Langkah kaki Chalya berderap di lantai rumah sakit. Kabar dari adiknya tadi mampu membuatnya beralih pikiran. Yang tadinya memikirkan pengkhianatan, kini sedikit ia lupakan.
"Kak, Oma udah enggak ada."
Pernyataan itu masih terngiang di telinga Chalya, saat Shalwa menelepon dengan suara bergetar. Tubuh basahnya ia gunakan berlari menuju halte. Ia menghentikan salah satu taksi yang kebetulan lewat depan. Sejenak ia menatap sopir yang sedikit keberatan karena ia basah, tetapi gadis itu tak peduli lagi.
Yang jelas sekarang tujuannya adalah rumah sakit.
Beberapa saat sebelum taksi melaju, matanya menatap lagi kafe itu. Dua orang itu masih sama. Mereka seakan tak punya waktu lagi besok, waktunya akan mereka habiskan hari ini.
Chalya tak ingin memikirkan itu lagi. Ia segera memasuki rumah sakit dan berjalan cepat.
Sayangnya, saat mendesak seperti ini, suasana rumah sakit pun tak ikut bersahabat. Tiba-tiba ia menabrak seseorang. Menyebabkan beberapa bawaannya terjatuh di lantai.
Segera gadis itu bantu punguti dan berdiri.
Akan tetapi, tatapan dua orang itu sulit diartikan. Ia merasa tak asing pada dua wanita muda itu. Tak ada kata maaf, tak ada sapaan juga. Apakah ia punya kesalahan? Lalu, apa?
Tanpa kata-kata, Chalya berlari dari sana. Shalwa sudah menunggu di depan ruang UGD. Ia langsung memeluk erat tubuh gadis itu. Adiknya itu tak bisa menahan air mata yang terus mengalir. Sama seperti Chalya sendiri.
"O-Oma, Kak ...." Shalwa menangis tersedu.
Oma mengidap hipertensi dan stroke, telah lama, dan entah mengapa saat tadi dibawa ke rumah sakit karena kambuh, beliau mengembuskan napas terakhirnya.
"Ma-Mama, nggak datang, Shal?" tanya Chalya di sela isakan tangisnya.
Shalwa menggeleng.
Saat ini, jenazah Oma dalam proses pemakaman. Tidak ada yang mengurus. Oma Chalya hanya memiliki satu anak, yaitu Anissa. Saat ini, yang berada dekat dengan wanita tua itu hanyalah Chalya dan Shalwa.
Mereka masih tersedu teringat Oma. Kasih sayang beliau begitu besar, beda dengan kedua orang tuanya. Mereka saja tidak datang dalam keadaan seperti ini.
Chalya sedikit menyesal, mengapa ia tak banyak menghabiskan waktu dengan omanya? Bukankah ia ingin disayang? Lalu, ketika orang yang menyayanginya itu pergi, ia harus meminta sayang kepada siapa?
Sebelum prosesi pemakaman dari pihak rumah sakit dilaksanakan, dua bersaudara itu menyempatkan melihat wajah renta oma. Mereka masih tak percaya akan kehilangan satu-satunya orang tua yang merawat dari kecil.
"Shal, gue kangen Oma. Gue belum bilang maaf dan makasih ke Oma. Gue nyesel selalu ngabaiin kasih sayangnya. Shal, panteskah gue disebut cucu yang berbakti? Shal, balikin Oma, gue kangen dia! Gue kangen dipeluk dan dicium Oma!"
Hari ini menjadi titik terendah Chalya dalam hidup. Ia tak bisa membayangkan dirinya ditinggalkan semua orang.
"OMAAAA. MAAFIN CHALYA!" Tangis gadis berusia tujuh belas tahun itu pilu. Tangis yang penyebabnya campur aduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Caraphernelia [END]
Ficção Adolescente"DASAR CUPU, JELEK, NGESELIN! UDAH GITU KUNO, JADUL, BURIK! JAUH-JAUH DARI GUE!" Semenjak Chalya Lova Ozawa tahu Aldevaro Axelle Daniswara menyukainya, Krisna Raditya, kekasih Chalya, merencanakan ide untuk mem-bully si cupu Alde. Alhasil, bukan ha...