Racau

180 13 5
                                    

Bruk!

Tubuh Chalya terduduk di sofa bar. Tatapannya kosong, menerima saja gelas yang diberikan Krisna. Entahlah ke mana pikiran positifnya menghilang.

"Cha-Chalya?" Lagi-lagi Aldee memanggil Chalya dengan gagap. Entah apa yang terjadi pada lidahnya itu.

"Ngapain lo di sini?" tanya Chalya jutek.

Krisna di sampingnya menyalakan pematik untuk membakar rokok di antara jari tengah dan jari telunjuknya.

"A-aku .... Ka-kamu jangan ke sini. Ja-jangan ikut sama di-dia! Dia ja-hat!" Aldee berusaha memajukan tubuhnya agar diperhatikan oleh Chalya yang bersandar.

Gadis itu hanya diam, tidak berminat dengan Aldee. Laki-laki itu sudah ditahan tubuhnya oleh satu tangan kekar Krisna. Beberapa saat ketika Aldee sudah duduk lagi, Krisna menyodorkan setengah gelas minuman pada Chalya.

"Gue ... ngerasa enggak punya siapa-siapa." Chalya menghela napas pendek. Gelasnya masih ia perhatikan di tangan kiri. "Mungkin lo satu-satunya orang yang bisa gue percaya lagi. Gue udah denger semua penjelasan Grita sama Ira tentang lo juga si berengsek Nova, tadi."

Krisna mengembuskan asap rokok ke wajah Aldee di sofa sebelahnya. Membuat Aldee terbatuk-batuk sampai mengeluarkan suara 'hik-hik' pelan. Laki-laki itu bukan tidak membawa ventolin, tetapi benda itu sudah habis isinya. Entah tadi ia lupa tidak membeli lagi.

Ketika Chalya memilih untuk pulang lebih dahulu siang itu—setelah Krisna mengajak balikan—Krisna menceritakan semua kejadian kepada Ira dan Grita. Meminta dua sahabat itu meneruskannya pada Chalya. Agar gadis itu percaya lagi padanya. Meskipun dua orang itu menceritakan pada Chalya agak terlambat, Chalya masih bisa menerimanya.

"Si Nova emang bajingan, enggak punya akhlak, enggak pernah pake otak! Dia cuma kacung gue, suka gini-gitu padahal hasilnya nol! Gue benci banget sama orang kayak gitu. Parasit, CIH!"

Kesadaran Chalya belum hilang. Ia masih membuka ponsel ketika getaran pendek mengejutkannya. Sebuah notifikasi pesan dari Zainal, ayah kandungnya yang penyabar tetapi terlalu dibenci olehnya. Pesan yang intinya menyuruh Chalya segera pulang. Pria itu juga menanyakan keberadaan adiknya—Shalwa.

Pop up itu segera ia hapus, risi melihatnya.

"Orang tua gue ... dia enggak pernah gue kenal." Nada Chalya seperti orang putus asa. Air matanya di pelupuk.

Tubuh gadis berjaket denim itu meringsek. Ia mengambil botol dan menuangnya di gelas tadi. Segelas penuh, dan langsung ia teguk sekali tarikan napas.

Krisna menghela napas, meletakkan rokoknya di asbak, lalu menatap Chalya sepenuhnya. "Gue enggak bisa nenangin lo waktu itu, Chal. Karena di pikiran gue cuma 'lo mulai suka sama si cupu' dan hal itu semakin bikin hati gue panas. Gue juga lihat sendiri pas kalian tertawa kayak enggak ada masalah, di taman belakang sekolah. Padahal gue mau nenangin lo, minta maaf, dan kasih kehangatan."

Chalya menatap wajah kekasihnya itu sedikit terkejut. Entah mengapa suara Krisna memang terasa tenang dan yakin. Apakah benar laki-laki itu tulus padanya?

Beberapa saat kemudian, seiring Aldee menyimak raut wajah Chalya, gadis itu melemas. Tadi Aldee meminum tiga gelas yang tidak penuh. Matanya pun semakin berat, tetapi berhasil ia tahan. Namun, ini Chalya sudah hampir tiga gelas terisi penuh.

Caraphernelia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang