chapter eight

765 89 0
                                    

Jovian kembali meraih tangan Irene saat wanita penyihir itu mengulurkan tangannya pada Jovian. Wanita penyihir itu membawa Jovian jauh ke suatu tempat, melewati ruang dan waktu.

Perjalanan panjang yang seharusnya ditempuh dalam beberapa jam dilalui oleh mereka berdua dalam hitungan detik. Perlahan Jovian membuka kedua matanya dan mendapati dirinya bersama dengan Irene tengah berada di kastil kediaman keluarga von Hellman.

Pandangan matanya menangkap sosok anak laki-laki yang tengah terduduk bersimpuh dengan kedua tangannya yang menutupi wajah cantiknya.

Sementara itu, wanita penyihir yang berdiri di sebelah Jovian tampak terus menatap pada arloji sambil menghitung hitungan detik selama beberapa saat.

"Sekarang," gumam Irene.

Sepersekian detik setelah Irene bergumam, kabut hitam muncul, dan seperti yang sudah diduga, sosok Irene dari masa lampau muncul dari balik kabut itu.

Irene dari masa lampau itu berjalan perlahan menghampiri Nanette kecil yang tengah menutupi kedua wajahnya yang telah terbasahi oleh air matanya sendiri.

"Kau baik-baik saja, Nanette?" tanya Irene dari masa lampau seraya menepuk pundak Nanette kecil.

Nanette kecil itu tampak terkejut. Lantas ia membalikkan tubuhnya dan mendapati sosok wanita tengah berdiri menatapnya sembari tersenyum. Dengan tubuhnya yang gemetar, ia bertanya balik "Siapa kau?"

"Kau bahkan berani membentak Sang Raja, tapi mengapa kau takut padaku?" Irene dari masa lampau itu terkekeh saat melihat raut wajah Nanette kecil yang menggambarkan ketakutan dalam benaknya.

"Irene Celesta," ucap Irene dari masa lampau seraya ia mengulurkan tangannya.

"Celesta?" Nanette kecil itu lantas membalas uluran tangan dari wanita yang ada di hadapannya itu. "Kau bibiku?"

"Tepat sekali." jawab wanita itu membenarkan tebakan dari Nanette kecil dengan menyunggingkan senyumannya.

Irene dari masa lampau itu menarik tubuh Nanette kecil ke dalam dekapannya seraya ia mengusap lembut bekas air matanya. "Aku tahu kau pasti sangat membenci ayahmu. Ayahmu telah membuangmu, Nanette. Kau tak diinginkan di sana, bahkan kakakmu, Jeffrey sekalipun tak menginginkanmu. Tapi aku bisa menjadikanmu sebagai putera mahkota Kerajaan Dagmar."

"Benarkah?" wanita itu mengangguk pada Nanette kecil yang menatapnya lekat-lekat. "Dan dengan menjadi putera mahkota Dagmar, apa aku bisa diakui sebagai bagian dari keluarga mereka?"

"Kau benar, Nanette." wanita itu mencubit gemas pipi Nanette kecil tanpa memudarkan senyumannya.

"Kemarilah," Irene dari masa lampau itu menarik lengan Nanette kecil dengan pelan menuju pada cermin yang ada di sisi ruangan itu.

Lantas wanita itu mengangkat tubuh mungil Nanette kecil lalu menunjukkan padanya bayangannya sendiri di permukaan cermin seraya berkata "Ada sesuatu dalam dirimu yang tak kau sadari keberadaannya, Nanette. Darah penyihir mengalir dalam tubuhmu. Tapi tak hanya itu, di dalam tubuhmu, mengalir juga darah Raja-raja Kerajaan Dagmar. Ada makhluk yang tertarik denganmu, dan dia telah memilihmu dan bersemayam dalam dirimu."

"Memilihku?" Nanette kecil itu tampak tak memahami maksud dari ucapan wanita itu.

Irene dari masa lampau itu mengangguk, lalu ia menunjuk pada dada kiri Nanette kecil seraya berkata "Dia ada di sini, dalam hatimu. Jika kau membangkitkannya, tak hanya Kerajaan Dagmar, seluruh dunia akan bertekuk lutut di hadapanmu."

Irene dari masa lampau itu lantas merapalkan sebuah mantra dan secara tiba-tiba bayangan dirinya dan Nanette kecil di permukaan cermin berubah menampilkan sesosok bayangan hitam pekat dengan kedua matanya yang merah menyala.

"Kau menginginkannya?" Nanette kecil itu meneguk kasar ludahnya sendiri. Namun ia mengangguk pelan pada wanita itu.

Irene dari masa lampau itu lantas meraih tangan mungilnya dan mengusapnya perlahan. "Ini sedikit sakit, tahanlah sebisa mungkin." ucap wanita itu sebelum akhirnya ia menggoreskan kukunya yang tajam pada telapak tangan Nanette kecil sehingga mengeluarkan darah.

Nanette kecil itu memejamkan matanya kuat-kuat dan mengepalkan tangan lainnya untuk menahan rasa sakit yang dirasakan olehnya. Ia merasakan tangannya yang terluka itu kini ada di depan mulutnya.

"Minumlah," suruh Irene dari masa lampau itu pada Nanette kecil.

Nanette kecil itu lantas menjilati darah yang mengalir dari bekas lukanya dan menelannya sampai habis. Sosok bayangan yang ada di cermin itu tampak tersenyum puas menampilkan deretan gigi-giginya yang tajam pada Nanette kecil yang sudah meminum darahnya sendiri.

Nanette kecil itu secara tidak langsung sudah menandatangani perjanjian yang kelak menyiksa dirinya sendiri. Mematikan hati nuraninya, dan akan tersiksa selama hidupnya.

Irene yang berdiri di samping Jovian menundukkan wajahnya menyesal melihat dirinya di masa lampau itu merayu Nanette kecil untuk melakukan sesuatu yang seharusnya tak dilakukan. Namun semua yang sudah terjadi biarlah terjadi.

"Irene," wanita penyihir itu menoleh pada Jovian yang berbisik padanya. "Kenapa kau tidak menghentikannya? Kau bisa melakukannya dari dulu kan?"

Irene menghela nafasnya panjang, lalu wanita penyihir itu menjawab "Kau mungkin bisa menjelajahi masa lalu, tapi kau tak bisa merubahnya karena itu sudah terjadi. Begitu pula masa depan, tak ada satupun yang mengetahuinya, bahkan penyihir sekalipun."

Seperti yang dikatakan oleh Irene, Nanette memang saat ini sudah tak memiliki harapan.  Tak ada cara untuk Nanette terlepas dari jerat kutuknya saat ini. Jovian lantas bertanya "Apa yang bisa kita lakukan untuk Yang Mulia Ratu?"

"Tak ada." Irene kembali tertunduk. Dengan lesu ia kembali berkata "Tapi aku melihat pengaruh iblis itu melemah saat Nanette bersama Jeconiah. Mungkin memang, itu tak merubah sebagian kutukan terhadap Nanette, tapi setidaknya ia tidak membuat Nanette melukai dirinya sendiri. Yang iblis itu hendak lakukan bukanlah membantu Nanette, melainkan ia menginginkan jiwa Nanette sampai pada akhirnya Nanette akan mati secara perlahan-lahan merasakan siksa yang begitu pedih baginya."

"Mustahil." Jovian menggeleng tak percaya. Ia pun kembali berkata "Kita tak bisa membuat Yang Mulia Ratu kembali berdamai dengan Raja Deunia."

"Entahlah," ucap Irene dengan wajahnya yang setia tertunduk. "Di satu sisi, aku tak sanggup melihat keponakanku sendiri tersiksa seperti itu di depan mata kepalaku sendiri. Di sisi lain, kaum penyihir berhutang banyak pada Kerajaan Dagmar, selain itu perang ini akan menguntungkan bagi kita nantinya."

"Dan membiarkan Yang Mulia Ratu mengorbankan dirinya, lagi?" Irene tertegun mendengar pertanyaan Jovian yang penuh penekanan. "Aku sudah melihat Yang Mulia Ratu melakukan banyak pengorbanan, termasuk dirinya sendiri."

"Bagaimana denganmu sendiri, Jovian?" Irene memutar pertanyaan itu kembali pada Jovian. "Kau bahkan mengorbankan keluargamu sendiri hanya untuk tetap setia berada di sisi Nanette."

"Kau salah." jawab Jovian. "Aku sudah menjauhkan mereka dari bahaya sejak Theophilus menceraikanku. Mereka saja yang terlalu lengah saat berhadapan dengan ular berbisa."

"Aku punya cara," ucap Irene mengalihkan pembicaraan mereka sebelum nanti berujung pada perdebatan. "Viscount Nechten yang baru saja menjadi bagian dari Dewan Kerajaan Dagmar, dia bisa jadi alternatif untuk Nanette."

"Viscount Nechten?" Jovian mencoba untuk mengingat nama itu. "Ah, Ryce Nechten. Kau yakin?"

Wanita penyihir itu mengangguk dengan mantap. Lantas ia melihat sekitarnya lalu mengulurkan tangannya pada Jovian seraya berkata "Waktunya kembali."

To be continued.

LONG LIVE THE QUEEN | NORENMIN ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang