.
.
.Acara berlangsung hingga tengah malam.
Setelah melihat suaminya beranjak pergi ditengah acara, Hong Minhwa bernafas lega dan ikut pamit. Menitipkan kelangsungan acara kepada seorang kasim junior yang berkinerja cekatan dan juga kepercayaan dayang Jang. Dan beranjak mengistirahatkan diri.
Menyentuh perutnya yang akhir-akhir ini agak kembung dan mual, dia merasa perlu mengisinya dengan beberapa makanan agar tidak asam lambung, namun setelah mencicipi salah satu menu dia tidak memiliki nafsu makan lagi. Melihat hamparan jenis makanan dari ringan hingga berat pun dia sudah bisa merasakan tenggorokan yang asam, Hong Minhwa memilih untuk segera tidur dan mengakhiri bulan penuh derita ini.
Setidaknya ada hari libur setelah menyelesaikan bulan sialnya ini, hari libur yang sudah dia rencanakan untuk diisi dengan beberapa hal menarik yang sudah dinantikannya sebelum menyambut kegiatan pembelajaran yang ketat lagi.
.
."Mama, ayo segera bersiap. Bukankah Anda bilang ingin melihat telur burung yang menetas? Kita belum pernah melihatnya kan, karena dulu halaman dan pohon rumah anda selalu dirawat oleh budak." Yedam datang dengan baskom air dan kain bersih untuk membasuh wajah. Wajahnya berseri-seri, nadanya melambung dan merendah girang, seperti anak kecil yang akan diajak melihat festival untuk pertama kalinya.
Menaruh baskom di lantai samping kasur dengan jarak aman, Yedam menyelipkan kain ke dalam air dan memerasnya hingga kelembapan tepat, lalu menyodorkannya kepada sang majikan.
"Kasim Pi bilang, sudah ada satu telur yang menetas dan menyisakan dua lainnya, kemungkinan satu jam lagi satu telur lain akan ikut menetas." Yedam kembali mengungkit telur itu.
Hong Minhwa yang baru diseret dari alam mimpi beberapa saat yang lalu hanya merasakan seluruh tubuhnya tidak nyaman. Udara sejuk pagi tidak bisa ditahan oleh teknologi rumah zaman ini, mau semewah apapun rumah tersebut, jadi dia merasa menggigil tidak jelas. Pandangannya redup, perut kosongnya mual, dan kalimat beruntun dari gadis disampingnya membuat kepala yang pening menjadi semakin berdenyut.
Telur sialan. Yedam, gadis bodoh ini perlu dia sumpal mulutnya.
Orang waras mana yang membahas telur di pagi buta saat matahari saja masih tidur begini.
Hong Minhwa hanya melirik kain basah tadi dan mencubit rongga diantara alisnya. "Yedam-ah, aku akan tidur lebih lama. Kau urus saja telur itu sendiri, ya?" Dan hendak kembali berbaring.
"Tapi, Mama, anda juga punya jadwal bersama Saeja Jeoha pagi ini, bukankah Anda ingin memberikan hadiah itu?"
Hadiah?
Benar juga, setelah menerima puluhan hadiah dari para pejabat, mana mungkin seorang suami tidak menerima hadiah dari istrinya?
Hong Minhwa kembali duduk, mengambil kain basah dan membasuh wajahnya, memikirkan hadiah tersebut yang sukses membuat pening kepalanya bertambah parah.
Dia memang sudah berjanji untuk sarapan bersama pagi ini dengan Yi Jeon, lalu memberikan hadiah yang seharusnya diberikan oleh seorang istri kepada sebelum acara perayaan dilakukan. Lelaki itu pun tidak masalah dengan keterlambatan ini.
Yang menjadi masalah adalah bahwa dia tidak menyiapkan hal apapun. Lebih tepatnya dia lupa setelah mengurusi sekian banyaknya acara pada pengalaman pertama ini.
Tidak ada hadiah, jadi apa yang harus diberi?
Tak lama kemudian pakaian mulia pagi ini telah menutupi tubuhnya, jeogori biru langit dengan corak emas, dan chima abu-abu gelap merekah. Hong Minhwa hanya merasa bahwa entah tubuhnya sedang benar-benar kelelahan atau pakaian kali ini memang bertambah berat.
KAMU SEDANG MEMBACA
BECOME WIFE OF MALE LEAD (LADY HWAYOUNG)
RomanceBerpindah tubuh. Bahwa sebuah dunia dalam fiksi online bisa menjadi kenyataan. Dan dia benar-benar masuk kedalam dunia tersebut, menjadi Hong Minhwa. Siapa Hong Minhwa? Apa karakter ini adalah protagonis? Tentu bukan, kehidupan penuh perjuangan tid...