XXV. KARAM

1.3K 312 241
                                    

Bulir air mengalir lembut dari pucuk daun yang tersapu angin. Titik-titik embun mengaburkan pandangan, menurunkan derajat atmosfir di kota Bandung.

Beriringan dengan kicauan burung pipit di pagi yang masih beliau. Tahu-tahu terdengar jeritan bel dan ucapan salam dari seseorang.

Benarkah dia?
Benarkah dia datang ke rumahku?

Denyut jantung Chika merusuh, ketika bergerak menuju sumber suara. Waktu tangkai pintu itu ditarik, tampaklah sesosok pemuda jangkung dengan seragam batik, berbalut jaket kulit hitam tengah berdiri membelakangi dirinya.

Mas Aran!

Si pemilik nama berbalik dan mengasongkan sebatang cokelat. Mau berangkat bareng? Hanya itu yang terlontar dari mulut manisnya.

Chika menerima pemberian kakak kelasnya. Gadis itu menyambar tas di ruang tamu, kemudian mengikuti langkah Aran menuju motornya yang terparkir di pekarangan rumah.

Di tengah jalan, Chika yang tak ingin mengulangi kesalahan. Refleks, menjatuhkan pelukannya dari pinggang Aran. Namun, diluar dugaan. Pemuda itu justru menarik tangan Chika lalu menggenggamnya di dekat perut, sembari terus menyetir dengan satu tangan.

Terlalu awal, jadi di sekolah hanya ada mereka dan beberapa petugas. Rupanya, Aran sengaja berangkat sedini mungkin. Agar tidak ada murid lain yang mengetahui kebersamaannya dengan Chika.

Pemuda itu tidak menyangka. Jika kini, dia mulai mengagumi cara Chika menyapa satpam saat melangkahi gerbang. Dialek dan tutur bahasa yang sopan ketika membeli jajanan di kantin. Serta gestur tubuhnya yang berjongkok dan memberi makan anak kucing yang mereka temui di halaman sekolah.

Rasanya tidak berlebihan, jika Aran menyebut Chika sebagai sosok yang nyaris mendekati kesempurnaan dari segi fisik.

Yang cantik akan kalah dengan yang manis, tetapi gadis itu justru memiliki keduanya. Seperti Tuhan memang mempersiapkannya indah sejak lahir. Terlebih, gummy smile-nya yang tampak lembar kala dia tersenyum.

Serupa bulan merah yang terbit di tengah pekatnya malam. Tatapan sayup Chika terus merasuk ke dalam dada Aran sebagai kunang-kunang. Begitu anggun rupa dan perilakunya. Yang lembut hati serta tutur katanya.

⭐⭐⭐⭐⭐

Bah, ini ada kopi dan goreng dari umi.”

Pukul tujuh malam, Badrun menghampiri sang ayah yang berjaga di depan rumah Chika sembari menyerah makanan di tangannya.

Eh, mau kemana? Raja menahan Badrun yang menyeret tangga lipat dari belakang pos jaga.

Badrun mau mastiin keadaan Chika, dia beneran di dalam apa engga.”

Kan bisa di telepon, Nak.”

Masih centang satu.”

Tunggu-tunggu!Sang ayah masih menahannya.

Badrun menoleh menentang tangan sang ayah yang mencengkeram lengannya. Kenapa, Bah? Abah sendiri kan, yang nyuruh Badrun buat mantau Chika, karena Abah tau, Chika sering keluyuran tengah malam.

Iya, tapi bukan kagak gini caranya. Kamu lihat empat mobil dinas itu? Badrun mengedarkan pandangannya ke arah garasi dekat kolam renang dan pria di depannya itu kembali melanjutkan, Pak Jenderal lagi kedatangan tamu dari satuan khusus. Kalo kamu ngecek sekarang, kamu pasti dikira yang tidak-tidak dan mereka bakal meringkus kamu.”

RAHASIA CHIKA (Chikara, Fiora, Vikuy) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang