RW - Blackmailing Each Other

1.3K 387 26
                                    

"This is a bad idea, guys." Aku berbisik, yang disusul sama Les dan Reina memberiku gestur tutup mulut yang berbeda-beda.

"Stop delivering negativities, Kandi. We want this nasty idea to work." Les berbisik lebih pelan, tapi kali ini Reina mengangguk-angguk.

Kami ngumpet di kamar mandi luas, di salah satu apartemen mewah milik Gianni. Tempat yang cuma kulihat mupeng di AirBnB selama ini, trus pas cek harganya mendadak jiper. Kami sedang berusaha menjebak RW dengan cara paling ecek-ecek yang kupikir gak bakalan berhasil.

...tapi ternyata nyaris sukses.

Dimulai dengan akun Twitter: Reina bikin akun palsu ber-DP cewek random seksi (Scarjo tapi dibikin ala Asia di apps foto-fotoan gitu) dan profil yang menggoda. Habis itu follow akunnya RW, dan kirim DM hai-hai.

Gak sampai 10 menit, dibalas. Dan, ngeselinnya, balasannya langsung: "Full-time brp?" Pertanyaan yang sungguh sangat...anjay sekali, bukan? Ren dan Les aja kayaknya malu melihat ada oknum lelaki semacam RW.

Tanpa banyak cingcong, deal untuk ketemu malam ini juga. Sempat panik, akhirnya diputuskan untuk ketemuan di apartemennya Gianni. Bukan, bukan apartemen yang ditinggalin, tapi investasi. RW gak nego harga, mungkin dia udah kebelet pengen ketemu sama Scarjo jejadian kali ya. Pukul 22:30 janjian di lobby, Gianni yang nanti akan muncul, minta maaf udah pakai foto bohongan. Tentu saja RW akan memaafkan dengan hati legowo kalau yang munculnya Gianni.

Saat mereka naik, Gianni akan ajakin ngobrol soal "proyek", dengan CCTV merekam di hampir seluruh sudut ruangan. Ren mengawasi Gianni di lobby dan menunggu di luar apartemen. Sementara, aku-Reina-Les bersiap-siap menyergap, sembunyi di kamar mandi.

Saat ini, Gianni dan RW lagi ngobrol di depan pantry. Suaranya sih gak kedengaran, tapi kalau mau nyergap nanti, Gianni akan menelpon salah satu dari kami.

Tapi sudah hampir 30 menit mereka ngobrol, tanpa ada panggilan, dan kami bertiga mulai resah. Will it work? RW bukan tipe cowok yang bakalan ujug-ujug lompatin cewek, sih. Dia selalu berkilah gak suka kekerasan...tapi kami tahu dia penakut kalau berurusan dengan sesama lelaki. Plus, Gianni juga bisa menjaga diri, kayaknya.

"Gianni tuh kalau lagi lemah jiwa, bisa deh kayaknya, kemakan sepik-sepik-iblis si RW." Aku teringat masa-masa terkelamku saat pacaran sama si RW.

"Sssssht." Les mendelik.

"Heh? Maksud loooo?" Reina segera mudeng, walaupun dengan suara bisikan pelan.

"Kelamaan gak sih, mereka ngobrol doang? Gianni kayaknya masih bitter banget sama perceraiannya, dan RW nih jago bikin cewek yang lagi gundah merasa nyaman."

"Iyuh." Reina bergidik, tapi tampak berpikir-pikir.

"We have to get out." Aku bergerak, namun Les dan Reina segera menahan.

"Do you think something bad is happening?" Les mulai kelihatan khawatir.

"Stop. Not yet." Reina bersikeras, "Give her like 5 more minutes."

Aku melirik jam tanganku. Baik 5 menit yang akan sangat menyebalkan tentu saja. Aku khawatir sama Gianni. Gimanapun, dia adiknya Gio. Aku harus tanggung jawab.

Tapi kemudian, terdengar suara langkah menuju pintu keluar, disusul suara pintu dibuka, ditutup, dan ketukan di pintu kamar mandi. Reina membuka pintu secepat kilat.

Gianni berdiri di depan kami dengan senyum manis. "It's done."

"How come?"

"I got good news and bad news."

***

Sebagai seorang lelaki yang ingin jadi buaya, RW mengenali Gianni. Dia mungkin belum bisa main dan bergaul di lingkungan socialite, tapi dia cukup pintar untuk tahu siapa-siapa yang berpengaruh. Dan, tentunya RW sudah paham anggota keluarga Gio, mungkin dia langsung riset juga pas dapat undangan.

"Pas gue muncul di bawah, sebelum gue mengenalkan diri, dia udah mengenali gue. Pretty impressive, karena biasanya gak ada yang ngeh. Jadi gue yang sok-sok'an kenal dia juga: "Oh my God. You're RW!" Dilanjutkan dengan saling kaget dan impressed karena dia tahu tentang gue, dan gue tahu tentang dia."

Oh no. RW kayaknya paham deh kalau Gianni dalam kondisi sedih baru pisahan sama suaminya?

"He could be very charming, but you shouldn't give in, Gianni." Aku memotong, penuh kekhawatiran.

"I thought I got this, Kandi." Gianni meremas tanganku, "Jadi gue ajakin dia ke atas."

RW sadar, kalau aneh-aneh sama Gianni, itu bakalan mengancam hidupnya yang sudah mulus. Kalau dia risetnya benar, pasti tahu kalau Gianni adalah seorang perempuan kelas atas dari keluarga yang...bisa beli apa saja, berkuasa, dan adiknya Gio pula.

"Ngobrol normal?" Reina mengangkat alis gak percaya.

Gianni mengangguk, "I offered him a project."

"Trus?"

"Gue bilang bisa ngobrol sebentar, karena gue harus pergi ke nikahan Gio. Dia lalu cerita tentang lo. He said you were the one that got away. A very special woman, but now you're marrying Gio, it helps him get a great topic to talk with strangers."

Shit. Dasar lelaki oportunis. Aku sama sekali gak merasa tersentuh dibilang spesial. Not at all.

"Good news is, gue punya rekaman dia bluffing semua urusan negara. Gue tawarin project untuk film dewasa, perizinan dan semacamnya. Dia janji bisa bantuin, urusin, aku tahu beres, for a handsome price." Gianni meneruskan, "Bad news is, kalau dia selicik yang gue pikir, ada kemungkinan dia juga bakalan ngerekam gue balik. Gianni mau bisnis adult video di Indonesia, what a scandal."

"Oh no. Kenapa mesti lo bahas usaha adult video sih, Gianniiii?" Reina menepuk kepalanya.

"Karena gue bingung mau ngebahas apa sama dia. Gue baru sadar pas dia mau balik, tiba-tiba dia bilang, 'Next time, we'll have dinner. And I bet you won't say no.' And I was like, damn. He got me."

Kami diam sejenak. Aku, Reina dan Gianni, mikir. Les, bingung karena gak ngerti, tapi dia tahu diri.

"Wait. We have cameras. Like lots of it." Reina menunjuk kamera-kamera kecil di pojok-pojok ruangan.

"Yes."

"But he probably doesn't have your face." Aku ngeh juga, "CCTV ini rekam suara juga gak?"

Gianni menggelengkan kepala, "But I recorded it on my phone."

Good enough. Masih lebih bagus ketimbang cuma suara.

"So what's next?" Aku bertanya.

"Mungkin besok atau lusa, kita paksa dia untuk nggak datang ke kawinan lo, kita ancam kasih rekaman ke wartawan atau apalah. It should be easy."

"But it's risky. Dia bisa aja duluan masukin ke akun gosip atau de-ef." Reina menambahkan, "Kita harusnya gerebek dia mau mesum, bukannya urusan bisnis haram tingkat tinggi gini."

"Gak juga. Gue rasa, sepanjang kita bisa kasih lihat kalau itu emang RW, Komisi Etik DPR gak bakalan terlalu peduli siapa yang ajakin diskusi. Plus, Gianni sudah lama gak tinggal di Indonesia, dia gak tahu soal bisnis Adult Video, dan anggota dewan terhormat malah nawarin diri untuk bantuin. Pake nyebut angka untuk ngurusin perizinan." Aku menjentikkan tangan.

"Really?" Gianni tampak masih khawatir.

"Dan jangan khawatir, karena media di Indonesia udah benci banget sama oknum wakil rakyatnya sendiri. I believe Martriar will help a lot. We love taking down powerful jerks."

"That's good. Okay, that's good. Thanks." Gianni mengangguk.

"Can I have a question?" Les mengacungkan jari. Ya ampun. Lupa translate.

"Sure, sweetie." Gianni bersiap-siap ngomong panjang.

"Urm...where is Ren?"

OMG. IYA JUGA.

Ex CeteraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang