Matanya melirik jam ketika pasien terakhir masuk ke ruang pemeriksaan di RS Siti Walidah di menit-menit terakhir jam praktiknya. Sepasang suami-istri pertengahan tiga puluhan duduk di kursi, si suami nampak sedikit kesal sementara si istri yang terdaftar sebagai pasien terlihat sedikit pucat sambil sesekali memejamkan matanya.
"Sore Bu Tia," sapa Eros.
"Istri saya kecelakaan motor satu minggu lalu, Dok," buka si suami tak sabar, "pas ke dokter enggak ada masalah, cuma lecet-lecet aja di lutut, Dok, tapi baru dua hari ini ngeluh kepalanya sakit banget sama kayak orang linglung diajak ngomong, apa ada cedera otak gitu, Dok?"
Untuk sesaat Eros ingin sekali menjawab bahwa ia spesialis tulang, bukan saraf, otak tidak menjadi urusannya, tetapi ia tetap mengangguk, harus memeriksanya dengan cepat dan menjelaskan dengan cara yang mudah.
Eros meminta pasiennya duduk di ranjang pemeriksaan. "Sewaktu kecelakaan, jatuhnya ke arah mana? Apa Ibu sempat jatuh duduk atau jatuh terlentang?"
Tia berusaha mengingat namun langsung mendesis sambil memegang kepalanya. "Kayaknya jatuh ke samping, Dok, lecet-lecet aja."
"Gimana kejadiannya?" Eros meraba leher pasien dan menemukan bekas kebiruan serta benjolan, tetapi bekas kebiruan tidak hanya terdapat di belakang leher, ada di sekitar leher, rahang pasien juga mengalami kebiruan. Dari sudut matanya Eros melirik si suami yang tak kunjung menjawab malah memelototi istrinya.
"Kebiasaan saya bawa motor laju, Dok, terus saya menghindar lubang dan motor saya oleng, jadinya jatuh berdua," jawabnya. "Enggak kenapa-kenapa istri saya, kan?"
"Ke kanan atau ke kiri jatuhnya, Pak?"
"Kanan, Dok,"
"Bapaknya nggak ngalamin hal yang sama kayak Ibu? Kayak leher kaku atau kepala sakit?" si suami menggeleng. "Maaf ya, Bu, saya lihat sebentar untuk memastikan Ibunya enggak ngalamin fraktur tulang belakang." Eros menyibak kaus pasien dan menarik napasnya perlahan.
"Itu bekas jatuh-jatuh kemarin juga, Dok, diurut jadi biru-biru."
Eros menurunkan kembali kaus pasien. "Kayaknya kita harus lihat tulang Ibu dengan x-ray untuk menentukan penyakitnya dan karena udah sore juga Ibu Bapak pasti sudah nunggu lama, jadi sementara saya periksa Ibu, Bapak silakan mengurusi administrasi dulu ya."
Si suami membuka matanya lebar-lebar sebelum izin pamit.
Eros menunggu hingga langkah si suami tak terdengar baru memeriksa kembali pasiennya, ia menekan pelan lebam di tubuh si pasien yang sebagian sudah mulai memudar sementara lainnya masih berwarna merah keunguan.
"Sebenarnya Ibu benar kecelakaan atau nggak?" tanya Eros.
Si istri nampak cemas sambil menunduk kemudian mengangguk pelan.
"Saya lihat banyak lebam lama yang mungkin lebih dari seminggu dan lebam baru yang seperti baru tadi sore kejadiannya. Leher Ibu nggak ada masalah besar, cuma otot yang robek dan bisa sembuh dalam beberapa hari atau minggu. Kalau memang Ibu benar kecelakaan, saya bisa sarankan obat pereda nyeri dan penyangga leher untuk stabilisasi sampai beberapa hari ke depan." Eros melihatnya, tanda-tandanya sangat jelas dan ia bisa merasakan ketakutan Tia sampai-sampai tak berani menatap mata suaminya atau dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CANIS [END] √
RomansaSEKUEL URSA Janu Averroes Mahawira, M.D, FICS Namanya terdengar cerdas, wajahnya menunjukkan kebijaksanaan, dan tutur katanya menggambarkan keluasan pengetahuan. Namun begitu jam praktiknya selesai, Eros tak lebih dari pria pemalu, kikuk, dan manut...