Second Complication

454 31 12
                                    

Jika diibaratkan, hati dan Matematika itu sama. Terlalu banyak cabang dan memusingkan.

***

"Ke lapangan, kuy!"

Anak-anak mulai dari kelas X sampai kelas XII berlarian ke lapangan.

Lapangan memang selalu ramai ketika siang sedang jam istirahat. Anak laki-laki biasa menghabiskan waktu 45 menit itu untuk bermain bola atau kejar-kejaran di sana. Sebagian ada juga yang menikmati salah seorang bernyanyi di bangku pinggir lapangan.

Lantai paving-nya yang berwarna hijau daun tidak membuat suasana menjadi sejuk. Udara panas malah terasa membakar kulit, meskipun di pinggiran lapangan tersebut tidak jarang ditanami pepohonan rindang.

Setiap hari memang ada kerumunan, tetapi hari ini kerumunan itu berbeda. Genjrengan gitar dan suara merdu seseorang menenangkan jiwa, menyejukkan hati. Orang-orang berlarian ke sana untuk menyaksikan sesuatu. Banyak juga yang berdesakan sampai terjatuh.

Dari gosip yang Aldee dengar, ketika ia sedang duduk di kursi depan kelas, ada yang sedang menyatakan cinta. Ah, ekstrim sekali. Tidakkah mereka merasa malu apabila nantinya hubungan itu hanya sementara dan tidak bertahan sampai lulus sekolah? Padahal sudah disaksikan banyak orang.

Siapa yang peduli juga, sih.

"Beneran? Si primadona udah putus, ya, sama anak SMA Nusantara?"

Pembicaraan anak kelas Aldee yang baru keluar dari kelas itu menyentaknya. Aldee segera menoleh dan memasang telinga setajam mungkin.

"Iya, enggak denger gosipnya apa? Ayo, buruan ke lapangan! Lo bakal saksiin kebaperan yang belum pernah lo lihat dari film mana pun!"

"Lebay banget! Krisna doang, 'kan?"

"Bukan 'doang' dia itu!"

Tiga perempuan yang berlarian di koridor itu segera menuruni tangga. Aldee berdiri, ikut ke lapangan juga. Ia ingin memastikan bukan Chalya yang mereka maksud. Meskipun sudah jelas primadona sekolah adalah Chalya.

Aldee segera menuruni tangga dan memasuki kerumunan itu. Memang berdesakan, tetapi demi memastikan sendiri, ia rela. Kerumuman segera ia lewati hingga dirinya berada di tengah-tengah. Ia ikut melihat kejadian yang membuat para jomlo merasa kurang beruntung. Banyak juga yang memberi tepuk tangan, sorakan gembira, juga jingkrak-jingkrak kebaperan.

Lalu, ketika tubuh Aldee berada di depan kejadiannya langsung, betapa sakit hatinya saat melihat dua orang itu benar Chalya dengan Krisna.

"Chalya, gue emang bukan Dilan, bukan juga Oppa Korea yang bikin banyak orang baper. Jangankan bikin baper, gue enggak bisa gombal, apalagi jadi gembel." Krisna tersenyum senang saat Chalya terkikik. "Gue bisanya cuma gambalin hatimu."

Orang-orang yang melihat, bersorak ria. Mendengar joke recehan yang malah bikin mereka gereget karena tidak segera to the point. Padahal itu hanyalah kalimat gombal paling receh yang berada di tingkat terbawah. Jika bukan Krisna yang mengucapkan, orang-orang pasti sudah ilfeel lebih dahulu.

"Gue ... cuma Krisna Raditya, yang bakal berusaha bikin lo jatuh setiap hari. Boleh jatuh cinta, atau jatuh ke pelukan gue!"

"Huuuuuu!"

"Eaaaaa!"

Sorakan bergemuruh.

Aldee menunduk, lagi. Ia perhatikan penampilannya yang persis seperti laki-laki cupu yang sering ia lihat di sinetron. Baju dimasukkan, pakai dasi rapi, ikat pinggang pas, tidak ada baju yang keluar, rambut yang diponi, serta tidak lupa kacamata bundar yang ternyata zaman sekarang malah trendy.

Caraphernelia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang