N

56 6 0
                                    

Selamat membaca
___________________


"Ya, aku bangun untukmu" gumam Arthan sembari mempererat pelukannya pada guling.

Nathan yang mendengar itu hanya menoleh menatap Arthan yang masih terlelap dalam tidurnya, bahkan pemuda tersebut terlihat sangat menikmati mimpi indahnya, indah seperti wajahnya yang nampak begitu damai.

"Koko mimpi apa?" Tanaya Nathan entah pada siapa.

Nathan mengamati wajah Arthan cukup lama, ia kembali fokus pada buku bacaan yang berada di tangannya, ia harus kembali belajar karena besok ada ulangan harian seperti sebelumnya.

Walaupun Nathan sangat cerdas bahkan semua dewan guru mengakuinya tetapi bagi para kokonya kecerdasan Nathan Belum ada apa-apanya ia masih terlalu bodoh untuk standar para kokonya.

Namun Nathan selalu berusaha menjadi yang terbaik untuk bisa membuat para Kokonya bangga memilikinya sebagaimana ia bangga dengan para kokonya.

"Sudah malam segeralah tidur" suara berat Zidan terdengar menghentikan kegiatan Nathan.

Nathan menoleh menatap Zidan yang berdiri di ambang pintu sembari bersedekap dada memandang datar dirinya seperti biasa, tidak ada yang berubah semua masih sama, hanya perlakuan mereka yang mulai melunak.

Nathan tersenyum dan mengangguk tanpa minat menjawab, Zidan menatap Arthan yang masih tertidur pulas di atas kasur king size Milik Nathan helaan nafas panjang terdengar Zidan langsung melangkah mendekati Arthan yang sangat nyaman memejamkan matanya.

"Pindah lah ke kamar mu sendiri" ucap Zidan sembari mengguncang pelan lengan Arthan yang masih memeluk erat guling kesayangan Nathan.

"Hmmm" sahut Arthan tanpa minat membuka matanya.

"Art pindah lah ke kamar mu " ulang Zidan.

"Hmmm"

Zidan berdecak kesal kenapa adiknya yang satu ini Sulit sekali untuk di bangunkan jika sudah mendapatkan kedamaian dalam tidurnya.

Tangan Zidan terulur untuk mengusap rambut Arthan yang terlihat basah karena keringat padahal Kamar Nathan tidak terlalu panas.

"Apa kau bermimpi lagi?" Batin Zidan.

"Ko, biarkan saja Koko Arthan tidur di sini" ucap Nathan sembari tersenyum menatap Zidan yang juga menatapnya.

"Ya sudah, segeralah tidur" setelah mengatakan itu Zidan langsung melangkah keluar dari kamar Nathan.

_________

"Mereka target kita selanjutnya"

Victor mendongak menatap wajah Virza- ayahnya, yang baru saja melemparkan beberapa lembar potret kehidupan seorang laki-laki yang nampak sangat berwibawa dan tidak asing baginya tapi entah siapa ia lupa dan tidak memingngatnya.

"Alihkan perhatian mereka dan ayah akan urus sisanya" lanjut laki-laki paruh baya tersebut sembari berjalan mondar-mandir di depan jendela transparan, yang menampilkan pemandangan kota yang indah.

Victor yang duduk di sofa solo tersebut terpaksa mengambil beberapa lembar foto yang ada di hadapanya.

Di pandangi lembar demi lembar foto tersebut otaknya masih terus berfikir mengingat sosok laki-laki dalam potret tersebut.

Ia tidak mau kejadian yang dulu terulang kembali, ia tidak mau menanggung resiko besar lagi karena memenuhi keinginan ayahnya yang tidak pernah terpenuhi tersebut.

Sudah cukup keluarga Vernon yang ia habisi ia tidak mau ada korban selanjutnya lagi, ia akan berusaha untuk mencari alasan seranya menolak permintaan ayahnya tersebut.

"Ayah sudah pasang mata-mata di sana, jam dua belas tepat kita akan bertemu di gedung tua lagi" setelah mengatakan itu Virza berjalan menjauh dari Victor dan keluar dari ruangan tersebut.

Brak.

Victor menendang meja di hadapannya dengan kesal, bahkan foto yang berada dalam genggaman tangannya sudah lusuh tak berbentuk lagi karena remasan tangan Victor yang terlalu kuat.

Victor mengacak rambut frustasi bahkan wajahnya nampak memerah menahan marah, tangannya terkepal kuat, Dadanya naik turun karena emosi yang kian memuncak.

"Aaargh" teriak Victor ia merasa tidak berdaya ia di perlakukan layaknya Boneka oleh orang tuanya sendiri, ia kesal ia marah, ia ingin pergi sejauh mungkin dari orang tuanya tersebut.

Tetapi mau sejauh apapun Victor pergi orang tuanya pasti selalu berhasil menemukannya ia benci, ia benci dengan kehidupannya yang sangat menyedihkan ini, ia tidak bisa bebas seperti remaja pada umumnya.

Butiran bening kembali menetes bersamaan dengan suara isakan kecil yang sudah tidak dapat ia tahan lagi, lampu ruangan tiba-tiba mati tubuh Victor merosot ke lantai, tubuhnya tergetar hebat karena tangisnya yang semakin kuat, ia membenci hidupnya sendiri, jika saja bunuh diri tidak dosa mungkin dari dulu ia sudah mengakhiri hidupnya sebelum semua kejadian ini terjadi.

Bayang-bayang senyuman manis Vernon terlintas dalam pikirannya, kedua sudut bibirnya terangkat membentuk sebuah lengkungan Victor tersenyum miris mengingat kenangannya manis bersama Vernon.

"Oke, tidak perlu basa-basi bangsat jadi kedatangan ku kemari bukan membahas tentang pertunangan kita tapi, aku ingin memperkenalkan pacar ku yang tampan ini padamu" ucap Vernon panjang lebar hanya dengan satu tarikan nafas.

"Kau bunga cantik yang tidak pernah layu" gumam Victor sembari tersenyum walaupun air matanya Belum mau berhenti menetes.

Hatinya terlalu sakit untuk mengingat semua kenangan indah bersama Vernon.










Jangan lupa tinggalkan jejak setelah membaca 🌞

See you ♥️


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Thanks For This PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang