Roll Call

2.1K 511 155
                                    

Aku bangun dalam keadaan mental dan fisik berantakan. Di sofa bed RS, di bawah AC dengan ngantuk sisa mimpi buruk semalam...ditambah kenyataan buruk yang masih bikin resah.

Yok. Aku harus bisa mikir dengan benar supaya bisa ambil keputusan tepat. Apa kata Gio? Be guided by your values when making decisions. Value hidupku sudah jelas banget: gak berhubungan sama mantan. There are reasons why they're become our exes. Dan "kangen" itu bukan ditujukan untuk orang, hanya untuk memori. Aku anti banget mikirin mas-mas bekas pacar, setelah move on, ya move on. Aku hapus nomor telpon, unfollow, block kalau perlu. Orang komentar aku kejam, bodo amat. Satu-satunya kesalahan fatalku adalah nyimpen semua alamat e-mail mereka di grup yang sama: Was Important. Sok estetik banget, Kandi!! Arghhhh...

Secara gak sengaja dan amat sangat teledor, asisten baruku mengirimkan undangan pernikahan ke orang-orang yang harusnya gak kuundang, dua hari lalu. Hari Rabu dan Kamis kemarin, kuhabiskan dengan menyelesaikan kerjaanku dan bantu Mbak Indra merawat Indah.

Aku mau ngomelin diri sendiri pun rasanya gak ada waktu. Hari ini, adalah hari terakhirku ngantor sebelum besok mulai cuti h-7, dan entah gimana caranya, mesti bikin kelima lelaki itu cancel RSVP. Kalau bisa sebelum aku balik Salatiga untuk siap-siap akad nikah Jumat depan.

Mbak Indra masuk sambil menyenandungkan lagu K-Pop favoritnya, "Bebbbb Kandiii. Makasih loh lo mau nginep sini 3 malem. Sayang banget lo ya, ama anak gue...." Ia menyapa ceria. Padahal aku pulang ke RS biar pikiranku teralihkan sejenak. Maafkan aku, Kakak.

"Anak lo tidurnya ngorok, kayak bapak-bapak." Aku menjawab, bangkit dan beresin kasur.

"Emaaang! Dahsyat kan!" Lah Mbak Indra, kenapa bangga?
Indahnya sendiri, masih tidur cantik dengan boneka kesayangannya.

"Gue ngantor ya hari ini. Besok gue mau cuti soalnya..." Dengan lesu aku mengambil washbag dan pakaian ganti dari tas nginep.

"Mau ngapain lo cuti 7 hari?"

Mau hubungin mantan-mantan pacar supaya gak dateng ke kawinanku...
"Mau ke rumah Reina, mau ngurusin sewa baju pengantin, mau packing, mau ngurusin KK..."

"Ah, lo mah gak seru." Mbak Indra memotong, "Biasanya orang mau kawin tuh ada drama-dramanya apaaaaa gitu..."

"Makasih, lho, hidup gue didoain ada dramanya."

"Enggak! Lo tau sendiri kan, waktu gue.mau nikah dulu itu... Tau-tau gue diajakin pacaran sama artis lah, ditaksir boss lah, ampe orang yang nolak gue mendadak suka..." Mbak Indra menjelaskan, "Lo kok adem ayem banget sih! Sebel gue. Hidup lo lurus, laki lo walau agak creepy tapi baek, karir cemerlang..."

Ha. Gak tau aja Anda.
Hari ini aku berencana untuk nge-trace nomor-nomor mantan pacar menggunakan sarana kantor. Bukan satu doang, tapi semuaaaaaa mantanku dari jaman puber sampai masa kegelapan. Orang-orang yang berpotensi mengacaukan seluruh hal yang kuperjuangkan seumur hiduuuup...!
Mendadak migren.

***

Migren masih berlanjut sampai tengah hari. Rachel ada bimbingan skripsi, izin masuk setelah makan siang. Maka, waktu istirahat kugunakan untuk mengecek kembali nama-nama itu. Nama-nama yang sudah kusingkirkan dari hidupku!

Tenang, Kandi. Ayo siapkan catatan dan mulai dari nama pertama.

Orion Cahaya.
Aku menghela napas bahkan cuma membaca namanya. Namanya se-cheesy itu memang. Orion is the definition of young love--the firsts of everything. Cinta pertama, nge-date pertama, ciuman pertamaku... Dia adalah tipikal lelaki idaman anak SMA, pemain basket biasa-biasa saja yang dikeceng oleh siswi culun biasa sepertiku. Kami pacaran dan dekat selama masa sekolah, putus-nyambung dan berpikir kalau suatu hari bakalan jadi pasangan selamanya. But no. Dia kemudian jadi tim akhi-akhi tobat, yang menikah saat kuliah.
Kami dulu satu SMA, jadiii...aku bisa tanya nomornya ke Reina, sahabatku yang jauh lebih aktif di berbagai grup reunian.

Next.

Rizky Wibawa.
Aduh. Kalau ada orang yang ingin kuhapus dari kehidupanku, mungkin dia. Entah kenapa di awal-awal masa kuliah aku tergila-gila padanya. Karena dia suka sombong kayak Firaun, kayaknya aku bisa trace di Linkedin, tempat buat flexing terkamuflase. Dan nyebelinnya, dia tuh bahkan gak seganteng itu. Aku heran juga, apa sih yang bikin Kandi muda ini rabun total?

Selanjutnya.

Les Beauséjour.
Ah. Mantan kekasih pertama yang putusnya baik-baik dan normal, dengan alasan paling standar sekaligus paling nyesek: beda agama. Ketemu dia saat aku dapat summer class di Perancis. Sungguh upgrade yang jauuuuh naik dibanding si RW sebelumnya. Dia adalah lelaki romantis, manis, ganteng mirip Jake Gyllenhaal versi Perancis... He's FINE. Aku masih punya kontaknya di Skype.

Setelah itu...

Aldren Primadi.
Seniman nyentrik yang kini lagi jadi buah bibir. Banyak yang gak nyangka kalau dia pernah menjadi bagian dari kisah cintaku. Bayangin, aku yang kerjanya riset data dan dia yang kerjaannya pameran seni (dan pamer badan)...obrolan kami gak terlalu nyambung, jelas. Tapi apakah aku tertarik padanya? Tentu saja. Aku adalah bagian dari banyaaaaak perempuan yang naksir Ren, terbukti, dia sukses jadi model iklan sabun terseksi dalam 20 tahun terakhir. Ada banyak momen yang menjadi memori indah bersama Ren dan meskipun kayaknya aku pernah sukses bikin dia galau, dia masih bisa diajak bicara baik-baik. Hubungin Ren gampil. Dia masuk kategori selebritis, tinggal DM ke IG-nya aja.

Dan terakhir...

Tantra Yudha.
Lelaki satu ini adalah kesalahan terbesar dalam hidup, yang kusesali. Sedalam apapun rasa cintaku padanya, seberat apapun hari-hari yang kulewati setelah mengakhiri hubungan kami...aku gak mau mengulang cerita bersamanya. Dan...aku gak tahu blas gimana cara menghubungi dia sekarang.
Kecuali lewat e-mail. Karena dia menjawab bakalan datang ke kawinanku kan?

Lima nama. Lima lelaki. Lima cerita dalam hidupku. Saat ini nama mereka harus kutulis ulang di buku catatan, karena kesalahan kecil gak disengaja yang bisa berakibat fatal.

Pintuku terbuka, menampakkan Rachel yang terengah-engah masuk.

"Mbak Kandiii! Ya ampuun. Kok udah datang sih? Masih jam makan siang lho."

Aku menutup catatanku segera. Kaget banget, sumpah.
"Gak. Gak papa. Aku lagi gak lapar."

Rachel mengerutkan kening, "Kenapa Mbak? Kok mukanya pucat banget..."

Aku menggelengkan kepala buru-buru, "I'm fine."

Rachel menghampiri, "Kalau lagi gak enak badan, mending bilang aja sekarang sama aku deh, Mbak. Soalnya..."

Pintu kembali terbuka keras-keras. Aku nyaris memekik karena Gio yang muncul di sana. Masih pakai setelan rapi, dengan rambut sedikit berantakan, seperti habis perjalanan lama.

"Kandi, we need to talk. Now."
"Kamu...dari mana? Kamu ngapain di sini?"

Ekspresi wajah Gio sulit ditebak, sebelah tangannya mengepal, tanda jelas kalau dia lagi tegang.

"Keluar dari ruangan kamu sekarang." Nada dingin di suara Gio membuatku tersentak. Aku keluar dari mejaku dan berjalan ke arahnya.

Oh no. I'm doomed.

Ex CeteraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang