat secara gamblang, banyak teka-teki dan misterinya. Pecahkanlah dengan hati-hati supaya bisa kamu rasakan perlahan sampai hati.
Seperti halnya Chalya. Ia memang tak mengerti hal seperti itu, ia juga tak paham apa yang sebenarnya Tuhan ingin ajarkan padanya. Alasan mengapa ia harus menerima semua ini? Juga alasan mengapa semuanya berjalan tak sesuai dengan keinginannya satu pun.
Mungkin, saat inilah sikap Chalya berubah. Entah sikap yang mana, sampai Shalwa bengong menatapnya. Bukan—lebih tepatnya karena Chalya yang mendapat hikmah tersebut, bukan siapa-siapa. Bukan juga adiknya, sekalipun mereka sedarah.
Beberapa bulan setelahnya, orang tua mereka baru datang, menyapa Chalya yang baru pulang sekolah. Hari ini, tepat setelah Chalya menerima rapor kenaikan kelas. Tentu saja sudah menjadi hari libur Shalwa sejak lama.
"Chalya, bersiap-siaplah. Ti—"
"Shalwa tidak akan pernah mau ikut kalian!"
Chalya baru masuk rumah dikejutkan dengan kedatangan orang tuanya. Sebenarnya, ia sama sekali tak merasa terkejut—bukan karena sudah mengetahui sejak memasuki pekarangan rumah—tetapi ia yakin hari ini memang akan tiba.
Beberapa orang dipekerjakan untuk mengangkat barang-barang ke mobil. Tak terlalu banyak, tetapi cukup penuh untuk mengisi bagasi mobil besar mereka. Rencananya, rumah ini akan dibiarkan di sini beberapa waktu. Entah setiap apa mereka pulang dan membersihkan. Ya, mereka akan membawa Chalya pergi dari kehidupan kejam ini.
Belum Chalya menjawab, adiknya sudah menentang. Kali ini, gadis berusia lima belas tahun itu yang lebih dahulu memprovokasi.
"Chalya ingin ke makam sebentar."
"Barengan, kami juga mau jenguk Oma." Zainal menyambungi sebelum berlalu dari ruang keluarga.
Shalwa mengerutkan keningnya, ia melongo tak percaya. Apa maksud kakaknya ini? Kenapa perkataan Chalya seolah menyetujui kedua orang tuanya yang akan membawa mereka pergi dari sini?
"Aldee sama Oma udah enggak ada, Shal." Chalya menjelaskan dengan wajah pias.
"Bukan itu maksud gue. Jadi, Kakak setuju diajak mereka ke Singapura?"
Shalwa telah mendekatkan dirinya dan berkata tepat di samping telinga Chalya. Sesekali matanya melirik dua orang tua itu.
Mengedik, Chalya menjawab seadanya, "Kenapa enggak?"
Langkah Chalya membawa tubuh rampingnya ke lantai atas. Tatapan adiknya masih mengarah tidak percaya. Bagaimana bisa?
Kedua orang tuanya mengedik tak tahu.
Gadis dengan tubuh lemas seperti akan terguling ditiup angin itu bergegas mandi, lalu berganti pakaian. Ia juga bersiap-siap lebih dulu. Kali ini memang tak ada kalimat bantahan dari dirinya. Entah karena merasa lelah atau mungkin adalah sebuah hikmah yang ia dapatkan atas kejadian yang menimpanya akhir-akhir ini.
"Kenapa kamu belum juga siap-siap, Shalwa? Mau di rumah ini sendiri? Enggak denger kakakmu tadi bersedia ikut?" tanya Anissa, wanita itu juga tengah bersiap-siap.
Shalwa masih diam, tangannya menyedekap, bibirnya dimajukan. Sesekali matanya melerok tak suka. Ia masih kesal, tidak mungkin, 'kan, kalau ia ikut ke luar negeri? Padahal keadaannya gadis itu sebentar lagi akan masuk SMA. Ia juga mempunyai banyak kenangan di sini.
Chalya sudah selesai, ia kembali ke ruang keluarga.
"Masih belum siap juga, Shal?"
"Kak? Lo yakin?"
Chalya mengangguk mantap. Gadis itu bertekad untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Menghargai orang lain selagi masih ada, dengan membuka lembaran baru dalam hidupnya.
Ucapan omanya beberapa saat lalu terngiang kembali.
"Jangan kalian benci orang tua kalian. Anissa dan Zainal memang meninggalkan kalian seperti anak telantar, tetapi asal kalian tahu, semuanya telah Anissa pikirkan. Tidakkah kamu lihat tubuhnya yang ringkih itu? Zainal juga semakin terlihat tak tampan lagi. Itu karena mereka benar-benar mengusahakan masa depan kalian cerah.
"Tak ada hari tanpa mereka salat dan berdoa tentang kebaikan kalian. Tentang kesuksesan dan selalu dimohonkan ampunan kalian. Tidak ada orang tua yang benar-benar tidak peduli pada anaknya."
Chalya menghela napas pelan, memikirkan kembali wejangan omanya tersebut.
***
Di perjalanan, bayangan Aldee kembali hadir di pelupuk mata. Air mata Chalya ikut bersiap meluncur. Padahal jelas saja sudah sekitar dua bulan yang lalu, tetapi belum juga hilang bayangan itu. Wajah Aldee yang kesakitan saat tubuhnya terantam mobil kembali meluruhkan air matanya.
Laki-laki itu ... apakah masih ingin mengganggu ketenangan Chalya sekalipun sudah berbeda alam?
Stir mobil dibelokkan Zainal menuju parkiran yang tersedia di TPU ini.
Letak makam Aldee dan Oma tak terlalu jauh, membuatnya mudah mencari. Dua orang tuanya dan Shalwa berjalan lebih dulu. Namun, sebelum Chalya benar-benar masuk, ia menyeka lagi air matanya, ia juga berusaha meyakinkan diri.
Chalya ikut ke makam Oma, tetapi tak lama ia menuju makam Aldee sendirian. Tubuhnya bersimpuh di depan pusara dengan air mata tak bisa dibendung. Awalnya tak ada isakan, semakin lama terdengar.
"Hai, Aldee. Gue datang lagi. Makasih sambutannya, cukup gue rasain aja keberadaan lo di sini."
Wajah Aldee saat menatapnya dengan senyum malu-malu kembali menghantui pikiran Chalya. Bahkan, saat cowok itu menatapnya terakhir kali sebelum menutup mata, membuat Chalya tak bisa membendung air matanya.
"Maafin gue, gue enggak sempat minta maaf semasa hidup lo. Gue jahat banget udah bikin lo memendam rasa sendirian. Gue juga jahat banget selalu ngomong kasar ke lo. Gue minta maaf, maaf banget, Dee. Maaf dan terima kasih udah pernah kasih hati lo buat gue yang nyatanya gue patahin."
Chalya menghela napas panjang dengan kasar. "HAAAAAHHHHHH!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Caraphernelia [END]
Teen Fiction"DASAR CUPU, JELEK, NGESELIN! UDAH GITU KUNO, JADUL, BURIK! JAUH-JAUH DARI GUE!" Semenjak Chalya Lova Ozawa tahu Aldevaro Axelle Daniswara menyukainya, Krisna Raditya, kekasih Chalya, merencanakan ide untuk mem-bully si cupu Alde. Alhasil, bukan ha...