Orion - The Farmer

1.7K 464 90
                                    

Perjalanan menuju kota kelahiran dan tempatku tumbuh besar, selalu membawa berbagai memori yang menghangatkan hati. Setelah berdebat lumayan panjang, akhirnya kami berangkat jam 4 pagi, dan tiba di bagian selatan Bandung yang chaos karena wisata, saat matahari mulai menghangat.

Bandung Selatan adalah area untuk wisata alam yang populer. Gak seperti di kota yang menawarkan wisata urban (makan, nongkrong dan erm, selfie), daerah selatan memiliki alam yang masih lebih asri. Perkebunan teh, hutan pinus, pemandian air panas, area kemah, peternakan, perbukitan dengan kawah, danau, bahkan sungai untuk arung jeram.

"This is nice." Aku berkomentar, merasakan angin sejuk jam 8 pagi yang gak mungkin kualami di Jakarta.

"Lo tinggal di Bandung aja nanti, abis kawin." Reina menjawab. Kami harus parkir di lapangan parkir berbatu, lalu jalan kaki beberapa ratus meter melewati hutan pinus kecil, sebelum tiba di Perkebunan Organik milik Orion.

"Trus gue ngantor gimana?"
"Lah, bukannya lo resign?"

Sepertinya Gio cerita sama Reina soal "rencana" kami.

"Belum fix. Lihat nanti." Aku menjawab sambil mulai berjalan. Reina mengangkat alis.

"Lo tuh kebanyakan rahasia-rahasiaan ama Gio tau gak." Ia menyusulku tanpa usaha. Kakinya yang panjang sangat membantu.

"Masa?"
"Iya. Masalah ini sebenernya bisa beres kalau lo bilang aja ama dia. 'Asisten gue gak sengaja ngirim ke cowok-cowok. Can you please cancel the invitations?'. Dah. Kelar."

"Dia pasti bakalan nanya, 'Kenapa kamu masih simpan alamat-alamat e-mail mereka? Kamu masih suka ya? Siapa aja ini? Apa mereka masih penting buat kamu? Dibanding aku lebih penting siapa? Ganteng ya mereka? OMG Ren. Kamu ngebayangin Ren gak kalau kita lagi sama-sama?' And so on."

Reina ketawa. Dia tahu banget bagian Gio yang itu.

"Or, he'll just left me." Aku menambahkan ketakutan terbesar.

"That bad?" Reina gak percaya. Aku menoleh dan memberikan ekspresi ya-lo-pikir-aja-sih.

"Dia dulu mau kawin ama Melinda, inget gak? Dibatalin 3 hari sebelumnya. Melinda gak pernah muncul lagi di public sejak itu." Aku mengingatkan. Melinda adalah model/bintang film seangkatan Luna Maya dan Catherine Wilson, yang pernah jadi calon istri Gio. Dari riset yang kulakukan di awal-awal naksir dia, alasan pembatalan nikahannya adalah karena Melinda ternyata pernah foto seksi untuk majalah cowok. Pas kutanya Gio, dia cuma jawab, "Aku capek aja nanti kalau kawin sama dia, ketemu orang dan kepikiran, 'Have you seen my wife's sexy photos?'."
Alasannya itu. Gak mau capek jealous. Bayangin. Padahal ini Melinda yang kerjaannya memang foto-foto. Kerjaan.

Apa kabar aku yang ngundang mantan? Walau gak sengaja, aku kayak 100% yakin dia bakalan kabur segera, sejauh-jauhnya dariku.

"I never thought you'd love him that much." Reina nyengir.

"Well." Aku menghembuskan napas, "I love him enough."

"Sok cihuy lo."

***

20 menit jalan kaki, dan kami akhirnya tiba di depan gerbang kayu bertuliskan Orion Organic Farm. Wow. Kece. Seorang lelaki muda berdiri di sana, membawa tab dan menyapa ramah.

"Assalamualaikum, Kak! Sudah daftar via website? Boleh scan QR dulu di sini..."

Kami dengan patuh mengikuti instruksi, disusul dia memberikan gelang plastik dengan chip, keranjang dan tas rotan kecil berisi botol minum dan makanan ringan.
"Kita mulai jam 9, Kak. Tapi boleh kok masuk duluan sambil nungguin..." Ia membuka pagar.

"Kita teman SMA-nya Orion. Boleh gak ketemu dia dulu?" Reina menyela.

"Oh. Boleh... Langsung aja Kak, ke rumah kaca di pojokan situ. Beliau biasanya sedang siapkan beberapa hal untuk petik strawberry."

Bayangan Orion yang gaul sebagai petani, sebetulnya gak pernah sedikitpun terlintas dalam pikiranku. Di masa SMA, dia adalah lelaki bertubuh kurus langsing yang hobinya dengar discman dan main basket, bahkan beberapa kali jadi penyiar tamu di radio lokal. Petani, hidup dengan nilai Islam kental, di tempat terpencil? Waktu memang bisa mengubah segalanya.

Reina menggandengku ke rumah kaca, yang ternyata jauh lebih besar dari yang terlihat. Walaupun namanya rumah kaca, tapi sebetulnya ini adalah bangunan dengan rangka besi yang dilapisi plastik tebal transparan sebagai dinding dan atapnya. Saat masuk, udara menghangat seketika, dan perhatianku segera teralihkan pada berbagai jenis buah dan sayuran warna-warni yang tumbuh dalam barisan rapi.
So pretty.

Kedatangan kami mengundang perhatian dua sosok yang berdiri di tengah bangunan. Satu lelaki, satu lagi perempuan dengan pakaian tertutup, bahkan menggunakan cadar menutup wajahnya.

"Woi, Oyon, kan!" Reina melambaikan tangan, berseru barbar. Aku menyikutnya otomatis.

"WAH? Reina? MasyaAllah, assalamualaikum!" Si lelaki menjawab ceria, melangkah mendekat, sambil menggandeng tangan si istri.

"Yaelah, gue anak Yesus gini masih lo 'assalamualaikum'-in." Reina berseru, memutar mata, mengundang tawa.

"Masih emang?" Aku mengerutkan kening.
"Kadang. Kalau lagi suram, gue kadang inget Tuhan." Reina menjawab dengan cengiran lebar.
Dasar.

"Reina! Woooohhh. Gimana kabarnya?" Orion menghampiri. Dia...terlihat gak terlalu berubah. Meskipun jenggotnya menutupi leher dan dia memakai penutup kepala mirip peci, tapi...masih Orion.

"Baik. Gue bawa..." Reina mendorongku ke depan. Ah sial.
"Gue foto-foto dulu melon dulu yak. Bhaaay!"

"Assalamualaikum." Aku mengatupkan dua tangan di depan dada, dengan gugup. Aku pernah punya satu staff tipe akhi yang gak mau bersentuhan dengan lawan jenis, dan ini adalah cara yang paling baik untuk menyapa.

Orion memandangku lama, lalu menoleh pada wanita yang berdiri di sampingnya.
"Umi..." ia berkata, "Ini Nilakandi."

Aku tentu gak bisa melihat ekspresi istrinya lah yaaaa. Hanya matanya yang bergerak menatapku, lalu melirik suaminya. Dia bahkan gak bicara.

"Kami gak nyangka kamu bakalan datang ke sini, Ndi." Orion berkata, dengan nada lembut dan panggilan yang biasa ditujukannya padaku dulu, "Selamat datang ya."

"Erm, sebetulnya, gue ke sini mau... Ada salah paham. Jadi, gue mau meluruskan itu, sih."
Aku malah jadi salah tingkah kan.

"Memang sudah waktunya sih. Kami berdua, sudah lama sekali ingin ngobrol sama kamu, mengundang kamu ke sini juga, tapi... Yah, gak enak hati. Apalagi di grup segala macam kamu gak ada."

Aku mengangguk, meskipun agak bingung.
Apa maksudnya? Ini kan aku yang ada agenda ya.

"Soal salah paham... Sudah lama sekali. Akhirnya waktu mempertemukan. Semoga mulai sekarang kita semua bisa berteman baik lagi, kalau bisa malah jadi saudara ya."

Ummmm. Okeee. Ini, agak aneh. Tapi mereka cukup ramah, jadi kayaknya aku langsung aja kali ya?

Saat aku membuka mulut, tiba-tiba istrinya Orion melepas cadar di wajahnya, dan membuat hatiku mau copot.

Ex CeteraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang