Orion - The Suspect of Unexpected

1.4K 456 105
                                    

Aku rasa, gak ada satupun orang yang dapat melupakan cinta pertama mereka. That's what happened with Orion.

Bukan momen "first love at the first sight" seperti di cerita romantis, aku membutuhkan waktu beberapa saat untuk menyadari kalau dia...cukup manis. Ternyata kelakuanku yang suka curi-curi pandang, disadarinya. Dan tanpa dugaan, seperti kebetulan yang terlalu indah, dia juga memiliki perasaan yang sama.

Sumpah, gak ada yang bisa menandingi rasa happy ketika ternyata dia sudah menunggu di depan gerbang rumah untuk jemput pergi sekolah, saat ia mengucapkan "I love you", dan kebanggaan gak beralasan ketika melihat Orion berjalan melewati kelas lalu melemparkan senyum.

Semua perasaan baru, momen-momen pertama yang membuat hari-hari terasa ceria dan penuh antisipasi: pertama kali pegangan tangan, jalan berdua, nge-date di bioskop pakai seragam sekolah, diantar pulang, dapat hadiah. Aku bahkan masih mengingat detik-detik ciuman pertamaku dengannya. Harus digali dalam-dalam, tapi masih utuh di memori.

Keajaiban cinta pertama yang polos, lugu, murni, apa adanya. Aku termasuk orang yang sangat beruntung karena cinta pertamaku adalah pacar pertamaku. Agak sedikit terlambat di usiaku yang sudah 16 tahun, tapi aku juga pubernya belakangan, jadi yaaa, I am grateful for it.

Orion bukan yang paling tampan di antara teman-teman geng gantengnya. Tapi dia bersinar seperti namanya yang dijadikan konstelasi yang memiliki dua bintang paling terang di langit malam. Orion ramah, charming, sopan, selalu bicara dengan baik dan lembut pada siapa saja. Hampir semua teman perempuan simpati pada Orion. Dia juga memiliki aura kepemimpinan non-destruktif yang menenangkan, gak seperti cowok-cowok SMA lainnya, yang di masa mudaku sangat sering berurusan dengan tawuran antar sekolah atau jadi anggota geng motor.

Not my Orion.

Dia biasa mengatakan semua yang ada di pikirannya dengan baik tanpa menyinggung orang lain. Dia bisa membuatku tersenyum, bahkan ketika aku harus remedial sendirian karena nilai akuntansiku paling jelek sekelas, dan dia gak malu plus gak malu-maluin saat harus ketemu keluargaku. Suatu hari dia datang ke nikahan salah satu sepupuku, dan semua orang setuju kalau Orion adalah pilihan sempurna untuk pacar masa muda.

Tapi di sisi lain, saat aku dan dia bertengkar, wah... Perang Puputan, deh. Sebagai orang yang diam-diam dominan, ia juga keras kepala sama sepertiku. Sama-sama muda dan egois, kami bisa diam dan menganggap satu sama lain gak ada, selama berminggu-minggu! Orion juga bukan pendengar yang baik saat dia sedang emosi. Maka kami akan berdebat lama, yang biasanya diakhiri dengan adegan klasik: aku membanting pintu mobilnya dan pulang sendiri.

I know. We've all been there, Ladies.

Tapi sejujurnya, aku akan selalu sayang sama Orion. Meskipun belasan tahun berlalu tanpa kami pernah ketemu lagi, aku paham perannya yang penting telah membentuk diriku jadi aku yang sekarang. Patah hatiku yang pertama, yang justru bukan saat kita putus beneran, tapi setelah kami bertengkar hebat untuk pertama kalinya, membuatku merasa sangat terluka... Sekaligus menjadikan aku orang yang lebih kuat, belajar untuk menekan ego, dan berusaha lebih baik setiap hari.

