Selamat membaca
___________________"TIDAK!!!!!"
Brak.
Pintu kamar terbuka dan menampilkan sosok Azkar yang mendobrak pintu kamar Arthan dengan paksa saat mendengar teriakan bocah tersebut tanpa pikir panjang ia langsung berlari menuju kamar Arthan.
Keringat dingin membanjiri tubuh Arthan, jantungnya berdegup dua kali lebih kencang, tubuhnya terasa sangat lemas, tenaganya terasa seperti terkuras habis.
"Hay, ada apa? Apa kau mimpi buruk lagi?" Tanya Azkar sembari duduk di samping Arthan.
Bukannya menjawab Arthan langsung loncat dari ranjang dan berlari keluar, Azkar yang bingung Langsung mengikuti pemuda tersebut.
"Arthan kau mau kemana?" Tanya Azkar dengan suara tinggi.
Arthan menghiraukan panggilan tersebut dan Langsung memasuki Kamar Nathan yang tidak terkunci.
Arthan melangkah pelan sembari terus menatap wajah Nathan yang terlelap damai, sudut bibirnya terangkat membentuk sebuah lengkungan, hatinya kembali menghangat, tanpa ia sadari air matanya terjatuh tanpa dapat ia cegah.
Perlahan tetapi pasti Arthan mendekat dan duduk di pinggiran ranjang, matanya sendiri tadi tak lepas dari wajah damai Nathan yang masih terlelap.
"Maaf" satu kata itu kembali Arthan ucapkan sembari memejamkan matanya.
"Hey, apa yang terjadi?" Tanya Azkar sembari mengusap punggung Arthan.
Arthan hanya menggeleng pelan dan berbalik menatap Azkar yang nampak khawatir, tanpa basa-basi Arthan langsung memeluk tubuh tegap Azkar dan kembali menangis.
"Sstt, udah Jangan nangis ada apa? Cerita sama Koko" ucap Azkar berusaha menenangkan adiknya yang kembali terisak.
"Aku ingin kembali tidur" ucap Arthan dengan suara serak.
____________
Matahari sudah menampakkan diri angin pagi berhembus perlahan menyapa kulit pucat Nathan.
Sudut bibirnya terangkat membentuk sebuah lengkungan kala mendengar suara kicauan burung yang sangat merdu, pagi yang cerah dan indah.
Nathan berbalik badan dan kembali memasuki kamar, tak lupa ia juga menutup pintu balkon, tanpa basa-basi ia langsung menyambar tas sekolah yang tergantung di belakang pintu kamar.
Seperti biasa tiada yang menyapanya bahkan sosoknya kembali terlupakan, Nathan menghela nafas panjang saat melihat kebersamaan para kokonya.
Mereka terlihat sangat bahagia tanpa kehadirannya, terkadang Nathan berpikir bahwa kehadirannya tidak di harapkan di rumah ini, terkadang ia juga berfikir untuk pergi jauh-jauh dari mereka.
Bisa saja Nathan pergi meninggalkan rumah tersebut, selain ia tidak mendapatkan perlakuan buruk dari mereka, ia juga mungkin akan mendapatkan ketenangan kembali dalam jiwanya.
Akan tetapi kata-kata Alno selalu muncul saat ia ingin melakukan hal bodoh tersebut.
"Hanya seorang pengecut yang lari ketika ada masalah" sederhana akan tetapi selalu berhasil menghentikan niat konyolnya.
Nathan kembali melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda, seperti biasa pemuda tersebut tidak lupa untuk berpamitan dengan para kokonya, walaupun mereka mengabaikannya.
"Aku pergi" ucapnya sembari melangkah tanpa repot-repot menunggu jawaban dari para kokonya.
"Nathan!" Suara keras Arthan terdengar, membuat Nathan mengurungkan niatnya untuk kembali melangkah.
Nathan berbalik dan tersenyum menatap kembarannya Tersebut "ada apa?" Tanya Nathan dengan suara lembutnya, suaranya memang lembut tanpa perlu di buat-buat.
Tanpa repot-repot menjawab pertanyaan Nathan yang tidak terlalu penting tersebut Arthan Langsung melemparkan kunci motor sport kebanggaan Nathan, yang ia bawa dari beberapa hari yang lalu.
"Jangan sampai kau pulang terlambat" suara dingin Azkar terdengar, ternyata laki-laki tersebut sudah berdiri tak jauh dari tempat Arthan berdiri.
Nathan hanya menunduk dan mengangguk, Zidan menatap lekat wajah Nathan dari balik tubuh tegap Azkar, bekas lukanya Sudah cukup menghilang, tapi wajah Nathan masih terlihat sangat pucat.
"Apa kau yakin akan pergi sekolah?" Suara berat Zidan terdengar membuat Nathan kembali mengangkat wajahnya.
Azkar menyingkir supaya Zidan dapat berhadapan langsung dengan Nathan, Azkar bingung kenapa Zidan berkata seperti itu biasanya ia akan selalu abai kepada Nathan entah apapun yang terjadi.
Arthan menatap wajah Zidan yang terlihat datar seperti tembok, selalu seperti itu tidak pernah berubah hanya wajah menyebalkan itu yang selalu Zidan tunjukkan bahkan Arthan sampai bosan melihatnya.
"Kau terlihat pucat" ucap Zidan sembari melangkah mendekati Nathan.
Azkar dan Arthan hanya menatap Keduanya tanpa minat membuka suara.
"Bawa ini dan jangan lupa di makan" ucap Zidan sembari menyodorkan sebuah kotak makan berwarna hijau.
"Ko, hari ini aku akan pulang sedikit terlambat" ucap Zidan sembari menoleh menatap Azkar yang hanya mengangguk sebagai jawaban.
"Art, ayo berangkat" ajak Zidan sembari menatap Arthan yang menatapnya dengan tatapan malas.
"Terimakasih ko" ucap Nathan sembari tersenyum manis Kepada kokonya.
"Sebenarnya sesederhana itu membuatnya tersenyum bahagia" batin Arthan.
Jangan lupa tinggalkan jejak setelah membaca 🌛
Jangan lupa tersenyum untuk hari ini.
See you ♥️
KAMU SEDANG MEMBACA
Thanks For This Pain
Short Story"jika kalian adalah lambang luka, maka aku adalah orang pertama yang selalu menyukainya" Nathan Surya Wardana. _______ Murni imajinasi sendiri!