Selamat membaca
________________Azkar menghela nafas panjang sembari menatap Zidan yang juga menatapnya.
"Sudah ko, jangan terlalu banyak berfikir, kita berdoa saja semoga pihak rumah sakit bisa segera mendapatkan donor jantung untuk Nathan" sahut Zidan sembari menggenggam erat tangan Azkar yang terbebas dari selang infus.
"Keadaannya sudah membaik kan?" Tanya Azkar dengan tatapan penuh harap.
"Keadaannya sudah membaik ko, kata dokter Zain keadaannya sudah lebih baik dari sebelumnya, tapi ia tidak sekuat dulu" sahut Zidan sembari menunduk.
Bayangan akan permohonan ampun Nathan terlintas jelas dalam ingatannya, jeritan dan suara rintihan sakit itu kian menggema dalam Indra pendengarannya.
Sejahat itu kan Zidan dulu? Mengapa ia baru menyadarinya? Mengapa penyesalan itu Hadir di ia hampir kehilangan adik bungsunya.
"Sejahat itukah kita dulu?" Gumam Azkar sembari mengepalkan tangannya kuat-kuat.
Azkar marah pada dirinya sendiri, ia merasa tidak pantas menjadi Koko untuk Nathan, ia tidak lebih dari seorang bajingan yang selalu menyiksa dan mengusik ketenangan adiknya.
"Aku serasa tidak berguna menjadi seorang kakak untuk kalian" lanjut Azkar sembari menunduk lebih dalam.
"Koko berkata apa sih, Koko adalah kakak yang paling hebat yang pernah ada, Zidan mohon jangan berkata seperti itu lagi" pinta Zidan sembari mengusap punggung tangan Azkar.
Ceklek.
Zidan dan Azkar menoleh menatap pintu kamar rawat inap dan mereka bisa melihat dengan jelas lelaki yang masih mengenakan jas kebanggaan kedokterannya itu.
Tak lupa sebuah senyuman hangat yang menghiasi wajah tampan sang dokter.
"Ada apa?" Tanya Azkar.
"Bagaimana keadaan anda?" Tanya Zain tanpa melunturkan senyumannya.
"Seperti yang kau lihat" sahut Azkar acuh.
"Ada yang ingin aku sampaikan" ucap Zain serius.
"Katakanlah" titah Zidan, ia tidak ingin terlalu banyak basa-basi yang tidak penting karena itu hanya akan buang-buang waktu, bagi Zidan waktu adalah uang.
"Kita sudah mendapatkan donor jantung untuk Nathan"
Kedua sudut bibir Azkar dan Zidan terangkat setelah mendengar kabar yang sangat-sangat mereka nantikan tersebut.
"Kau serius?" Seru Azkar dan Zain hanya tersenyum sembari mengangguk.
"Syukurlah" seru Azkar dan Zidan bersamaan.
"Harusnya kau tidak perlu membahayakan nyawamu sendiri seperti kemarin" ucap Zain sembari mendekati nakas.
"Ya, kau tidak tahu apa yang aku rasakan sialan, aku terlalu panik aku takut jika Nathan akan pergi meninggalkan ku untuk selamanya" crocos Azkar.
"Tetapi kemungkinannya hanya 80%" sahut Zain sembari menoleh menatap Azkar yang juga sedikit mendongak menatapnya.
"80%?" Gumam Zidan.
"Iya 80%, dan aku tidak bisa menjamin bahwa setelah Nathan melakukan operasi itu ia masih bisa beraktivitas seperti biasa, karena setelah operasi itu di lakukan sebagian sel-sel dalam tubuh tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya lagi" jelas Zain.
Perlahan senyuman keduanya pun luntur ia kira setelah operasi itu Nathan akan bisa sehat seperti semula akan tetapi semua itu hanya angan-angan semata.
"Apa tidak ada cara lain?" Tanya Azkar dengan suara yang kian mengecil.
"Ada, kalian jangan khawatir, kita akan melakukan terapi rutin agar Nathan bisa beraktivitas seperti biasanya kembali, karena kalian tau sendiri bukan tidak ada sesuatu yang mudah, dan segala permasalahan pasti ada jalan keluarnya "
"Sepertinya cukup itu yang bisa aku sampaikan kepada kalian, aku harus kembali bekerja, Jangan lupa di makan dan di minum obatnya tuan" sambung Zain sembari tersenyum ramah.
"Periksalah keadaan adik ku!" Seru Zidan dengan suara sedikit lebih keras.
"Tanpa kau minta" sahut Zain yang sudah keluar dari ruangan tersebut.
________
"Ko, apa yang kau lakukan di situ?" Tanya Nathan.
"Aku hanya menatap bayangan ku sendiri, menggemaskan" sahut Arthan sembari menatap Nathan yang terlihat bingung.
"Ah sudahlah jangan kau pikirkan kata-kata tidak bermutu ku tadi, Sekarang kau istirahat, kau harus tidur siang agar tubuh stamina mu kembali seperti semula" ucap Arthan sembari melangkah mendekati breanker Nathan.
"Aku tidak bisa tidur ko" sahut Nathan sembari mendongak menatap wajah Arthan yang sangat-sangat mirip dengannya.
"Aku tahu kau cape, kau jalan dari lantai atas sampai di taman bawah pasti kakimu terasa sangat sakit, iya kan? Jujur saja aku sendiri juga Herman bagaimana bisa kita punya Koko yang bego seperti Koko Zidan? Apa matanya buta? Ia tidak melihat keadaan adiknya itu seperti apa? Bisa-bisanya orang sakit di suruh jalan kaki, aku sampai kehabisan mikir" celoteh Arthan.
Nathan tersenyum menatap wajah kesal Arthan, ia merasa senang karena ia masih bisa bernafas hingga saat ini dan masih bisa melihat kokonya yang peduli padanya.
"Sudahlah ko, aku baik-baik saja" sahut Nathan sembari tersenyum.
"Senyum terus ya adiknya Koko" ucap Arthan sembari mengusap rambut Nathan dengan sayang.
Pandangannya mulai buram ia tidak bisa melihat wajah Nathan dengan jelas tanpa permisi butiran bening kembali menetes dari kedua matanya.
"Koko kenapa menangis?" Tanya Nathan panik.
"Aku tidak apa-apa, sehat selalu ya adiknya Koko" sahut Arthan sembari tersenyum dan memeluk tubuh Nathan yang terasa panas.
"Aku ga akan sanggup kehilangan mu, aku tidak akan sanggup hidup tanpamu, dirimu adalah sebagian dari jiwaku, ku mohon bertahanlah, kau pasti bisa, kau pasti sembuh, kau adalah Nathan yang kuat" batin Arthan sembari mempererat pelukannya.
Jangan lupa tinggalkan jejak setelah membaca 🌛
Mas bulan kembali hadir di jam istirahat kalian 🌛
KAMU SEDANG MEMBACA
Thanks For This Pain
Short Story"jika kalian adalah lambang luka, maka aku adalah orang pertama yang selalu menyukainya" Nathan Surya Wardana. _______ Murni imajinasi sendiri!