Lantai Empat

241 23 3
                                    

Hatiku yang rapuh, tidak lagi utuh setelah berlabuh di kamu.

***

Tap-tap-tap!

Suara langkah kaki seseorang di belakang segera membuat dua gadis itu menoleh. Mata bulat Chalya mengawasi siapa gerangan yang sedang berjalan kesusahan membawa buku itu dari arah perpustakaan. Jelas bukan Krisna. Kalau bukan guru, pasti siswa—

"Itu si cupu, 'kan?" Nova menceletuk lebih dahulu sembari memerhatikan sosok itu.

"Iya, kayaknya."

Beberapa saat setelah sosok yang mereka duga Aldee itu sekitar dua meter darinya, Chalya mendengkus. Lagi-lagi si cupu ini! Ia berdiri dengan ogah-ogahan, diikuti Nova yang menyedekapkan tangan di dada.

Aldee terlihat kesusahan membawa setumpuk buku. Ia memiringkan tubuhnya sebentar kemudian menyapa Chalya. Sebenarnya tidak ingin ia menyapa, tetapi apalah daya, jiwanya tetap memaksa.

"Hai, Cha-Chalya!"

Wajah masam Chalya tertuju tepat pada wajah cowok culun itu. Membuat Aldee mengkeret, meski dipaksa.

"Ka-kalian nga-pain di ... sini?"

Kebiasaan Aldee yang gugup dan berakhir gagap itu membuatnya kelelahan mengeja kata. Sudah berat membawa buku, ditambah keberatan berbicara.

"Sesuka kitalah, rempong amat lo!" Nova menyingkir dari anak tangga, menyandarkan tubuh di pembatas tangga, diikuti Chalya. Sekarang posisi dua gadis itu seakan menyambut Aldee, karena berdiri di dua sisi tangga.

Aldee berjalan sedikit menuju tangga, tetapi terlihat kesusahan dengan bukunya yang setumpuk tinggi.
Chalya teringat kalau ia harus mem-bully cowok itu. Sehingga otaknya langsung menyusun sebuah kejailan.

"Eh," panggil Chalya. Iya, dia belum tahu siapa nama asli cowok cupu itu, meskipun sudah perkenalan. "Awalnya gue ngerasa kasihan banget pas lo di-bully Krisna waktu itu, karena posisi lo terjepit dan kayaknya sakit banget tubuh lo nubruk pintu. Tapi, kali ini rasa kasihan itu udah hilang."

Aldee kembali menunduk, kenapa Chalya membahas itu lagi?

Perlahan Chalya mendekati Aldee, memegang buku yang dibawa. Ide busuknya akan berguna kali ini.

"Terus ... jam tangan lo ini yang pernah gue selametin." Chalya melepas perlahan jam tangan yang dikenakan Aldee di tangan kiri.

Aldee mendongak, menatap nasib jam tangannya dengan takut-takut. Ia teringat lagi omanya yang rempong membelikan jam tangan dan memaksa memakainya setiap hari.

"Ja-jangan, i-itu—"

"Gedek gue dengernya, patah-patah mulu," potong Nova dengan cibiran. Ia memilih bermain ponsel daripada mendengarkan ucapan Aldee yang tidak sedap didengar.

Beberapa saat kemudian, Krisna dkk keluar dari ruang musik dan segera bergabung. Kebetulan sekali ia melihat Chalya melancarkan aksi.

"Gue yang minta aja enggak pernah dikasih sama dia." Krisna, Aji, dan Yoga mendekati Aldee, sedangkan Satriya dan Indra berjalan menuju anak tangga.

Mereka memojokkan cowok cupu itu. Aldee hendak turun, tetapi dari bawah segera dihadang Satriya dan Indra, sehingga ia benar-benar terjepit.

"Ambil bukunya!" perintah Krisna pada Aji. Yang disuruh segera mengambil paksa buku-buku itu dan meletakkan di lantai.

Krisna mendorong perut Aldee menggunakan sepatunya sampai laki-laki itu terjatuh mengenai tembok pembatas balkon. Kemeja seragamnya pun terkena cap sepatu Krisna dengan tidak estetik.

Chalya masih memainkan jam tangan itu. Ia bersandar di pembatas yang terdapat pot di sebelahnya. Sedangkan Nova memilih menjauh, memilih asyik bermain ponsel.

Tugas Krisna, yaitu melindungi Chalya dari Aldee, sedangkan yang lain mengepung dengan tangan bersedekap di dada.

"Enaknya diapain, ya, jam tangan ini?" Chalya bergumam sembari memainkan jam tangan itu. Kedua tangannya bertumpu di pembatas.

"Jatuhin aja, Chal. Palingan juga nyampe bawah pecah aja, sih." Yoga memberi usul, ia yang menghadang di tangga bersama Satriya.

"Ide bagus, tuh, tumben Yoga pinter."

Raut Aldee takut, ia berkali-kali membenarkan kacamata dan menggigit bibir bawahnya. "Ja-jangan! Itu ... pem-pemberian Oma. Ka-kalau sa-mpai enggak aku pa-kai, O-Oma pasti marah."

Mereka tertawa.

Yoga maju langsung menarik kerah Aldee. "Urusannya sama gue? Itu, kan, oma lo, udah pasti yang dimarahin, ya, lo. Gue enggak ada hubungan apa-apa. Haha." Lalu, ia hempaskan tubuh lemah Aldee begitu saja sehingga punggungnya menubruk tembok lagi.

Tidak menyerah, Aldee berusaha berdiri, lalu mendekati Chalya, hendak meraih jam tangan itu. Usahanya gagal, karena Chalya semakin menjauh dengan tersenyum senang.

"Ya, su-sudah kalau eng-gak, bi-biarkan aku ke-mbali ke ke-kelas." Sudah cukup ia merasakan sakit di sini, ia tidak ingin terlibat lebih jauh lagi.

"Hah? Enak banget lo ngomong, siapa yang izinin?"

Aldee terlihat menghela napas. Kenapa perkaranya jadi tambah rumit? Ditatapnya Chalya yang tersenyum menyebalkan. Gadis itu masih sengaja memegangi jam tangannya.

"Sini, deh, kalau lo mau!"

Setelah seruan Chalya itu, Aldee segera mendekat. Ia mencoba meraih meski terasa susah. Meski tubuhnya kecil, Chalya pandai berkelit.

"Ea-ea-ea!"

Sorakan dari teman-teman Krisna seiring tangan Aldee menggapai tangan Chalya menambah jengkel suasana hatinya. Ia merasa dirinya di sekolah ini memang tidak bernasib bagus. Gadis yang ia sukai bukanlah gadis biasa.

"Ba-balikin, Cha-lya!"

"Enggak, ya, hahaha!"

Chalya masih memindah-mindah tangannya ketika Aldee hendak meraih benda itu. Laki-laki itu memang lebih tinggi dari Chalya, tetapi ini bukan masalah tinggi.

Segera Aldee meraih tangan Chalya lagi saat gadis itu lengah dan menatap Krisna. Namun, sayang, semuanya berlalu begitu cepat.

Dug!

Prang!

Brak!

Pot bunga yang memang diletakkan di pembatas, jatuh karena tersenggol tangan Aldee. Ia berhasil mengambil jam tangannya, tetapi benda berisi bunga dan tanah itu habis tidak bersisa.

Mereka saling pandang, mencermati kejadian baru saja. Sampai Nova yang hanya memerhatikan sedari tadi, melotot tidak percaya.

Posisi mereka berada di atas, mungkin saja benda itu terjatuh mengenai sesuatu atau seseorang di bawah. Begitu pun, Aldee menyenggolnya sangat jauh sebelum terjatuh.

Perasaan Aldee tiba-tiba saja terasa tidak enak. Ia segera mengeluarkan ventolin dari saku celananya. Namun, ketika akan menyemprotkan ke mulutnya, benda itu terlempar ke lantai.

Krisna sengaja menamparkan tinjunya ke pipi laki-laki berkacamata itu. Bahkan, sampai kacamatanya juga hampir terlempar.

"Makan, tuh, jam tangan murahan!"

Tidak ingin mendapat masalah berlebih, Krisna dan Chalya dkk segera meninggalkan tempat itu. Niat Chalya yang tadi ingin ikut Krisna ke ruang musik pun tidak jadi.

***

7-6-20.

Caraphernelia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang