.
.
.Yi Jeon berlari.
Terus berlari, sekuat tenaga. Melewati banyak halaman dan taman luas, tanpa mempedulikan penampilannya yang semerawut.
Butiran keringat membasahi sisi wajah dan lehernya. Jaryungpo* yang tersampir kesana-kemari. Ikseonkwan* terangkat diatas dahi. Dan bahkan sabuk gioknya ikut terguncang di setiap langkah kaki yang gesit. Dia berlari seolah menginjak pisau di bawah kakinya.
(*Jaryungpo = jubah kerajaan)
(*Ikseonkwan = topi kerajaan)Rombongan pelayan yang banyak tertinggal jauh di belakang bernasib tak jauh lebih baik. Beberapa Kasim berulang kali memungut topi yang terguling angin. Beberapa dayang sibuk menahan rok yang hendak terangkat.
Akan tetapi semuanya tidak ada yang bersuara. Ekspresi mereka memancarkan rasa risau dan antisipasi hal buruk seakan kiamat terjadi besok.
Karena beberapa menit yang lalu Kasim Pi datang menghampiri sang putra mahkota, yang baru menjauh dari selir Jung, dengan bersimbah air mata.
. . .
"Jeoha, gawat sekali! Seseon Mama... Sesuatu terjadi pada Seseon Mama!" Kasim Pi yang datang dengan nafas tersengal-sengal tersungkur begitu saja di depan kaki sang keagungan.
Wajahnya sungguh panik. Berderai air mata.
Yi Jeon terhenyak seketika. Dadanya langsung pengap bagai tertimbun batu besar. Wajahnya yang semula dingin mencair dan tertegun cukup lama, tubuhnya pun mematung kaku.
Seseon...
Yi Jeon bagai tersihir dan membatu.
Untunglah Kasim Yoon sigap, "katakan dengan jelas! Ada apa dengan Seseon Mama?! Kenapa kau kemari bukannya membantu Bin-gung Mama?!" Dan bertanya setelah sebuah tamparan melayang menyadarkan pemuda yang di didiknya seperti anak sendiri tersebut.
Kasim Pi tidak menyalahkan sang ayah baptis. Dia masih bersimbah tangis, "dayang Jang telah memanggil seluruh tabib yang ada di rumah sakit kerajaan, jadi hamba memutuskan untuk segera memberitahu Jeoha!" Lalu menatap sang keagungan lagi, kini dengan wajah berat dia mengucapkan kalimat pahit.
"Jeoha, Seseon Mama... Seseon Mama sedang kritis!"
. . .
"Jeoha, mohon pelankan langkah anda! Anda bisa terjatuh!"
Kasim Yoon berteriak jauh di belakang. Tubuh tua yang semula bisa berjalan tegak lurus itu telah terseok-seok demi mengejar langkah majikannya.
Namun Yi Jeon jelas tidak peduli.
Mendekati halaman putri mahkota, dia mendengar suara ramai orang berbincang serius. Tepat sampai di sana, dia melihat sumber keramaian tersebut.
Banyak tabib dan perawat, senior maupun tidak. Mereka berdiskusi mengelilingi sebuah buku, mengumpulkan banyak jenis herbal, menyiapkan hal-hal lain, dan banyak pula barang pribadi putra kecilnya yang dibawa sana-sini. Selain pelayan dan penjaga yang bertugas mengawasi di pintu paviliun, seluruh insan yang ada tidak berdiam diri.
Jika dilain situasi mereka akan segera membungkuk dalam hormat, saat ini dayang termuda pun hanya akan menunduk singkat ketika melihat dan melewatinya.
Dan Yi Jeon tidak peduli. Matanya hanya tertuju pada pintu paviliun yang sibuk menelan dan memuntahkan banyak tabib berseragam biru maupun merah di sana.
Langkah yang berlari ringan tadi memberat ke bumi begitu saja diatas halaman ini.
Langkah beratnya terseok-seok bergerak maju perlahan, mendekati paviliun sang istri yang dulu damai. Tidak, bukan dulu, itu baru kemarin. Kemarin halaman ini masih nyaman sejuk yang khas, namun kini kenyamanan itu hilang dengan situasi ramai.
KAMU SEDANG MEMBACA
BECOME WIFE OF MALE LEAD (LADY HWAYOUNG)
RomansaBerpindah tubuh. Bahwa sebuah dunia dalam fiksi online bisa menjadi kenyataan. Dan dia benar-benar masuk kedalam dunia tersebut, menjadi Hong Minhwa. Siapa Hong Minhwa? Apa karakter ini adalah protagonis? Tentu bukan, kehidupan penuh perjuangan tid...