Perhatian Chalya (2)

199 11 1
                                    

Lagi-lagi bau alkohol mengikuti kepulangan Aldee pagi tadi. Yang jelas, tadi malam ia dihabisi oleh Krisna and the gang itu. Mereka berlima menyuruh Aldee meminum segelas dua gelas secara terus-menerus.

Begitu pun, ketika Aldee sampai di sekolah dan harus bertemu dengan Chalya, ia ditatap ngeri gadis itu. Memang tidak ada bau atau penampilan yang buruk, tetapi wajah Aldee terlihat seperti zombie.

Angin pagi itu berembus sedikit kencang, sehingga dingin menerpa. Angin itu diikuti dengan jatuhnya satu per satu air dari langit. Aldee mengibas-ngibas kecil bahunya yang sedikit terkena air hujan.

"Lo kenapa, deh? Sakit? Kenapa masuk sekolah?" tanya Chalya. Gadis itu melihat penampilan Aldee sekali lagi.

"Engg-ak, kok."

Setelah mengangguk sekilas, Chalya mengajak Aldee ke kantin dengan menarik-narik tangannya. Namun sayang, Aldee menolak entah kenapa.

"Ayo, ke kantin, temenin gue!"

Aldee menolak lagi. "Enggak, aku mau ke kelas."

"Kenapa, sih? Lo ada masalah, ya? Atau ... gue punya salah ke lo? Lo kayak ngejauh gitu. Kayaknya enggak beres, deh."

"Enggak, Chal-ya."

Chalya masih meneliti wajah lesu itu. Matanya menyipit saat melihat kantung mata laki-laki itu terlihat membebani.

"Mending ke UKS aja, yuk. Gue ngerasa lo beneran sakit, nih." Tanpa menunggu persetujuan Aldee, Chalya menyeret tangan laki-laki itu agar mengikutinya ke UKS.

Di perjalanan menuju UKS—karena Chalya memilih melewati koridor supaya tidak terkena gerimis air hujan—banyak yang usil. Beberapa di antaranya para laki-laki yang menggoda Chalya dan para gadis yang menggosipkan mereka.

"Chalya ... kok, kamu sama dia? Sama aku aja, yuk!"

Chalya masih tidak menghiraukan ucapan aneh-aneh dari sekumpulan laki-laki di koridor kelas IPS.

"Chalya sayang, jangan lupa cuci tangan, cuci kaki, ya. Bahaya deket sama si cupu, entar kamu kena virus."

Kali ini, Chalya melirik dan memberi tatapan sadis.

Gadis yang tengah menyeret Aldee itu berjalan dengan segera ke UKS, tidak ingin mendengar lebih lanjut ocehan tidak bermanfaat itu. Namun, ketika sampai di depan pintu dan hendak berbelok, seseorang mengawasi dari depan.

Krisna berdiri di sana, lurus sejajar dengan Chalya. Bersama kawan-kawannya di belakang yang juga berhenti jalan. Jarak mereka sekitar lima meter dan hanya bersapa lewat tatapan.

Chalya segera membelokkan jalannya ke ruang UKS diikuti oleh Aldee yang menunduk.

***

Kali ini, Nova juga ingin melihat kegiatan yang dilakukan Chalya dengan Aldee. Hal kemarin sempat membuatnya penasaran. Mengapa mereka terlihat dekat sekali? Bahkan, hari ini, sepertinya ia tahu kalau mantan sahabatnya itu memang telah berpindah hati, menjilat ludahnya sendiri. Akan tetapi, ketika ia hendak melihat dari jendela depan UKS, seseorang melakukan hal yang sama. Krisna di sana, mengintip juga.

"Sayangnya, otak lo kayak nasi bungkus seminggu. Busuk." Krisna lebih dulu menyambar Nova yang ingin menyapa.

Krisna segera pergi dari sana sebelum Nova menjawab. Ia tidak membuntuti Krisna atau memprotes ucapan kasar laki-laki itu. Ia memilih mengintip apa yang dilakukan Chalya.

Dugaannya benar. Padahal Chalya dahulu selalu mengejek dan berkata kalau si cupu tidak akan pantas disandingkan dengannya. Lalu, sekarang gadis itu mengelus dahi dan pipi Aldee.

Nova segera pergi dari sana ketika seorang guru berjalan melewati koridor yang sama.

Di sisi lain, di ruangan itu, Chalya sempat menggerutu. "Dibilangin suruh ke UKS gegayaan enggak mau."

Posisi tidur Aldee menghadap samping, tepat di hadapan Chalya. Bibirnya terlihat pucat meskipun selimut menutupi tubuh sampai leher. Chalya mengusap lagi kepala Aldee. Memberi minyak kayu putih di dahi dan pipinya yang terasa panas.

"Lo sakit apa, sih, sampai demam segininya? Ke RS aja atau gimana?"

"Eng-gak u-sah. Aku enggak a-apa, kok. Na-nanti juga sembuh, te-mani aku di sini, y-ya."

Masih saja laki-laki itu gugup di dekat Chalya. Entah apa yang ia rasakan sejak pertama bertemu di toilet waktu itu.

Chalya mengangguk pelan, tidak memaksa. "Dih, ngelunjak lo, ya," ucap Chalya mencibir.

"He-he, mau, 'kan?"

"Enggak lo minta juga gue bakal di sini. Males bat ketemu Bu Sriani."

Aldee mengangguk pelan dengan senyum tipis. Sudah ia duga, Chalya tidak benar-benar mau menungguinya dengan tulus. Gadis itu hanya ingin menghindari pelajaran Sejarah.

"Lagian, kan, lo kesayangan, masa mau ditinggalin sendiri, sih? Tapi, boong, hahaha ...."

Aldee termangu, joke Chalya bucin sekali. Meskipun tidak serius, rasanya Aldee ingin terus melihat tawa gadis manis berhidung mancung dan bibir tipis itu.

"BTW, gue, kan, lihat lo pertama kali di toilet waktu itu. Tapi, pas lo mau makasih, gue lupa siapa lo. Hahaha ...."

Akhirnya Chalya mengambil topik sembarangan daripada ia dirundung keheningan. Hal itu kembali membuat demam Aldee bukan karena sakit, tetapi karena tawa Chalya.

"Wa-jahku memang pa-pasaran, sih."

"Enggak gitu, maksud gue ... lo udah pernah lihat gue sebelumnya, 'kan? Jelas aja, sih, siapa yang enggak kenal gue di sekolah ini? Gue aja yang enggak kenal kalian."

Aldee ikut terkekeh. Baginya, Chalya lucu sekali meskipun tingkat kepercayaan dirinya setinggi langit. Ia tertawa senang bisa sedekat ini dengan orang yang ia sukai. Padahal sebelumnya ia tidak pernah berani untuk sekadar membayangkan. Laki-laki itu membuka mulut lagi. "So-alnya, aku satu dari se-sekian ribu, sedangkan kamu satu-satunya."

"Dih, gombal lo receh banget kayak gober seember."

Meskipun begitu, Chalya tertawa. Aldee hanya bisa menatap tawa Chalya dan bersyukur karena akhirnya setelah sekian lama menunggu, hari ini tiba. Hari di mana Chalya mulai membuka diri kepadanya.

"Oh, iya, gue enggak tau nama lo, nih. Lucu aja, gue enggak pernah kenal lo padahal tiap hari ngobrol. Eh, lagian kita ... juga belum pernah kenalan secara langsung, 'kan?" Chalya mengingat-ingat kembali momen bersama Aldee, tidak pernah sekalipun ia memperkenalkan diri secara resmi, begitupun sebaliknya.

Aldee menatap Chalya dengan senyum tipis dan hati berseri.

"Oke, kenalin, gue Chalya Lova Ozawa. Lo?"

"A-aku Al-devaro Axelle Daniswara. Le-bih enak dipanggil 'Aldi'. Tulisannya jadi a, el, de, double e," jawab Aldee dengan tidak bisa menahan senyuman. Ia rasa, demamnya sudah mendingan daripada tadi. Ternyata, senyum Chalya itu bukan penyebab demamnya, tetapi justru penyembuh.

Tunggu, lalu kenapa ada yang aneh dengan Chalya? Setelah mendengar perkataan Aldee tadi, ia rasa justru dirinya yang kurang sehat.

*****

22-6-20.

Caraphernelia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang