Jendela itu mengantarkan netra Chalya tepat pada sebuah taman berbunga yang indah nan sejuk. Sebuah tempat bermain juga tersedia di sana.
Tempat itu terlihat setidaknya berjarak 8 meter di bawah tempatnya duduk. Iya, Chalya berada di lantai dua dari bangunan itu. Tempat indah yang tak pernah diharapkan banyak orang.
Sudah dua bulan ia mendekam di ruangan berbau obat-obatan ini. Tak pernah bosan atau mual meskipun bau obat-obatan menjadi wewangian. Sudah menjadi pekerjaannya.
Iya, pada akhirnya, Chalya bekerja di rumah sakit yang sama dengan tempat pertama kali pertemuannya dengan Aldee.
Perlahan air mata turun, ingatan demi ingatan menyeruak.
"Dokter enggak apa?" tegur seseorang, membuatnya menyeka air mata.
Balkon ini terasa sejuk, tempat yang bagus untuk nostalgia. Maka tak heran jika ia berdiam diri dengan gamang di sana.
Laki-laki itu ikut menyandarkan tangan di pembatas balkon. Ia jelas tahu isi pikiran perempuan di sebelahnya, tetapi apa boleh buat, ia sekadar teman, bukan siapa-siapa dari perempuan itu.
Chalya masih terpaku pada memori lama yang hampir terlupakan. Sekitar 20 tahun lalu. Saat ia masih berumur 7 tahun, terasa baru kemarin terjadi.
"Ini sandal kamu, ya?"
"Nih, pakai. Aku sudah mengambilkan."
"Kamu enggak suka sama aku, ya?"
"Enggak apa-apa, deh, enggak mau jawab. Nih, bunga buat kamu biar cepat sembuh. Nanti kita main sama-sama, ya, kalau kamu udah sembuh."
"Nih. Dijaga baik-baik supaya bisa cepat sembuh."
"ALDEEEEEE!"
Ckiiiittt!
Sret!
Brak!
"CHALYA!"
Tubuh perempuan berumur 27 tahun itu terlonjak. Napasnya ngos-ngosan. Ia seperti baru melihat sebuah film layar lebar yang tepat berada di pelupuk mata. Entah mengapa berada di rumah sakit ini mengingatkannya pada hal-hal di luar kendali. Ia tak bisa menyadarkan dirinya sendiri kalau tidak diteriaki laki-laki di sampingnya itu.
"Kalau lo terus-terusan kayak gini, gue jadi ngerasa tambah bersalah. Andai gue enggak nambahi beban pikiran lo."
Chalya mengusap air mata di pipinya.
"Enggak. Itu emang karena gue enggak bisa move on, Le. Semuanya kayak baru aja terjadi. Apa yang dia bilang waktu itu bener, gue enggak akan dapet jodoh. Gue sejahat itu ke dia."
Laki-laki itu menghela napas, menangkup wajah Chalya agar menatap tepat padanya. "Sembilan tahun, loh, Chal. Masa belum bisa lupain juga, sih?"
Chalya menggeleng lemah. "Gue mau ke makam. Sendiri."
"Gue te—"
"Enggak usah."
***
Langkah Chalya sedikit memberat saat ia memarkir mobilnya di dekat makam. Setiap kenangan yang hadir membuatnya tak bisa berhenti menyalahkan diri sendiri. Seakan memang Aldee pergi bukan karena takdir, melainkan karenanya.
"Beli bunga, Mbak?"
Penjual bunga di dekat makam menanyainya. Chalya segera melepas kacamata hitamnya.
Akan tetapi, bukan terasa lebih cerah setelah membuka kacamata, tiba-tiba kenangan kelam masa SMA-nya kembali. Seseorang itu adalah orang yang teramat memberi kesan masa remaja Chalya di SMA Taruna Bakti kurang menyenangkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Caraphernelia [END]
Fiksi Remaja"DASAR CUPU, JELEK, NGESELIN! UDAH GITU KUNO, JADUL, BURIK! JAUH-JAUH DARI GUE!" Semenjak Chalya Lova Ozawa tahu Aldevaro Axelle Daniswara menyukainya, Krisna Raditya, kekasih Chalya, merencanakan ide untuk mem-bully si cupu Alde. Alhasil, bukan ha...