C

69 22 21
                                    


Selamat membaca
____________________

Rintikan hujan mulai turun membasahi bumi, malam semakin gelap angin berhembus kencang hingga menggugurkan dedaunan.

Suara gemuruh pun kian terdengar kilatan petir tak mau kalah ia juga menampakkan diri, Nathan masih tak bergeming dari tempatnya.

Bahkan posisi pemuda tersebut tidak berubah sendari tadi ia masih meringkuk di halaman belakang, membiarkan rintikan hujan mengguyur tubuhnya.

Arthan yang sendari tadi hanya diam di dalam kamar pun Langsung bergegas keluar perasaannya campur aduk tidak karuan.

Arthan melangkah menuju pintu halaman belakang.

"Si bodoh itu kenapa tidak berteduh sih" gumam Arthan setelah membuka pintu.

Perlahan ia mendekat dan berjongkok tepat di depan wajah Nathan yang begitu banyak luka lebam.

Arthan meringis saat melihat banyaknya luka pada wajah kembarannya Tersebut, bahkan di pipinya juga terdapat darah yang berasal dari sudut bibir.

"Bangun" ucap Arthan sembari mengguncang tubuh Nathan pelan.

Nathan tidak bergeming ia tetap diam dengan mata terpejam, hujan turun semakin deras membasahi tubuh Nathan dan Arthan.

"Bangun bodoh! kau bisa sakit!" Ucap Arthan dengan suara khasnya.

"Jika kau tidak mau bangun akan aku adukan kau pada Koko!" Sambung Arthan.

Suara gemuruh semakin terdengar jelas besarta kilatannya.

"NATHAN SURYA WARDANA, BANGUN SIALAN!" teriak Arthan keras berharap kembarannya tersebut akan membuka matanya.

Akan tetapi nihil, Arthan semakin frustasi tanpa pikir panjang lagi ia langsung mengangkat tubuh penuh luka tersebut ala bridal style memasuki rumah.

Untungnya Zidan dan Azkar tidak ada di rumah jika kedua kokonya ada mungkin ia tidak akan melakukan hal bodoh ini.

_____________

Di lain tempat Zidan menatap kaca restoran yang mulai mengembun udara cukup dingin malam ini apalagi rintikan hujan sendari tadi tak henti mengguyur bumi.

"Apa yang kau pikirkan?" Tanya Azkar  sembari menatap adiknya tersebut.

Mereka tidak sengaja bertemu di restoran dan terjebak karena hujan yang turun secara tiba-tiba.

"Tidak ada" sahut Zidan sembari menggeleng.

"Udara cukup dingin apakah anak itu akan baik-baik saja" batin Zidan.

Entah mengapa ia jadi teringat Nathan, mungkin saja anak itu sudah berteduh toh di halaman belakang ada pondok yang sering ia gunakan untuk bersantai.

"Aku sangat mengantuk, tapi kenapa hujannya tak kunjung reda" kesal Azkar sembari menatap datar kaca yang sudah buram tersebut.

______________

Arthan menatap wajah Nathan yang masih setia memejamkan matanya dengan lekat sepertinya Nathan tiada niatan untuk membuka mata indah tersebut.

Thanks For This PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang