Angin berhembus sepoi-sepoi, menerpa rambut hitam milik Nanette yang sedang berdiri di balkon lantai atas biara St. Monica. Pandangannya tertuju pada rimbunan pepohonan yang tumbuh tak jauh dari biara itu berdiri. Tangannya menggoyang-goyangkan gelas anggur yang berisikan cairan kental berwarna merah kehitaman.
Nanette menyesapnya sedikit. Matanya terpejam saat cairan kental itu mengalir membasahi tenggorokannya. Setitik darah yang tersisa, menetes dari sudut bibirnya yang terangkat.
"Kau masih tak menghentikan kebiasaanmu." Ryce yang tak sengaja melihat Nanette berdiri sendiri lantas berjalan menghampirinya.
Nanette yang semula terpejam, kini menoleh pada pria yang sekarang sudah berdiri tepat di sampingnya.
Kedua lubang hidungnya menarik nafas yang sangat dalam pada gelas anggur yang sedang dipegang olehnya. Ia tersenyum, lalu kemudian berkata "Darah adalah candu bagiku."
"Kau meminumnya seperti kau meminum wine." Ryce berpaling, pandangannya kini tertuju pada hutan yang ada di seberang sana. "Padahal wine jauh lebih manis, daripada darah."
"Bagimu memang begitu," Nanette ikut berpaling, ia mengarahkan pandangannya searah dengan pandangan Ryce. "Tapi aku tetap lebih menyukai darah."
Ryce terdiam untuk beberapa saat. Tak lama kemudian ia mengeluarkan sebuah benda dari balik pakaiannya lalu ia menyerahkannya pada Nanette. "Aku menemukannya di laci meja di kamarmu."
"Aah," Nanette pun kemudian mengambil pistol yang diserahkan oleh Ryce kepadanya.
"Aku sedikit memodifikasi pistol itu." ucap Ryce. "Jauh lebih senyap, lebih ringan, dan lebih mematikan."
"Boleh kucoba?" Ryce mengangguk saat Nanette menoleh padanya.
Nanette lantas berbalik, ia menodongkan pistolnya pada Ryce lalu kemudian ia menarik pelatuk pistol itu.
"Memang lebih senyap dan ringan," Nanette mengangguk sembari melihat pada pistol itu. "Tapi tak cukup mematikan."
"Karena itu pistol kosong." Ryce tersenyum, lalu ia membuka tangannya yang tadi menggenggam lalu memberikan Nanette sebuah peluru.
"Terimakasih," Nanette pun mengambil peluru itu dan kemudian memasukkannya ke dalam pistolnya.
Peluru itu melesat saat Nanette menarik pelatuknya. Seekor burung malang yang sedang terbang tak jauh dari sana terjatuh dengan kepalanya yang pecah dan cipratan darahnya tepat mengenai wajah Nanette.
"Nanette," pria cantik itu menoleh pada Ryce yang masih setia mengarahkan pandangannya pada wajah cantiknya. "Bukankah aneh kau sekarat dalam kubur untuk waktu yang cukup lama?"
"Tampaknya kau tak memahami sejarah keluarga Celesta, Ryce." Nanette tersenyum tipis, ia pun mengulurkan tangannya pada Ryce.
Ryce meraih tangan Nanette, lalu ia dituntun oleh pria cantik yang ada di depannya itu berjalan kembali memasuki biara sampai akhirnya kini langkah kaki mereka terhenti di ujung lorong, tepat di depan sebuah dinding.
Nanette melepaskan genggaman tangannya pada Ryce. Dinginnya dinding yang ada di depannya itu serasa menusuk kulitnya saat tangannya menyentuhnya. Kedua kelopak mata pria cantik itu terpejam dengan mulutnya yang mulai menggumamkan mantra yang Ryce sendiri tak tahu artinya.
Dinding itu mulai bergetar, perlahan sebuah lorong terlihat di balik dinding itu. Nanette kembali meraih tangan Ryce, menuntunnya berjalan menyusuri lorong sempit nan gelap itu.
Sementara itu Ryce hanya diam mengikuti langkah kaki Nanette di belakangnya dengan pandangannya yang menyapu pada sekitarnya.
Secercah cahaya tampak terlihat di ujung lorong. Dan saat mereka sampai di ujung lorong itu, Ryce berdecak kagum saat melihat ruangan itu yang ditutupi oleh kubah kaca.
Sinar matahari bisa dengan leluasanya masuk ke dalam ruangan itu. Dan persis di tengah ruangan itu, terdapat sebuah meja batu dan tubuh seorang wanita tergeletak di atasnya.
"Lady Anne Mary Celesta," Nanette berjalan menghampiri meja batu itu dan memutarinya perlahan. "atau rakyat Dagmar lebih mengenalnya, Lady Ascott Arcangel."
"Yang Mulia Permaisuri," Ryce berdecak kagum melihat tubuh wanita yang terbaring itu utuh, meskipun kematiannya sudah bertahun-tahun yang lalu.
Kedua sudut bibirnya yang terangkat dengan tangannya yang menggenggam setangkai bunga berwarna kuning kejinggaan serta sebuah tiara yang masih menempel di atas kepalanya. Lady Anne Mary Celesta tak terlihat seperti mayat yang sudah lama meninggal, melainkan seperti wanita yang sedang tertidur.
"Keluarga Celesta memiliki kutukan, Ryce." kedua netra Nanette memandang lembut pada wajah ibunya yang terbaring di atas meja batu. "Ratusan tahun yang lalu, ada sepasang suami istri bangsawan yang tinggal di Kerajaan Deunia. Mereka bernama Lord Arthur Celesta dan Lady Guinevere Celesta. Mereka hidup bahagia dengan memerintah tanah yang dipercayakan oleh Raja kepada mereka. Pernikahan mereka berlangsung sangat lama, namun tak juga mendapat karunia Tuhan dengan kehadiran seorang anak. Hingga berpuluh-puluh tahun kemudian, Irene Celesta lahir sebagai putri sulung mereka. Irene Celesta memiliki nasib yang kurang beruntung, dia mengidap penyakit dan hanya memiliki kesempatan hidup selama beberapa bulan saja. Naluri ibu akan selalu melakukan apa saja untuk melindungi putrinya, begitu juga dengan Lady Guinevere Celesta. Di tengah keputusasaannya, Lady Guinevere Celesta yang menyembunyikan identitasnya sebagai keturunan penyihir pun akhirnya menyerah. Dia menjual jiwanya pada iblis dan kembali terjerumus pada praktik sihir. Irene selamat, namun sayang, setelah bertahun-tahun, perbuatan Lady Guinevere tercium oleh gereja sehingga ia dijatuhi hukuman mati sebagai akibat dari persekutuannya dengan iblis. Perlahan-lahan Lord Arthur mulai kesepian meskipun dia memiliki Irene dan beberapa anak lainnya dari Lady Guinevere, hingga akhirnya dia meninggal dalam kesendiriannya. Irene tumbuh dan menjadi pemimpin bagi adik-adiknya, termasuk Lady Anne yang ditinggal oleh kedua orang tuanya. Sejak kematian Lady Guinevere, keluarga Celesta dicap sebagai keluarga penyihir oleh masyarakat sekitar. Dan sayangnya, Irene pun tumbuh sebagai seorang penyihir. Tak ada yang bisa menyangkal hal itu, dan tak ada yang bisa menyangkal sesuatu yang akan terjadi nantinya. Irene juga mengajarkan praktik sihir pada adik-adiknya yang sayangnya hal itu pada akhirnya diketahui oleh Uskup. Sang Uskup mengadukannya pada Sang Raja sehingga keluarga Celesta dijatuhi hukuman mati. Sebelum hari eksekusi tiba, kelima bersaudara itu mengadakan perjanjian dengan iblis, dengan persyaratan mereka akan diberikan keabadian sampai hari penghakiman nanti, dan sebagai gantinya, mereka tak akan memiliki keturunan, dan jika sampai memilikinya pun keturunannya akan menjadi milik iblis."
"Sepertimu?" tanya Ryce memotong cerita Nanette.
"Sepertiku." Nanette mengangguk sembari tersenyum. "Itu sebabnya Irene menawariku perjanjian dengan iblis saat aku masih kecil. Perjanjian itu memang benar, Irene dan yang lainnya mendapatkan keabadian mereka, tapi tidak sepenuhnya bekerja pada Lady Anne. Dia memang abadi, tapi lebih tepatnya separuh abadi. Saat ini, dia tidaklah mati, tapi tertidur dan tak akan bisa kembali dibangunkan."
"Tapi kau hamil, Nanette." ucap Ryce.
Nanette tersenyum kecut, tatapannya yang sendu menatap perutnya yang kini sedikit membuncit. "Mungkin kutukan itu sudah hilang. Atau mungkin Sang iblis membutuhkan pengikut baru untuknya."
To be continued.
KAMU SEDANG MEMBACA
LONG LIVE THE QUEEN | NORENMIN ✓
FanfictionNanette, yang kini telah menjadi Ratu Kerajaan Dagmar menyatakan perang terhadap Kerajaan yang dikuasai oleh Jeconiah, Sang Raja yang masih secara sah menjadi suaminya. Di sisi lain, ada orang yang mengincar tahtanya dalam Kerajaan Dagmar. *caution ...