Suaminya, Janu Averroes Mahawira, selalu ingat tanggal dan ingat hari dalam setahun, Eros bahkan bisa mengingat jadwal operasi selama sebulan tanpa harus melihat kalender kerja, hari-hari penting dalam hubungan mereka pun tak pernah terlewat.
Eros pantas dijuluki suami idaman tahunan.
Hanya ada satu tanggal yang selalu terlewat oleh suaminya, seakan tanggal itu bukanlah tanggal penting.
Hari ulang tahunnya sendiri.
Hingga lewat pukul 7 malam Eros baru mengabarkan selesai dengan jadwalnya di dua rumah sakit berbeda hari itu dan bersiap pulang.
Mungkin alasan utama Eros melupakan ulang tahunnya kali ini karena si bungsu baru berusia dua bulan, begitupun tahun lalu yang tidak tega menitipkan Shua pada nenek-neneknya.
Mungkin juga memang sudah jadi kebiasaan untuknya tak merayakan hari ulang tahun entah apa alasannya.
Saking tak curiganya, Eros bahkan mengambil sendiri keik yang Ursa pesan di sebuah toko kue langganan mereka dan sempat-sempatnya belanja buah untuk cemilan Shua dan dirinya jika Musa merengek tengah malam.
"Bisa-bisanya dia nggak ngecek dulu tulisan di atas keik!" omel Ursa sambil membalas pesan suaminya dan mengatakan untuk hati-hati di jalan.
"Masmu emang gitu, Cha! Mungkin karena dulu dia selalu tinggal jauh dari Bapak Ibu, jadi nggak ada yang ingatin dia ulang tahun," sahut Ibu yang tengah munguncir dua rambut Shua.
"Bakal aku rayain setiap tahun sih biar dia nggak lupa," sambutnya sebelum menyerahkan Musa yang sudah mengantuk ke dalam dekapan Mami.
"Mi, aku titip Musa bentar ya, aku mau mandi."
Selesai mandi, Ursa mengenakan sebuah gaun musim panas dengan leher V Neck yang membuat dadanya lebih menonjol dan memperlihatkan kaki jenjangnya.
Ia sengaja ingin menyiksa Eros melihatnya berpenampilan seksi di depan keluarga saat ulang tahun, Eros pasti ragu dan membujuknya untuk staycation malam itu juga lantaran tidak tenang menjamahnya sementara kamar samping ada orang tua mereka yang sedang terlelap.
Sambil tersenyum usil membayangkan Eros yang merah padam menahan hasrat, Ursa menyanggul santai rambutnya.
Ketika turun, sudah ada Sina dengan istri dan Amu, ditambah Kia yang tampil mengenakan pakaian senada dengan Sina malam itu, kelak saat Amu sudah bisa didandani, mereka akan tampil dengan baju yang sama, menyisihkan si istri, Ursa turut prihatin.
"Mana nih manusianya? 20 menit yang lalu katanya udah di jalan?" tanyanya sambil memindahkan Amu ke dekapannya.
"Macet kali di Lebak Bulus."
Meski begitu, menit demi menit ditunggu, mobil Eros tak kunjung datang, dan ponselnya dihubungi pun tak ada jawaban.
"Jangan-jangan ke rumah selingkuhannya?" bisik Sina.
"Mana ada?! Eros hatinya miskin, nggak akan cukup bagi hatinya ke cewek lain," Mbak Azwa membela.
"Ya kan biar seru, lebih berwarna gitu kalau ada yang baku hantam ..."
Tapi setelah lewat dua jam, ia tidak lagi bisa berpikir jernih. Ditambah Musa yang mulai merengek lantaran sudah memasuki jam tidurnya dan Shua yang beberapa kali mencoba untuk tetap membuka mata meski kantuk mendera.
"Kakak bobo aja, yuk?" tawar Ursa. "Sama Adek, nih Adek juga udah mau bobo."
"Nggak mau, Kakak mau ucapin hepi besday ke Ayah!" jawabnya bersikeras sambil merapikan rok tutunya.
"Ya udah, Kakak sandaran ke sofa samping Uti ya, Bunda mau nidurin Adek dulu, nggak apa-apa?"
"Iya, aku di sini aja bareng Uti dan Oma." Shua bersandar dengan dahi berkerut masih keras kepala untuk mengakui bahwa dirinya mengantuk.
Sina pun izin kembali ke rumah dan mungkin akan mampir sebentar jika Eros sudah datang. Dengan Kia di dekapannya yang sudah tertidur, Sina pergi.
Ke mana Eros sebenarnya? Apa ia sadar bahwa hari ini ulang tahunnya dan berencana menggoda mereka? Atau ada operasi mendadak hingga tidak sempat menghubunginya lewat telepon rumah sakit?
Dilihatnya sekali lagi anak dengan pipi memerah yang kekenyangan di pelukannya. Dengan jemari telunjuk, Ursa telusuri batang hidung Musa, patut disyukuri satu bulan pertama hidup putranya tersebut tidak dihabiskan di dalam inkubator seperti Shua.
Tak ada masalah selama kehamilan Musa kecuali cegukan. Ia pikir kalimat 'berbeda kehamilan, berbeda juga pengalamannya' adalah mustahil bagi dirinya, ternyata tidak berlaku.
"Sehat terus ya, Dek. Pilek dikit sih nggak masalah, tapi jangan berat-berat sakitnya, ya?" gumamnya sebelum mencium dahi Musa.
Tak ada pergerakan, Musa sudah lelap dibuai mimpi. Maka, ia berdiri perlahan dan memasang radio monitoring sebelum mengendap menuju lantai satu.
"Belum ada kabar, Bu?" tanyanya.
"Belum nih, ke mana ya Eros?" setelah dua jam menunggu, kekhawatiran tak mampu lagi Ibu sembunyikan. Beberapa kali Ibu menggigit bibirnya dan terus menengok ke arah pintu masuk.
"Coba kita liat berita, seberapa macet hari ini?" ia mengambil ponselnya dan mulai mencari berita kemacetan.
"Ayah terjebak macet ya, Bunda?" Shua menyandarkan kepalanya ke bahu Ursa, ikut melihat ke layar ponsel.
Dibandingkan portal berita apalagi siaran berita di televisi, sosial media jauh lebih cepat. Maka, digulirnya linimasa Instagram menuju sebuah komunitas berita seputar Jakarta Selatan.
Senyum yang berusaha ia pasang untuk menenangkan Shua kini tak berguna. Bibir itu gemetar, tangannya sedingin es, dan pupil matanya menciut.
"Bu," panggilnya lirih, "aku keluar sebentar–"
Kalimatnya terhenti begitu mendengar suara ribut memanggil namanya dari halaman dan detik berikutnya Sina muncul di depan pintu dengan napas terengah dan wajah pucat pasi. Ponselnya masih di genggaman dan saking buru-burunya, Sina hanya mengenakan celana piyama dan bertelanjang dada.
"Aku liat," potong Ursa cepat.
"Ada apa?" Ibu tentu tahu bahwa yang Ursa dan Sina ketahui bukanlah kabar baik. Ibu tentu tahu bahwa kekhawatirannya malam ini berbeda dengan kekhawatiran di malam lainnya. Ibu tentu tahu bahwa firasatnya takkan salah.
"Ibu duduk dulu ya?" Ursa menuntun Ibu untuk duduk kembali, memegangi kedua tangannya sebelum berucap pelan, "Bu, ada kecelakaan beruntun di perempatan Lebak Bulus, ada banyak mobil, salah satunya mobil Mas Eros."
****
Kelanjutannya bisa kalian baca di KaryaKarsa: okkyarista
KAMU SEDANG MEMBACA
CANIS [END] √
عاطفيةSEKUEL URSA Janu Averroes Mahawira, M.D, FICS Namanya terdengar cerdas, wajahnya menunjukkan kebijaksanaan, dan tutur katanya menggambarkan keluasan pengetahuan. Namun begitu jam praktiknya selesai, Eros tak lebih dari pria pemalu, kikuk, dan manut...