Les - The Meet

1.3K 410 62
                                    

Senin, aku punya dua janji penting. Pertama adalah dengan Les, yang kekeuh mau berangkat ke Salatiga. Jadi pagi-pagi aku nyuruh dia untuk datang ke ViaVia tempat kami berencana sarapan. Lalu, sore hari aku aku akan ketemu dengan Gianni di Kayu Arum, resort tempat keluarga inti Gio akan menginap sebelum Akad Nikah. Gak terlalu jauh dari rumah kedua orangtuaku yang berada di kaki Gunung Merbabu dan hopefully gak terlalu 'ngampung' juga untuk mereka.

Aku harus pergi ke KUA hari Selasa untuk masukin berkas terakhir, persiapan dokumen, bayar-bayar ini itu. Rabu, aku rapat final sama WO kecil yang bantuin aku ngurusin dekor, katering, dan semacamnya. Kamis, aku kedatangan tamu keluarga Gio. Mami Gio dan keluarganya, akan tiba di Semarang hari Rabu malam. Mama Gio dan Triple-Bs datang Kamis pagi. Papi Gio dan Tante Cindy serta Cantik-Ceria datang Kamis malam.

Jumat aku jadi istri orang.

Gianni sebetulnya datang untuk "membantu" dari pihak keluarga Gio, tap justru bikin aku mulai stress. Belum lagi urusan sama RW yang belum selesai, Ren, dan...Tantra.

Cuma ada waktu beberapa hari untuk membereskan semua masalah dalam yang kemungkinan bakalan mengubah hidupku selamanya. Like, really. Aku beneran kangen hidup normalku yang membosankan sekarang.

Aku pengen marah sama asisten baruku, tapi dia juga...gak bisa disalahkan sepenuhnya.

"Rei, bangun." Aku mengguncang Reina yang setengah teler di atas meja. Dia membuka mata, tapi gak bergerak.

"Gue balik hostel, please. Masih jam 9 dan gue ngantuk banget..."

"Gak bisa. Lo gak bisa ninggalin gue berdua doang sama Les."

Reina mengerang dan kembali menutup mata. Gara-gara dia ketiduran di jalan, begitu kami sampai di hostel dia gak bisa tidur, tapi malah main sama teman-teman senimannya, baru pulang setelah matahari bersinar.

"Lo tidurnya nanti aja, di mobil nanti pas kita jalan ke Salatiga." Aku menambahkan, mendorong gelas berisi kopi ke depan kepalanya. Gak ngaruh. Malah ngorok pelan.

Bel pintu depan berbunyi, membuatku otomatis menoleh. Walau masih pagi, resto estetik ini sudah dipenuhi turis yang pada mau sarapan. Tapi kali ini, sosok yang kukenal berjalan masuk.

Masih ganteng, masih tinggi, walau kini lebih bulky, Les mengundang perhatian seisi resto. Mengenakan kaos dan cargo pants, dengan ransel dan boots jalan, rambut gelapnya berantakan melewati telinga dan jatuh di sekitar mata hijau. Ia mengedarkan pandangan, dan aku melambaikan tangan.

Ia menghampiri, melewati setengah restoran hanya dalam beberapa langkah, dan berdiri di hadapanku, yang masih duduk dengan senyum nervous.

Kami cuma bertatapan beberapa detik. It's been a long time. Tangan besarnya mengusap pipiku, membuatku teringat kalau aku sering kaget dengan kulit Les yang selalu terasa dingin.

"Long time no see, Kandi." Ia berkata, dengan suaranya yang sedikit serak.

"You too, Les." Aku mengambil tangannya dari pipiku dan menjabatnya dengan salaman formal.

Les tertawa keras, menarikku berdiri, ke pelukannya. Lengkap dengan 3x sun pipi. "Can't believe you're a bride!"

Aku mendorongnya duduk, sesopan yang kubisa. "Please don't come to my wedding."

"You invited me."

"Accidentally."

"I wanna be there and give you my prayers."

"You can't be there."

"Well, you can't stop me."

Kayaknya, semua cowok yang kusuka, rata-rata keras kepala dan ngotot. Gak pernah ada yang langsung: "Oke deh, sip!" trus nurut.

"Kandi, we're cool." Les menegaskan, "I promised we can be besties. Nobody knows we've had a thing before. Except this pinky weird woman. And I am so happy for you. Please let me be there. I can give you music in your reception, or do the dishes!"

Ah. Kan. Aku tuh paling gak bisa kalau ada orang yang bujukin. Gak bisa nolak. Kesel.

"Where's your girlfriend?" Aku bertanya, sementara Les membuka-buka menu.

"I have none." Ia menjawab, mengangkat bahu, "I am single, available, and ready to mingle in your beautiful wedding."

"Okay, then you can be Reina's plus-one."

"I know you still love me. Thank you, sweetie." Les menepukkan dua tangan besarnya ke kedua pipiku, tersenyum manis.

Dan kudengar suara pekikan keras di belakangku, disusul bunyi pecahan gelas yang pecah berantakan di lantai. Les melirik, Reina terbangun, aku menoleh...dan melihat Gianni berdiri memandangku dengan tatapan shock.

***

Gianni, mirip kakak satu-satunya, adalah seorang perempuan yang tegas, sedikit judes, dan punya aura keangkuhan yang sophisticated. Aku mendapati diriku mendadak gak bisa berkata-kata saat dia memandangku penuh amarah.

"How dare you." Adalah kata-kata yang akhirnya keluar...dengan anggun dari bibirnya.

"Lo denger dari bagian mana?" Reina bertanya, mengusap-usap mata.

"Everything!" Gianni memekik tertahan, "Dari mulai dia datang, kalian pelukan, ciuman, pembicaraan kalian soal nikahan besok..."

"Okay, it's not what you think it is..."

"He's my brother! Did he know you have an affair with this gorgeous, super hot, handsome guy?!" Gianni menyemprotku segera.

"Affair? Not at all." Les berdiri dan menaruh tangannya di bahu Gianni, menggiringnya duduk di kursi sebelahnya. Gianni, bingung tapi nurut.

"I'm Les. And you are..."

"Gianni. I'm Gio's sister."

"We are good friends. All of us. Me, Kandi, and Reina. We were backpacking together for weeks, in our younger days." Les berkata pelan dan tenang.

"Beneran?" Gianni mengerutkan kening.

Aku mengangguk.

"Gak sepenuhnya. Now, we're friends. Back then, they were dating. Dan si Kandi gak sengaja ngundang Les buat datang ke kawinan. Jadi sekarang Les disini." Reina memotong, membuatku mendelik.

"You can't lie to all people, girl." Reina menambahkan, lengkap dengan plototan yang membuatku menyerah.

"She's right. Les is my ex. But, we're friends now." Aku mengakui.

"I just wanna be there for my friend." Les menambahkan, "I promise, nothing is happening between us."

"Beneran?" Gianni menatapku lagi, membuatku buru-buru mengangguk. Lalu aku menceritakan soal e-mail gak sengaja yang kukirim ke mantan-mantan. Gianni menggelengkan kepala gak percaya, berkali-kali.

"That's the truth." Aku mengakhiri ceritaku.

"My brother will totally cancel the wedding." Gianni berkomentar, "If he knows."

Aku menjentikkan tanganku di depan Reina, "See? Makanya gue gak bisa cerita semua langsung ke Gio!"

"I didn't say I will help you on this!" Gianni menambahkan dan aku kembali tutup mulut.

"But you have to." Les tiba-tiba bersuara.

"Why would I?" Gianni mengerutkan kening.

"It's not 100% her fault."

"Kalau lo langsung bilang sama Gio di menit pertama lo sadar ngirimin e-mail ke mantan-mantan lo, then it's not 100% your fault. You can blame the assistant, you can even fire her right away, and Gio will get angry but only for hours. Tapi sekarang, dengan lo menyembunyikan semuanya dari Gio, dan bikin plan untuk ketemuan sama mereka... You dig your own grave."

Reina dengan menyebalkannya mengangkat tangan untuk high-five sama Gianni.

"I don't know what to do." Aku mengakui, agak putus asa dan Les refleks mengusap punggungku. Tentu segera kutepis. Dia emang gini nih, tangannya rajin.

"Ck." Gianni menghembuskan napas kesal, "I guess this is why I'm here for."

Ex CeteraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang