Ryce, pria itu masih terus mendekap tubuh mungil Nanette yang masih terisak dalam dekapannya. Tangan pria itu bergerak mengusap-usap punggung Nanette untuk menenangkannya.
Setelah beberapa saat kemudian, tangisan pria cantik itu mereda. Ryce terus menepuk-nepuk perlahan punggung Nanette sembari sesekali mengelusi surai pirang milik pria cantik itu.
Di tempat lain, tepatnya persis di depan kamar Nanette, seorang pria tengah memandangi Ryce yang memeluk tubuh Nanette. Jovian, pria itu hanya bisa memandangi Nanette yang malang tanpa bisa melakukan apa-apa. Jovian tak mengerti dengan perubahan drastis perilaku Nanette yang secara mendadak.
"Apa yang kau lihat?" Jovian menoleh pada Irene yang baru jaka sampai dan tampak ikut mengarahkan pandangannya pada Nanette.
"Kau pasti tahu sesuatu, kan?" tanya Jovian seraya ia melipat kedua tangannya di depan dadanya. "Kau tampak tenang sekali, seolah kau mengerti Yang Mulia Ratu akan jadi seperti itu."
"Yah," wanita penyihir itu mengalihkan pandangannya pada Jovian seraya mengukirkan sebuah senyuman tipis pada Jovian. "Ada sebuah rahasia yang disembunyikan oleh Nanette. Mungkin sudah saatnya kau tahu."
Jovian hanya terdiam dengan tatapan yang kebingungan tertuju pada Irene. Irene lantas mengulurkan tangannya pada Jovian. Namun alih-alih membalas uluran tangannya, Jovian hanya melihat tangan wanita penyihir itu yang terulur tanpa tahu maksud darinya.
"Kau tak ingin tahu alasannya?" tanya Irene seraya ia menunjuk dengan matanya pada uluran tangannya.
Melihat isyarat dari Irene, Jovian lantas meraih tangan wanita penyihir itu. Perlahan, kabut berwarna hitam muncul diantara genggaman tangan mereka hingga menyelimuti tubuh mereka berdua.
Butuh waktu sampai lima menit sampai kabut itu benar-benar hilang. Dan saat kabut itu hilang, Jovian mendapati dirinya berada di tempat yang asing baginya.
"Dimana ini?" tanya Jovian sembari mengedarkan pandangannya pada sekelilingnya. Memang itu tempat yang asing baginya, namun Jovian seperti pernah melihat tempat itu sebelumnya.
"Beberapa tahun yang lalu, saat Nanette masih berusia delapan tahun." jawab Irene. "Kau tak pernah penasaran mengapa Nanette sangat senang mandi dengan darah?"
"Aku tak tahu," Jovian tak ada henti-hentinya menyapu pandangannya ke sekelilingnya, mencoba untuk mengenali tempat itu. "Yang Mulia mandi darah setelah menjadi Ratu."
"Benarkah?" wanita penyihir itu tersenyum tipis pada Jovian. "Kau tak mengetahuinya, karena sebelum Nanette menjadi Ratu dia hanya mandi dengan darah hewan."
"Dia datang," Irene menarik tangan Jovian berlari menuju tirai berwarna merah cerah lalu bersembunyi di baliknya.
Dari balik tirai itu, mereka berdua melihat seorang pria, wanita, dan seorang anak laki-laki berjalan masuk ke dalam ruangan itu.
Jovian langsung mengenali pria dan wanita itu sebagai Tuan von Hellman dan istrinya, namun dia tak mengetahui kalau anak laki-laki itu tak lain adalah Nanette. Jovian baru bertemu dengan Nanette saat Nanette berusia lima belas tahun.
Nanette kecil itu duduk diantara ayah dan ibunya terduduk. Dia hanya menatapi langit-langit sembari memainkan jari-jemarinya sendiri dan mengayun-ayunkan kedua kakinya.
Setelah beberapa saat, seorang pria paruh baya yang tak lain adalah Raja sebelumnya dari Kerajaan Dagmar tampak memasuki ruangan itu. Kedua orang tua Nanette kecil pun berdiri lalu menunduk sejenak pada Sang Raja.
"Bisa tinggalkan aku?" tanya Sang Raja sembari menatap kedua orang tua Nanette kecil bergantian. Mereka berdua mengangguk dan kemudian berjalan keluar dari ruangan itu.
Setelah melihat kedua orang tua Nanette kecil yang sudah keluar dari ruangan, Sang Raja terduduk lalu ia bertanya "Apa yang membuatmu kemari, anak kecil?"
Nanette dengan kedua matanya yang mulai berkaca-kaca bertanya balik pada Sang Raja "Apa kau benar ayah kandungku?"
"Ayah kandung?" Sang Raja mengalihkan pandangannya dari Nanette kecil yang mulai menitikkan air matanya. "Aku tak pernah memiliki seorang putra selain putra tunggalku, Jeffrey. Mungkin kau salah orang."
"Kau bohong." ucap Nanette kecil dengan lirih. "Ibu kandungku wafat saat melahirkanku, dan suaminya adalah kau."
"Omong kosong ini?" Sang Raja kembali menatap Nanette kecil dengan tatapan yang intens. "Sudah kukatakan padamu kalau aku tak pernah memiliki putra selain Jeffrey."
"Aku tak bodoh!" Nanette kecil itu yang semula hanya menahan tangisnya mulai memberanikan diri untuk meninggikan suaranya. "Aku memang berusia delapan tahun, tapi bukan berarti aku bisa kau bohongi!"
"Kau!" Sang Raja yang terkejut saat anak laki-laki itu berani membentaknya lantas berdiri seraya menarik tubuh anak laki-laki itu. Sang Raja lalu menghempaskannya seraya berseru "Pergilah! Aku tak percaya pernah menikahi penyihir itu sampai-sampai melahirkan putra lancang sepertimu!"
Nanette kecil itu yang tubuhnya terhempas begitu saja meringis kesakitan. Lantas ia mencoba untuk berdiri dengan sekuat tenaga lalu ia berkata pada Sang Raja "Kau membuangku, kau membuang ibuku. Kau pikir kau bisa hidup dengan tenang? Aku harap semua pernyataanmu terbayar sampai-sampai kau hanya bisa berharap untuk mati!"
Nanette kecil itu lantas berbalik lalu berjalan keluar ruangan dengan kakinya yang terluka dan air matanya yang bercucuran.
Sementara itu Sang Raja hanya bisa memandangi Nanette kecil yang berjalan menjauh darinya dengan tatapan kosong. Di sampingnya, sebuah kabut hitam muncul hingga saat kabut itu mereda menampilkan sosok wanita dari baliknya.
Jovian yang sedang melihat itu lantas menoleh pada Irene. Wanita penyihir itu mengangguk seraya ia berkata "Dia adalah aku, aku di masa lalu."
Jovian mengangguk paham, ia lantas kembali mengarahkan pandangannya pada wanita yang berdiri di samping Sang Raja.
Wanita itu sempat melihat Nanette kecil yang baru saja keluar dari ruangan sebelum pintu ruangan sepenuhnya tertutup.
Lantas wanita itu berkata kepada Sang Raja "Yang Mulia bersikap terlalu keras pada Nanette. Bisa-bisa Nanette nanti akan menjadi boomerang bagi kita, Yang Mulia."
"Kau salah, Irene." Sang Raja sama sekali tak mengalihkan pandangannya pada pintu yang sudah tertutup. "Aku sedikit menanamkan perasaan kebencian dalam hati Nanette pada Jeffrey agar dia memiliki motivasi untuk menyingkirkannya suatu saat nanti. Hanya sedikit, karena aku tahu kelak dia akan membutuhkan bantuan Jeffrey untuk mencapai rencananya."
"Yang Mulia," wanita itu tampak ragu dengan apa yang sedang direncanakan oleh Sang Raja. "Jika mereka berdua sampai benar-benar saling memusuhi, saya khawatir Kerajaan Dagmar tak akan memiliki apa-apa di masa depan nanti."
"Irene," Sang Raja lantas menoleh pada wanita itu. "Aku tahu kau meragukanku. Aku mengorbankan banyak hal, termasuk keluargaku sendiri. Nanette pun akan seperti itu nantinya. Semua ini demi masa depan kita. Aku rasa kaulah yang paling tahu dari siapapun atas perlakuan orang-orang Kerajaan Deunia pada kaum penyihir seperti kalian."
"Saya mengerti, Yang Mulia." wanita itu tampak menundukkan wajahnya.
"Boleh saya bertanya sesuatu, Yang Mulia?" tak ada jawaban apapun yang keluar dari mulut Sang Raja. Namun wanita itu melihat sepertinya Sang Raja mengizinkannya untuk bertanya. Lantas wanita itu bertanya "Apa mendiang adik saya memang seperti itu di mata Yang Mulia Raja?"
Sang Raja tampak menghela nafasnya sejenak saat mendengar pertanyaan dari wanita itu. Tatapannya sendu, lalu Sang Raja berkata "Adikmu adalah wanita yang baik, Irene. Aku menyesal tak bisa menyelamatkannya hari itu."
Disaat Jovian sedang memperhatikan mereka berdua, Irene secara tiba-tiba menarik tangannya sehingga pria itu menoleh pada Irene.
Irene lantas berkata "Masih ada lagi yang harus kau lihat.
To be continued.
Halooo! Ugh akhirnya sedikit-sedikit apa yang disembunyiin Nanette mulai terungkap. Tapi ini belum seberapa, karena aku suka bikin kejutan buat reader sekalian yang tersayang, pastinya nanti di cerita ini udah kusiapin surprise buat kalian. Enjoy!
KAMU SEDANG MEMBACA
LONG LIVE THE QUEEN | NORENMIN ✓
FanficNanette, yang kini telah menjadi Ratu Kerajaan Dagmar menyatakan perang terhadap Kerajaan yang dikuasai oleh Jeconiah, Sang Raja yang masih secara sah menjadi suaminya. Di sisi lain, ada orang yang mengincar tahtanya dalam Kerajaan Dagmar. *caution ...