Hampir semua foto-fotoku di SMA, yang sudah tersimpan rapi di kotak di rumah orangtuaku di Salatiga, punya sosok Orion di tiap lembarnya. Tidak selalu bersebelahan seperti pasangan dimabuk cinta, tentunya. Kami gak pacaran terang-terangan yang bergandengan tangan, berpelukan, dan memanggil nama kesayangan seperti banyak teman. Tapi tahu kalau aku selalu bisa menelponnya di rumah pada sore hari, janjian jajan di kantin saat istirahat dan saling memandang dari jauh, atau bertukar catatan yang di halaman terakhirnya bertuliskan pesan-pesan manis... Buatku itu lebih dari cukup sebagai kenangan indah.

Alasan kami berpisah untuk terakhir kalinya, sebetulnya cukup konyol. Sebagai anak IPS yang cukup bodoh untuk urusan akuntansi, aku yang sudah frustasi terlibat pertengkaran dengan salah satu guru PPL yang sedang praktek mengajar. Aku lupa namanya siapa, tapi yang jelas, guru muda berkerudung yang memang belum sarjana itu juga sama frustasinya denganku. Aku sudah menjawab di depan kelas, dan berulang kali salah, dan masih juga gak mengerti dengan penjelasan beliau. Tapi di masa itu, banyak guru yang belum menerima kalau kadang-kadang kita bagus di satu mata pelajaran, tapi sangat payah di pelajaran lainnya. Anak yang pintarnya "rata" akan dapat lebih banyak apresiasi ketimbang mereka yang kelebihannya terfokus. Dan belum trend juga prinsip kalau cara mengajar, sama pentingnya dengan sikap orang yang diajarkan. Saat itu si guru bilang kalau, "Otak kamu memang bebal! Kalau gak bisa lihat angka, kamu gak akan bisa pakai logika! Sibuk pacaran, jangan nangis nanti kalau gagal ujian!"

Dan aku mengamuk. Untuk pertama dan terakhir kalinya, yang membuat banyak orang kaget, terutama Reina. Aku tahu aku bodoh, aku sudah mengakuinya, tapi aku gak terima dia menghinaku di depan kelas. Saat itu aku mungkin kemasukan setan dari pohon besar di tengah kompleks sekolah. Mungkin aku sudah lama menahan malu. Mungkin aku terlanjur lelah karena itu adalah kelas terakhir setelah jam pelajaran olahraga.

Jadi kuterjang guru muda itu, mendorongnya keras hingga terjatuh. Dan tanpa pikir panjang, kitarik kerudungnya hingga terlepas, siap untuk memukulnya dengan penuh kemarahan. Untungnya ditahan oleh salah satu teman sekelas, yang memang berbadan besar dan kuat.

Kami dipisahkan, dengan guru itu menangis histeris dan aku yang shock juga akibat kelakuanku yang gak terduga.

Tentu saja aku digiring ke ruang Kepala Sekolah saat itu juga. Teman-teman sekelasku dengan solidaritas tinggi bersaksi penuh pembelaan (walaupun jelas-jelas akulah yang pertama menyerang) dan memberikan alasan kenapa aku bisa tiba-tiba bertindak sejauh itu. Cerita ini segera populer, apalagi orangtuaku juga ikut dipanggil, tapi kemudian berakhir dengan Guru PPL mengundurkan diri dari praktek kerjanya.

Orion yang memang menentang kekerasan dan dibesarkan oleh pasangan guru, marah betul padaku. Kami berdebat suatu malam, dengan dia bersikeras kalau aku anak murid kurang ajar. Harga diri dan darah mudaku gak bisa menerima, jadi aku memintanya pergi dari hadapanku selamanya.

...so he did.
Awalnya kukira dia hanya akan menghindariku beberapa waktu, tapi dia beneran gak muncul lagi.

Prom night, perpisahan sekolah, hingga hari terakhir kami touring ke Tangkuban Perahu, Orion gak menampakkan batang hidungnya. Tak hanya padaku, tapi juga teman-teman dekatnya.

Sampai hari ini.

Orion berdiri di hadapanku, bersama Ibu Guru PPL itu di sampingnya, menggandeng tangannya, sebagai istrinya.

Ex CeteraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang