Wedding/Marriage Plan

2.4K 553 124
                                    

Pukul 19.20 dan aku masih menemani Rachel merapikan file. Memang banyak banget, aku gak berharap dia beresin semua di hari pertama. Tapi rupanya Rachel, di luar semua kelakuan khas Millenials-nya, ternyata cukup tangguh dan keras kepala mencoba menyelesaikan tugas.

"Kalau organize Gmail gimana Mbak? Ini di Inbox nilakandi@gmail.com kok penuh banget..." Ia bertanya dari balik PC-ku, sementara aku nge-save file-file kerjaan hari ini di laptop pribadi.

Erm, oke. Inbox pribadiku adalah tempat paliiiiiing berantakan di dunia. Isinya mulai dari spam, notifikasi, promo, surat pribadi, newsletter segala rupa, update ini-itu, semuanya ada.

"Itu...biarin aja deh. Aku belum ada waktu untuk unsubscribe dan bahkan untuk buka-buka sebagian besar. Selain itu, kamu bisa langsung buka Outlook untuk e-mail kantor yang isinya kerjaan."
Aku rada malu juga sih. Tapi ya udah lah ya. Toh besok-besok Rachel bakalan harus tahu semua-muanya tentang aku juga. Gak guna jaim-jaiman.

"Aku bisa sih masuk-masukin cepet ke folder-folder gitu. Biar inbox-nya 0. Tau cara cepetnya malah."

"Boleh... Tapi itu kayaknya gak masuk jobdesk kamu deh. Mostly urusan pribadi juga di inbox e-mail itu mah."

"Gak papa Mbak. Nanti aku beresin dan kategoriin juga biar enak liatnya." Anak muda penuh semangat.

"Thanks. Tapi besok aja. Udah jam segini. Kamu hari pertama kerja malah lembur... Beres-beres deh. Besok masuk pagi kan, disuruh Eliza."

"Ih Mbak Kandiiiii, perhatiaaaan bangeeet siiih..." Rachel berkomentar, ala-ala anak jaman now. "Gak papa. Nunggu macet sekalian, soalnya aku bawa mobil. Nanti aku balik jam...8an deh."

Mmmm. Baiklah.
"Aku udah harus balik, kamu gak papa sendiri?"
Gio gak suka kalau mesti nunggu. Kalau jemput pukul 19.30, dia bakalan sudah sampai di parkiran 5 menit sebelumnya.

"Mbak, mau nanya dulu sebelum pergi." Ia berkata, tepat saat aku memasang tasku di pundak.

"Ini file undangan nikahan?" Rachel bertanya, membuatku melangkah ke belakang kursinya. Monitor menampilkan QR Code dengan fotoku dan Gio.

"Oh. Iya."
Undangan digital buatan IT-nya Gio. Kalau diklik, dia akan mengarah ke landing page special yang kemudian mendaftarkan tamu, menjadwalkan penerbangan serta booking hotel. Walaupun akad akan diselenggarakan di mesjid dekat rumah orangtuaku di Salatiga, resepsinya di Bali.

"Sorry. Judul e-mailnya tadi Meeting Undangan soalnya. Kupikir kerjaan..." Rachel meringis.

"It's fine. Sekalian aja kamu kirim ke e-mail kamu, trus Scan QR."

"Wah? Serius, Mbak? Aku diundang?"

Kayaknya masih ada jatah sisa sekitar 8-9 undangan setelah keluarga besarku diundang semuanya. It will be a very private, yet big wedding. Big, karena undangannya hampir 1000 orang. Mostly, undangan Gio. Aku cuma mengundang atasan dan beberapa teman level manager. Tapi Rachel kan udah resmi jadi asistenku. She should be there.

"Aaaaaaa! Mbak! Bagus banget undangannyaaaa!" Ia memekik heboh, setelah buru-buru memotret QR di hp-nya.

Undangan digital yang super canggih, adalah salah satu requestnya Gio. QR Code yang dibuat untuk undangan resepsi hanya bisa dikirim dari e-mailku atau e-mailnya, difoto sekali saja oleh satu perangkat, dan mendaftarkan undangan (plus satu pendamping) untuk berbagai hal yang dibutuhkan. Nantinya, ia akan diidentifikasi dari QR Code yang sama, untuk ngprint boarding pass di bandara manapun di dunia, dan untuk check in di hotel tempat kami mengadakan acara.
Iya. Dibayarin semuanya untuk 3 hari dua malam. Dari Jumat sampai Minggu. Tax included. Undangan cuma perlu bawa diri doang, malah, karena kami juga memberikan penyewaan jas atau gaun gratis di lokasi.

Ex CeteraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang