I

50 9 3
                                    

Selamat membaca
___________________


Dor.
Dor.
Dor.

Suara tembakan terdengar sangat nyaring suara teriakan permohonan ampun terdengar jelas, tawa seorang pemuda sangat menggema.

Victor Agram pemuda yang menatap puas sepasang suami istri yang kini tergeletak tak bernyawa di hadapannya, darah berceceran di lantai, ruangan yang cukup minim cahaya tersebut menjadi saksi bisu akan perbuatan keji yang baru saja ia lakukan.

Derap langkah kaki terdengar menghentikan tawanya, Victor menoleh saat mendengar suara isakan kecil dari belakangnya dan benar saja Victor terkejut melihat Vernon yang kini menatapnya penuh dengan kekecewaan.

Tangan Vernon terkepal kuat, matanya menatap tajam Victor yang kini terdiam sembari menatap khawatir padanya.

"Puas?" Tanya Vernon terdengar sinis.

"Ver" tangan Victor terulur hendak menyentuh Vernon akan tetapi Vernon langsung menepisnya  dengan kasar.

"KENAPA KAU MELAKUKAN SEMUA INI VICTOR! APA SALAH ORANG TUA KU PADAMU SIALAN!" teriaknya sembari menunduk, tubuhnya bergetar hebat karena tangisnya yang cukup kuat.

Victor melangkah dan memeluk tubuh Vernon yang bergetar, air matanya tidak dapat ia cegah, ia tidak tahu jika targetnya kali ini adalah orang tua Vernon.

"Ver, maaf" ucap Victor sembari mempererat pelukannya, semakin Vernon memberontak semakin erat pula pelukan Victor padanya.

"Kenapa? Kenapa vic? Kenapa kau hancurkan hidup ku" Vernon berhenti memberontak, akan tetapi tangisnya semakin pecah.

"Maaf"

"Aku tidak butuh kata maaf mu, bunuh aku sialan! Aku sudah tidak memiliki alasan untuk tetap hidup!"

Victor mempererat pelukannya air matanya mengalir tanpa henti, hatinya bergemuruh berapi api, ia marah pada dirinya sendiri, ia benci suara tangis Vernon.

Tubuh Vernon melemas bahkan suara isakannya tidak lagi terdengar, Victor melonggarkan pelukannya dan menatap wajah Vernon yang basah, pemuda tersebut sudah memejamkan matanya.

"Vernon bangun" ucap Victor sembari menepuk pipi Vernon akan tetapi tiada sahutan dari pemuda tersebut.
Tanpa pikir panjang Victor mengangkat tubuh Vernon ala bridal style seranya pergi dari rumah tersebut.

_________

Seperti hari-hari libur sebelumnya Nathan sendari tadi hanya duduk di balkon kamarnya sembari membaca buku, sebenarnya cukup membosankan akan tetapi ia lebih bosan di marahi oleh para kokonya.

Nathan mendongak menatap langit yang nampak begitu cerah, angin berhembus dengan semestinya, bahkan mentari pun tak mau kalah, kini ia sudah berada tepat di atas kepala.

Tok.
Tok.
Tok.

Nathan mengerutkan keningnya siapa yang datang menemuinya?.

"Masuk" ucapnya.

Pintu kamar Nathan terbuka dan menampilkan sosok Arthan yang menatapnya dengan wajah datar khasnya.

Nathan tersenyum menatap kembarannya Tersebut. " Ada apa ko?" Tanya Nathan.

"Sedang apa kau di situ?" Seperti kebiasaannya bukanya menjawab pertanyaan Nathan, Arthan malah berbalik bertanya.

"Apa lagi tugas ku, selain belajar" sahut Nathan, masih dengan senyuman manis yang tidak pernah luntur saat berbicara kepada para kokonya.

"Kau tidak bosan?" Tanya Arthan sembari membaringkan tubuhnya di atas kasur king size milik Nathan tanpa permisi.

"Tidak" Sahut Nathan cepat.

"Taruh lah buku mu itu, dan temui aku di halaman belakang" ucap Arthan sembari beranjak dari kasur Tersebut.

"Ingat aku tidak suka menunggu!" Peringatnya sebelum menutup pintu kamar Nathan.

Nathan segera mengembalikan bukunya ke tempat semula dan segera beranjak dari kamar, ia tidak mau membuat Arthan menunggu.

Rumah nampak begitu sepi, Azkar dan Zidan sedang bepergian ke luar kota hingga beberapa hari dan ia tinggal berdua di rumah besar ini bersama Arthan.

Setelah sampai di halaman belakang, Nathan langsung menghampiri Arthan yang duduk di atas pondok kecil buatan Zidan.

Zidan memang sangat pandai, bahkan tidak jarang pemuda tersebut membuat sesuatu yang unik, seperti lukisan, meja dan kursi ukir hingga makanan yang beragam.

"Duduklah, temani aku menonton film" ucap Arthan sembari mengambil roti bakar kesukaannya.

Nathan hanya menurut saja dan duduk di samping Arthan sembari tersenyum entahlah hatinya terasa sangat senang karena hal yang bisa di bilang sangat sepele.

Arthan melirik Nathan yang fokus pada layar laptopnya, sepertinya pemuda tersebut sangat menghayati film yang ia tonton.

"Makanlah, aku tahu kau belum makan dari kemarin" ucap Arthan walaupun nadanya masih terdengar sangat dingin, tetapi sudah membuat Nathan sangat bahagia.

"Terimakasih ko" ucapnya girang.

"Kau jangan memakan roti bakar ku sialan!" Seru Arthan sembari menarik kembali roti bakar yang berada di tangan Nathan.

Nathan meringis ia lupa jika kembarannya Tersebut pecinta roti bakar dan akan mengamuk jika ada yang berani mengambilnya.

"Kau boleh makan apa saja, asalkan jangan makanan kesukaan ku ini" ucap Arthan sembari menyembunyikan roti bakar tersebut di balik tubuhnya.

"Iya ko, maaf"

Arthan segera mengambil roti tawar yang berada di depannya.

"Kau makan ini saja" Arthan menyodorkan roti tawar yang masih berada dalam kemasannya tersebut.

"Kenapa Koko sangat menyukai roti bakar?" Tanya Nathan sembari melirik Arthan yang kembali fokus pada layar laptopnya, jujur ia sangat penasaran.

"Sewaktu aku kecil, Koko Zidan selalu membuatkan Ku roti bakar dan entahlah sejak saat itu juga aku sangat menyukai roti bakar" sahutnya sembari tersenyum menatap layar laptopnya.

Nathan mengangguk mengerti, memang sewaktu kecil Arthan selalu bersama dengan Zidan sedangkan Nathan selalu bersama dengan Alno.

Bahkan sangking dekatnya ia dengan Alno, ia tidur sekamar dengan laki-laki tersebut dan waktu itu ia melihat Alno pulang dengan tubuh penuh dengan luka.

Saat Nathan hendak menemuinya dan bertanya apa yang terjadi, ia malah melihat Alno yang loncat dari balkon lantai tiga.

Dan sejak saat itulah mereka semua menyalakan  Nathan atas kematian Alno , mereka semua berfikir Nathan lah yang mendorong tubuh Alno hingga ia terjatuh dan kepalanya terbentur batu.








Jangan lupa tinggalkan jejak setelah membaca 🌛

🌕😁

See you ♥️

Thanks For This PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang