Traitor

227 13 0
                                    

Ini memang hidupmu, tetapi hidup bukan hanya kamu.

***

Lagi-lagi topik ini. Sungguh, ingin rasanya Chalya mendepak Aldee dari muka bumi sekarang juga. Agar semua orang tidak membicarakannya. Tidak sahabatnya, juga guru, sama saja.

Padahal sedang berjalan menuju ruang guru, tetapi dua guru perempuan di depan Chalya itu tidak berhenti bergosip. Namanya juga perempuan, di mana pun berada, tidak jauh dari kata gibah.

Chalya yang hendak melewati mereka justru takut kena semprot. Meski terlihat seperti sedang menguping, ia tetap berjalan di belakang. Alhasil, tetap dikatakan menguping karena ia mendengar percakapan dua guru perempuan itu.

"Iya, loh, kasihan banget di-bully gitu, ya."

"Padahal ganteng, sih, cuma kekurangannya, dia itu susah interaksi dan pemalu. Dia juga kayaknya penakut makanya mudah nurut."

Dua guru itu masih asyik bergosip, tanpa tahu ada yang mendengar di belakang mereka. Chalya menghela napas, bagaimana guru itu bisa berkata Aldee ganteng? Dari mana?

"Kira-kira kasih tindakan apa, nih, Bu?"

Kening Chalya berkerut seiring menyimak. Meski berjarak sekitar satu setengah meter, Chalya mendengarnya dengan jelas.

"Skors?"

"Mereka malah lebih suka kali."

"Ya sudah, bersihkan gudang belakang sampai hilang debunya. Lagian waktu itu mengguyurnya di sana, 'kan? Sekalian suruh ngepel."

Chalya melotot. Mengguyur? Itu artinya dua guru ini sudah tahu kalau Aldee di-bully sampai diguyur di gudang? Dari siapa?

Chalya langsung mengirimi chat kepada Krisna dkk dan dua sahabatnya. Ini jauh dari kata gawat. Kalau sampai guru-guru sudah tahu, ia benar akan mendapat hukuman itu.

[You]

Gawat, anjir|

[Indra]

|Ada apa, anjir?

[You]

Guru-guru udah pada tau kita bully cupu|

Kayaknya nggak bakal lolos lagi, deh|

Engga tau, sih, siapa yang ngasih tau|

[Grita]

|Hah? Dari siapa?

Gadis itu masih berjalan pelan di belakang dua guru tadi. Hingga ketika ia mendongak, mereka telah menatapnya penuh makna.

"Chalya? Ikut kami ke ruang BK. Kasih tahu juga teman-temanmu. Krisna, Grita, Ira, Aji, Satriya, Indra, dan Yoga."

Gadis itu mendengkus kasar, mengikuti mereka ke ruangan yang selama ini tidak terlihat di matanya. Semua kejahatannya selalu berhasil luput dari pengawasan guru.  Selain karena ia menyekap si korban bully, orang tuanya juga termasuk donatur terbesar bagi sekolah ini.

"Duduk dulu. Kita tunggu tujuh temanmu yang lain. Kalian berdelapan, 'kan?"

Jadi, si 'pengkhianat' yang melaporkan kejadian ini? Pantas saja ia tidak mau namanya disebut. Chalya menggerutu dalam hati.

"Saya enggak bersalah, Bu. Juga enggak pernah bully, kok."

Salah satu guru mengangguk. "Iya, cukup kita lihat saja videonya."

Caraphernelia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang