S

53 6 0
                                    

Selamat membaca____________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selamat membaca
____________

Zain menatap lekat wajah Nathan yang terlihat pucat, pemuda tersebut belum membuka matanya tapi keringat dingin sendari tadi muncul membasahi tubuhnya.

Zain menghela nafas panjang sembari mengusap rambut Nathan yang nampak basah, Zain beralih menatap pintu ruangan yang di buka oleh Zidan.

Zidan tersenyum menatap Zain, perlahan ia mendekat dan menatap wajah Nathan hatinya terasa ngilu sendiri melihat keadaan Nathan yang seperti ini terbaring lemah tak berdaya dengan berbagai kabel penopong kehidupan di tubuhnya.

"Bagaimana keadaannya?" Tanya Zidan.

"Masih seperti sebelumnya tuan" sahut Zain sembari menatap Zidan.

Zidan menghela nafas panjang sembari mengusap wajahnya yang nampak lelah.

"Tolong lakukan yang terbaik untuknya" pinta Zidan.

"Pasti tuan, Nathan adalah anak yang kuat" sahut Zain sembari beralih menatap Nathan.

"saya permisi" pamit Zain yang di angguki oleh Zidan.

Zidan menarik kursi di samping breanker Nathan, matanya masih terus menatap Nathan yang terbaring tak sadarkan diri.

Zidan meraih tissue di atas nakas dan langsung mengelap keringat yang mengalir di pelipis Nathan.

"Apa yang terjadi di alam bawah sadar sana? Kenapa kau berkeringat, kau bermain dan kelelahan ya?" Monolog Zidan.

"Nathan masih marah ya sama Koko? Bangun dong sayang jangan siksa Koko seperti ini" ucap Zidan sembari mengusap punggung tangan Nathan.

"Koko minta maaf ya, selama ini Koko tidak pernah memperhatikan mu, Koko jahat ya?" Lanjut Zidan sembari menempelkan tangan Nathan pada pipinya.

__________

"Sialan! Aku baru jadi Nathan sehari saja sudah tidak mengenakan, kenapa bocah itu terlalu patuh pada perintah guru, ck menyebalkan" kesal Arthan sembari terus melangkah menyusuri trotoar jalan yang sepi.

"Pulang sekolah jalan kaki ternyata cape juga ya tapi kenapa Nathan bisa?" Monolog Arthan.

Segerombolan anak sekolah yang nongkrong di pinggir lapangan basket tersebut, menatap Arthan yang berjalan dengan kaki menendang udara.

"Seperti biasa?" Tanaya Mei.

"Lakukan seperti biasa, kita lihat apakah Nathan sudah bisa melawan" Ucap Chiko dengan nada remeh.

Thanks For This PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang