Musim hujan memang tidak menyenangkan. Selain ia malas memakai jas hujan, Chalya juga malas berjalan di bawah air. Jangankan berjalan di bawah air, ketika hujan turun, ia tidak suka, selalu kesal. Gadis berhidung mancung dengan pipi tirus itu hanya suka melihat tentang hujan. Segala hal akan terasa ribet dan menjatuhkan mood, apabila itu terkena hujan, katanya.
Sejak sakit seminggu itu, Aldee tidak menjadi sopir pribadi Chalya dkk lagi, sehingga gadis itu bersama Krisna naik motor. Terkadang juga ia diantar Shalwa.
Namun, hari ini ia tidak tahu harus pulang dengan siapa. Tadi pagi saja ia diantar Shalwa, siang ini pasti adiknya itu tidak bisa menjemputnya. Krisna tidak bersekolah hari ini dengan alasan sakit. Padahal Chalya jelas tahu Krisna hanya malas sekolah. Tidak ada yang diganggunya, ia pikir Aldee belum kembali sekolah untuk ia ganggu lagi.
Sehingga sore ini, Chalya harus menunggu hujan reda di lobi. Ia tidak mau berurusan dengan hujan. Merepotkan.
Sekali lagi ia cek notifikasi di ponsel, barangkali ada chat atau panggilan dari Krisna yang katanya hendak menjemput. Namun, nihil. Laki-laki itu entah ada di mana sekarang.
Sialnya, tiga temannya malah pulang sendiri-sendiri. Nova ada janji dengan entah siapa, Ira bersama gebetannya, sedangkan Grita diantar Aji—mereka memang dekat sejak beberapa bulan lalu.
"Eh, Cupu," panggil Chalya refleks ketika melihat si cupu Aldee sedang berjalan di teras lobi.
Laki-laki itu menatap hujan dan melirik sebentar Chalya. Beberapa saat hanya menunduk, seperti menghindari Chalya.
"Kenapa lo?"
Aldee masih diam.
Laki-laki itu terlihat ragu-ragu membuka payung, lalu menutupnya kembali. Dengan gugup ia menatap Chalya, lalu terlontarlah pertanyaan terbodohnya. "Ma-mau bareng?"
Andai bisa seperti di WhatsApp, ia hendak menarik kembali ucapannya. Memalukan sekali.
Chalya menatap sinis Aldee. "Gue? Bareng sama lo? Sorry, ya, mending gue di sini sampe malem."
Laki-laki itu menghela napas. Tuh, kan, sudah jelas. Tidak mungkin Chalya dengan mudah mengiyakan ajakannya.
Aldee segera membuka payung, lalu berlarian kecil menuju parkiran. Hal itu membuat Chalya mau tidak mau menghela napas pendek. Bagaimana bisa ia menolak ajakan pulang yang seharusnya ia segera sampai rumah. Daripada terus sendirian di ruang sepi dan dingin ini.
Rintik hujan menemani kesendirian Chalya. Beberapa anak masih berlarian dari teras, menerobos hujan, dan ada juga yang duduk di kursi sebelahnya.
Chalya menghela napas pendek. Ia menyibukkan diri membuka dan me-refresh timeline Instagram.
Saat seperti ini terasa gabut sekali. Masih bertanya-tanya, kapan Krisna akan menjemputnya? Ya, meskipun sebenarnya ia juga tidak mau dijemput dalam keadaan hujan seperti ini.
Tap-tap-tap!
Derapan kaki itu mengganggu, mengalihkan konsentrasi Chalya. Sehingga ia yang awalnya sibuk memerhatikan story Instagram Nova terbaru, harus beralih menatap seseorang di hadapannya.
Aldee lagi. Laki-laki itu berdiri, lalu duduk di kursi tidak jauh darinya, berjarak satu kursi, seperti menjaga diri.
"Ngapain balik?" tanya Chalya dengan nada tidak santai.
"Eng ... temani kamu."
"Hah? Nemenin gue? Gue enggak butuh, kok! Sana, pergi!" Chalya sewot, ia kembali menyibukkan diri melihat posting-an teman-temannya yang tidak ada faedah sembari menyimpan beberapa filter terbaru.
"Hu-hujannya semakin lebat." Aldee mendongak. Langit hitam disertai kilat membuat mereka saling tatap, seakan mampu bertelepati.
Entahlah, mungkin sampai nanti juga akan terus seperti ini. Kemungkinannya lagi, Krisna tidak akan datang.
"Ka-kamu harusnya pulang dari tadi."
Satu kalimat yang membuat Chalya berpikir banyak. Ada yang ganjil dengan cara bicara laki-laki itu. Selain itu, suara itu juga tidak mengarah padanya.
Ia menoleh ke samping kanan. Aldee menatap lurus ke depan sembari berucap tidak terlalu gagap.
"Kenapa gitu? Suka-suka guelah, mau pulang kapan. Gue, kan, lagi nunggu cowok gue."
"Tadi, sih, belum selebat ini. Mungkin sebentar lagi ada petir."
Bahkan, saat Chalya terlihat cuek dan selalu menyambar cepat ucapannya, Aldee tidak masalah. Berbeda dengan orang lain yang akan marah dan menghentikan topik.
"Lo ngomong lancar bisa gitu."
"Eh?"
Aldee salah tingkah. Ia menoleh ke kiri dan memperlihatkan wajahnya yang memerah. Ah, sial, kenapa ia jadi kembali gugup ditanya seperti itu? Apakah ia senang karena akhirnya Chalya memerhatikannya?
"A-aku ha—"
"Gagap la—"
DUAARRR!
"HAAAA ... OMAAAAA!"
Chalya otomatis menelungkupkan tangannya di samping telinga. Tidak peduli ponselnya terjatuh di lantai menimbulkan suara yang membuat orang-orang seperti diiris hatinya.
Aldee tanpa aba-aba juga mendekat dan mendekap tubuh gadis itu. Seperti di-slow motion, kejadiannya berlangsung dengan bagus.
"Hiks."
Sebuah memori datang. Saat seorang gadis terbangun malam-malam karena mendengar petir. Ia berlari menuju kamar orang tuanya sembari menangis. Seorang gadis kecil lagi juga mengikutinya. Akhirnya, mereka berdua membangunkan sang ibu secara bersamaan.
"Mama, Papa, Chalya takut petir!"
"Shalwa juga, Ma, Pa, buka pintunya!"
"Papa, Mama!"
Berbagai seruan tidak membuat pintu yang mereka ketuk terbuka. Hingga kilat lagi-lagi memotret kejadian, menunjukkan flash-nya. Diiringi gemuruh petir dengan keras.
"AAAAAA—! MAMA! PAPA!"
Seorang wanita sedikit tua menghampiri dua gadis kecil itu, mendekapnya.
"Jangan nangis, Sayang, ada Oma."
"Mama sama Papa ke mana?"
Pertanyaan yang sampai saat ini selalu Chalya pertanyakan dalam benak, apa motifnya? Kenapa orang tuanya pergi dan tidak lagi mengurusi mereka berdua? Bahkan, saat mereka berdua masih anak-anak SD, masih butuh kasih sayang dan pelukan di kala guntur terdengar.
Air mata mengalir pelan di pelupuk mata Chalya. Ia menangis, mengenai lengan jaket Aldee. Laki-laki itu hanya bisa mengerutkan alis, merasa prihatin dengan keadaan gadis di dekapan tangannya ini.
"Pergi lo! PERGIIIII!" seru Chalya marah. Ia mulai sadar kembali saat hujan mulai reda. Ia benci. Benci semua orang termasuk kedua orang tuanya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Caraphernelia [END]
Genç Kurgu"DASAR CUPU, JELEK, NGESELIN! UDAH GITU KUNO, JADUL, BURIK! JAUH-JAUH DARI GUE!" Semenjak Chalya Lova Ozawa tahu Aldevaro Axelle Daniswara menyukainya, Krisna Raditya, kekasih Chalya, merencanakan ide untuk mem-bully si cupu Alde. Alhasil, bukan ha...