Trip to The Past

1.4K 424 52
                                    

"Hah? Sekarang banget?" Reina menyusulku ke dalam kamar. Aku sebetulnya sudah bersiap-siap untuk pergi ke Salatiga. Jadi beberapa barangku telah terpacking rapi di koper. Sisanya tinggal barang-barang essential macam toiletries, sepatu dan gadget, serta beberapa pakaian untuk kupakai sebelum acara.

"Yes. Si Les udah mau stay di Jogja dulu sebelum ke rumah Ibu-Bapak. Gue minta ketemu dulu di sana."

Jawabanku cukup untuk membuat Reina membelalakkan mata.

"Ngapain dia ke rumah bokap nyokap lo, anjir?"

"Itu gue juga gak paham. Dia bilang, yang paling penting bukan resepsi tapi matrimony, jadi dia gak mau ke Bali, dia maunya ke Salatiga."

"Sarap Les." Reina terkekeh dan menuju ke ruang tengah, membereskan barang-barangnya.

Reina hampir selalu sepakat dengan spontanitas si bule ganteng-gendeng satu itu. Kami backpacking bertiga, dan keduanya sempat iseng banget punya ide dapat duit tambahan dengan mendadak jadi pemusik di salah satu bar di Jerman. Reina main gitar lagu-lagu kenangan, Les nyanyi pakai bahasa Prancis yang entah apa artinya, dan mereka dapat tambahan uang untuk beli makanan lebih banyak. Sementara aku cuma bisa melongo takjub setengah malu doang.

"Sebagai orang yang nyaris sama gilanya, lo pikir kenapa Les mau datang ke acara akad nikah gue?" Aku bertanya, setengah berteriak.

"In case you forget..." Reina melongokkan kepala berambut merah mudanya ke kamarku, "Les sangat mengapresiasi ritual-ritual keagamaan. Mungkin dia cuma pengen ada di waktu paling sakral?"

Masuk akal. Dia bukan mantan rese, bahkan lebih masuk kategori teman akrab bahkan bertahun-tahun setelah kami putus.

"Dia gak bakalan ujug-ujug bikin masalah kan?"

Sumpah. Aku gak bisa bayangkan kalau Les dan Gio ketemu. Jangan sampai. Please. Kalau sekedar Orion, okelah. RW...bisa diurus untuk diusir di hotel. Les? He's harmless, actually. Tapi kepolosannya akan bikin aku berada dalam masalah.

Kubayangkan dia menyalamiku dengan sapaan khas Prancisnya: peluk erat + cium pipi kanan + cium pipi kiri + cium pipi kanan...belum kalau kelepasan dan mengecup bibir... Di depan Gio!! Astaga. Jangan sampai!! Buru-buru kugelengkan kepalaku, mengusir bayangan horor yang mungkin saja kejadian.

"Enggak, sih, kayaknya. Menurut gue, dia mungkin bakalan bantuin lo. Lo tau lah dia. He's a cute bear."

Oh. Si nyentrik, polos, gemas, Les.

"Udah siap lo? Cabs sekarang kita."

"Lah, lo pikir gue se-hobo itu? Gue ada plan untuk nemenin lo di rumah Ibu-Bapak, tapi kebaya gue, koper gue, sepatu yang gue beli custom dari RadS demi lo...semua masih di mobil. Lo tuh emang ya bikin repot, segala buru-buru padahal kita bisa minta Gio cancel..."

Aku gak mempedulikan omelan Reina, sibuk sendiri membuka apps buat beli tiket pesawat. Sial. Mahal banget tiket pesawat sekarang!! I mean, come on, meskipun aku punya akses ke CC-nya Gio pun, aku selalu bayar sendiri untuk hal-hal yang masuk urusan pribadi. Dan aku pasti akan selalu bayarin Reina.

Lebih sial lagi: gak ada tiket.

"Rei, jangan pusing. Kayaknya kita mesti nyetir ke Jogja."

"WTF? Witch, you really have to drive alone for God's sake..."

***

Buat yang gak pernah... Jalan dari Jakarta ke Jogja, sebetulnya gak seromantis film Bang Nicsap - Tiga Hari Untuk Selamanya. Gak, kok, gak sampai 3 hari. Lewat jalan tol baru, sekitar 8-9 jam saja.

Ex CeteraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang