Satu alasan seseorang pergi : berubah.
***
"Lama, ya? Sorry, deh, tadi kebelet dulu."
Chalya menghampiri Aldee yang berdiri dengan sepedanya di depan sekolah. Chalya tersenyum pelan, menarik sedikit masker yang masih dikenakan laki-laki itu.
"Lo kenapa, sih, make masker terus? Kek orang sakit aja."
"Enggak apa-apa, kok, hehe."
Chalya segera naik sepeda Aldee dengan gaya menyamping. Tangannya berpegangan pada sadel sepeda depan dan belakang.
Sepeda mulai dilajukan, Chalya mencomot topik sembarangan supaya tidak terjadi keheningan. Ya, meskipun bising kendaraan lebih mengganggu.
"Tadi, gue lama banget, ya? Sorry banget."
"Enggak apa-apa, kok, aku setia."
Chalya mendekatkan tubuhnya ke depan. Tangannya memegang erat ujung baju Aldee, berpegangan. Ia tersentak mendengar Aldee yang mengucapkan sesuatu dengan lancar, tetapi tidak terlalu keras.
"Hah? Apa? Enggak denger." Suara Chalya seperti menahan tawa karena geli dengan perkataan samar-samar Aldee tadi.
Suara kendaraan berlalu-lalang mereka abaikan sejenak. Percakapan masih terjeda, tetapi sepeda masih berjalan.
"A-aku setia me-nunggu kamu, Chalya." Aldee sedikit menolehkan wajahnya agar suaranya terdengar meski masih tidak terlalu keras.
Chalya terkikik, semakin menggoda laki-laki itu. "Dih, yang keras." Tangannya entah ada dorongan dari mana menyentuh pinggang Aldee sehingga laki-laki itu tertawa yang juga membuat Chalya tertawa karena sepedanya sedikit oleng.
"Malu."
"Masa cowok pemalu." Chalya masih menggelitik pinggang Aldee. Entah sadar atau tidak, Chalya merasa nyaman bersama Aldee. Meski penampilan Aldee yang kembali cupu dan berkacamata, ia tidak lagi mempermasalahkan. Karena nyatanya Aldee tampan, hanya saja tertutup oleh kacamata nerd-nya.
Bahkan, Chalya bisa melupakan masalahnya atau gengsinya yang selama ini bersemayan dalam diri.
"Kita mampir di taman dulu, yuk," ajak Chalya. Gadis itu menunjuk-nunjuk taman bermain yang terdapat ayunan dan berbagai permainan anak-anak.
Aldee menghentikan sepedanya di pinggir jalan. Chalya turun dan menghentikan penjual es krim. Tangannya terulur memberikan uang untuk membeli.
Aldee menggeleng dengan senyum yang ditahan. Bagaimana mungkin ia sampai sini bersama Chalya? Gadis yang selama ini selalu ia idam-idamkan.
Beberapa kali tangannya menepuk pipi dan menjiwit tangannya. Apakah ini mimpi atau hanya halusinasinya? Jantungnya berdetak kencang, dan semakin kencang saat Chalya memberikan es krim padanya serta menarik tangannya lembut.
Gadis itu mengajak duduk di salah satu kursi taman. Suasana sore hari yang tidak terlalu panas ini mereka nikmati dengan terus tersenyum.
"Kenapa, sih? Lihatin gue mulu dari tadi." Wajah Chalya memang tidak bisa ditutupi berwarna merah tiap menatap wajah Aldee. Begitu pun Aldee yang meskipun tertutup masker, ia terlihat tidak bisa menutupi kerutan pada matanya. Sepertinya mereka memang sudah saling suka. Entah sejak kapan. Tidak ada yang sadar. Yang jelas hari ini terasa panjang dan menyenangkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Caraphernelia [END]
Teen Fiction"DASAR CUPU, JELEK, NGESELIN! UDAH GITU KUNO, JADUL, BURIK! JAUH-JAUH DARI GUE!" Semenjak Chalya Lova Ozawa tahu Aldevaro Axelle Daniswara menyukainya, Krisna Raditya, kekasih Chalya, merencanakan ide untuk mem-bully si cupu Alde. Alhasil, bukan ha...