Ren itu...adalah representasi dari cowok gahar dengan hati penuh mawar. Kalau anak jaman now mungkin...mirip JK lah. Tubuh boleh penuh tato, tapi kelakuannya gemesin. Satu lagi mantanku yang agak mirip sama Reina, baik dari nama, tempat kuliah, jurusan...dan penampilan eksentriknya.
One thing for sure, he's so good looking. Semua orang akan menoleh dua kali saat Ren melintas. Ditambah dengan kepribadiannya yang hangat, ceria, supel dan selalu ingin membantu...yang naksir dia, tentu antre. Naturally flirty, selalu bersikap seperti gentleman dan menghargai nilai-nilai feminisme modern, Ren adalah magnet buat BANYAK BANGET cewek cantik.
Jadi dia gak beneran mau kok, nikah sama aku.
"Kenapa lo Ren?"
"Kenapa saya selalu ditolak sama perempuan, Ndi? Apa salah saya?"
Dan, dia dramatis, tentu saja.
"Saya ditolak kawin untuk ke beberapa kalinya sama perempuan ini, trus tau-tau kamu kirimin saya e-mail mau nikah sama lelaki ideal hasil survey majalah Cosmopolitan."
"Bacaan lo sekarang Cosmopolitan, Ren?" Aku gak bisa menahan senyum, membayangkan si kekar - gondrong - berotot - jembrosan ini baca majalah cewek.
"Intinya, saya patah hati. Sama Della. Lalu sama kamu. Dulu kamu saya ajakin nikah malah diputusin. Sekarang kamu nikahnya sama Indonesia's Hottest Bachelor of 2021. Della kemarin sudah mau, mendadak kemarin berubah pikiran. Ah. Sedih saya."
Dia kalau didiemin bisa 2 jam nih ngoceh beginian. Meskipun aku selalu suka dengerin Ren, aku perlu waktu lebih banyak buat skip basa-basi dan melanjutkan persiapan nikahan dan menghalau para mantan.
"Ren, jangan datang ke kawinan aku ya."
"Oh, kamu menghancurkan hati aku lagi Kandi. Untuk ke-375 kalinya. Sampai jumpa hari Sabtu ya. Bye."
Telepon ditutup. WTF?
Aku menelpon ulang nomornya. Di-reject. Aku chat. Dibaca tapi gak dibalas. Oh shit.
Aku berlari ke dalam rumah, mendapati Reina yang sedang tidur-tiduran di hammock yang baru dipasang Les di ruang tengah.
"Witch! Ren mau datang ke kawinan gue. Please help ngobrol sama dia, bujukin dia biar gak dateng..."
"Eh dia datang, lumayan lho, hiburan." Reina menjawab, nyengir lebar, "Social butterfly gitu. Selebriti. Seniman. Nge-host kawinan lo, gratis!"
Aku mengeplak lengan Reina, "Gak mau. Lo tau kenapa gue putus sama dia waktu itu. Kalau si Gio tau gue pernah jadi mantannya..."
Aku gak bisa meneruskan kata-kataku. MATI AKU.
Jadi gini. Gio itu...kagum sama Ren. Mungkin bukan cuma kagum, tapi ngefans. Lumayan akut, malah. Dia beberapa kali berniat pakai Ren untuk iklan beberapa perusahaannya. Tapi selalu ditolak sama tim branding dan marketing. Ya gimana, gak kebayang juga Ren ngiklanin smartcity. Atau internet security. Atau ekspor impor biji timah. At some point, Gio bahkan sempat kepikir mau jadi importir gym equipment, supaya bisa hire Ren jadi model iklan.
"Yang, kalau aku pakai tato banyak gini gimana?" Suatu hari dia memperlihatkan foto Ren di iklan Sigma, yang tentu saja umbar dada.
"Kamu takut sama jarum, lho, Gio." Aku mengingatkan. Sambil deg-deg'an.
"Kalau rambut aku gondrong gimana?" Gio bertanya lagi.
"Kamu bakalan lebih cantik dari Gianni." Aku menjawab jujur. Gio cakep, tapi fitur-fitur di wajahnya...memang lembut dan manis. Rambut berantakan, seksi. Rambut panjang, girly.
"He's so...manly gak sih, Yang? Kamu suka gak cowok-cowok gini? Gahar tapi ramah, nyeremin tapi lively. Katanya dia orangnya baik dan seru banget, lho." Gio bertanya, memandangi foto Ren dengan tatapan adoring yang agak sedikit horor. Gio, selama kukenal dia, selalu rapi, selalu dandy, mirip cowok-cowok KPop yang tetap paripurna walau sudah nari-nari heboh di konser. Aku bergidik membayangkan dia mendadak pengen ganti penampilan...jadi kayak Ren pula! Ren memang gitu sih. Men wants to be him. Women wants to be with him.
"Aku sukanya kamu aja, Gio."
Diskusi selesai seketika.
Jadi...kebayang gak kalau aku yang sudah mengisyaratkan gak suka cowok kaya Ren...trus ketauan PERNAH jadi pacarnya, bahkan pernah DILAMAR? Gio dan harga dirinya...kalau diusik-usik, bisa bikin masalah besar. Dan, apa kabar hoi, harga diriKU?
"Eh kenapa sih lo dulu udahan? I mean, selain karena lamaran dadakan." Reina menarikku duduk di hammock.
"Ya kita berdua gak cocok. Dia tuh...artsy, extrovert banget yang harus keluar ketemu orang tiap malam buat bersosialisasi, kepalanya isinya banyak dan gak ketebak, absurd, spontan yang aneh-aneh..."
"Tapi lo cocok sama gue." Reina menunjuk dirinya sendiri. Sadar kalau dia juga kelakuannya mirip Ren.
"I'm stuck with you, Witch. Gue gak bisa gak cocok sama lo, semua rahasia hidup gue ada di lo." Aku menjawab, memutar mata. Reina tertawa sepakat.
"Lo tau gue, Rei. Gue tuh hidup sukanya semua yang terprediksi. Gue lebih suka abis kerja pulang ke rumah, nonton TV, baca buku, diam berjam-jam di satu tempat gak ngomong pun gak masalah. Buat gue itu peaceful. Buat lo dan Ren, itu boring."
"True." Reina mengangguk, "Lo tuh temen gue paling ngebosenin dan cuma bisa seru kalau gue paksain ini itu."
"Kalau sama lo, gue bisa. Kita kenal udah lama banget. Waktu yang panjang dan pengalaman bikin kita berdua saling maklum. Tapi kalau buat pasangan hidup yang baru ketemu kemaren sore... Gak bisa gue. Ren ngomong mulu, gue pusing. Giliran gue ngomong, gak nyambung topiknya, karena waktu itu kerjaan kita beda, temennya beda, lingkungan hidup beda. Ren temennya banyak banget, gue gak inget dia cerita soal siapa yang mana. Plus, seniman satu itu beneran gak sadar kalau pikirannya dia gak sama kayak orang lain. Lo inget, gue pacaran ama Ren tuh cuma 4 bulan! Dan dia ngelamar gue buat kawin! Gila kan dia? Ngomongin visi misi hidup aja kagak pernah..."
"Jadi buat lo, ganteng akan selalu kalah sama nyambung ye?"
"Ya iyalah. Ganteng itu temporer. Sekarang, ganteng gak nyambung ya bisa ditolerir. Bisa menghibur diri secara fisik. Besok? Udah keriput, gak nyambung pula. Menderita dong masa tua gue nanti?"
"Dan ama Gio lo bisa?"
"Bisa. Gio tuh sukanya di rumah. Gak suka party. Dia mandiri. Kami sama-sama bisa baca buku sendiri-sendiri, duduk gak ngomong lama juga bisa. Yang dia lakukan buat hidup, gue ngerti. Dan sebaliknya. Diskusi bisa. Kalem-kaleman bisa. Diajak seru juga cocok."
Aku baru ngeh juga.
Reina terperangah, "Baru tau gue, karena gue pikir lo kawin ama dia demi duit doang."
Aku mengeplaknya serius, "Anjir. Gue hidup sendiri juga mampu, kali."
Aku tuh juga gak pernah berminat buat ngurusin harta bendanya Gio, sama sekali. Aku menolak hadiah mahal sejak awal kenal, dan meski ditawarin aku gak pernah minta apapun. Mau pakai perjanjian pranikah juga gak masalah. I try to 'humanize' Gio since day one: melepaskan dia dari semua atribut keduniawiannya, and he's actually not that bad at all. Banyak yang silau dan kena ilusi optik, ngeliat dia kayak dewa, karena dia Gio N. Untukku, dia adalah lelaki normal yang kusuka karena kami punya value yang sama, dan berusaha saling melengkapi. Kekurangan dia, ada. Tapi kekuranganku juga banyak.
"Kalau gitu, kita butuh cara gila buat bikin Ren gak datang ke kawinan lo. And I think I got this good idea."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ex Cetera
ChickLitNilakandi adalah seorang perempuan yang merasa hidupnya lengkap. Cantik, cerdas, punya karir menjanjikan dan calon suami yang sempurna, walau agak sedikit terlalu pencemburu. Sebuah kesalahan membuat asisten Kandi mengirimkan undangan pernikahan ke...