.
.
."Saeja, apa kau merasa menyesal?"
Raja Yeonjom berdiri didepan putranya yang masih bersujud di halaman utama istana luas ini. Menatap wajah yang sudah pucat itu tanpa rasa kehangatan seorang ayah sedikitpun. Membuat hati siapapun dingin, sedingin salju yang masih turun.
Yi Jeon bersujud dengan kokoh, seperti batu karang yang tidak goyah sedikitpun setelah dihempas ombak ratusan kali. Hawa dingin tidak mempengaruhi ketegasan mata dan hatinya. Dia bertekad.
"Aku tidak menyesal, Abamama." Sebuah jawaban dari suara gemetar dingin terdengar sangat tegas tanpa rasa ragu sedikitpun.
Raja Yeonjom merasa amarahnya kembali memuncak, membuat kepalanya panas meski terhembus hawa dingin. "Anak nakal! Aku sudah menyuruhmu bersujud disini selama satu jam untuk membuat kepalamu dingin. Pikirkan baik-baik, untuk apa kau keluar tengah malam? Tidak ada gunanya! Untuk apa kau melihat rakyat? Apa kau bisa menghukum para pejabat yang korupsi? Apa kau bisa mengeluarkan harta secara cuma-cuma untuk membuat mereka kenyang?!"
"Kalau bisa, lalu apa?! Apa kau bisa terus memberi makan mereka yang terbiasa membuka mulut dan menangis bilang kelaparan? Berapa lama? Selamanya?! Apa kau ingin membela rakyat yang tidak menerima aturan pejabat dengan memberi mereka pasukan?! Kenapa tidak sekalian saja kau bunuh semua menteri?! Apa kau masih tidak mengerti?!"
Raja Yeonjom menarik nafas berat karena jengkel.
Yi Jeon masih ingin menjawab dengan hati teguhnya, namun dia juga tahu jika kondisi sang ayah telah mencapai puncak kesabarannya. Jadi dia hanya terdiam, tidak menjawab apapun.
Raja Yeonjom juga mengerti arti dari sikap putranya ini, sifat keras kepala yang entah diturunkan dari mana itu kembali muncul.
"Kau--"
"Jeonha! Jeonha!"
Kasim Koo yang berlari tergesa-gesa dari belakang menghentikan perdebatan mereka.
"Ada apa?!" Raja Yeonjom menepis lengan jubah kerajaannya menahan geram.
Kasim Koo berhenti diantara keduanya, mengatur nafas sejenak, "Jeonha, ada berita dari istana timur!" Dia melirik sang putra mahkota yang seketika mengangkat kepala kaget, melanjutkan, "katanya Bin-gung Mama mengalami persalinan dini!"
"Apa?!" Raja Yeonjom melupakan amarahnya dan hanya mengkhawatirkan kelahiran cucunya itu.
Persalinan lebih awal tidak pernah berjalan baik dimana pun terjadi. Menantikan kelahiran cucu ini, dia juga mengingat hal penting yang pokok, seperti tanggal jatuh temponya.
"Bukankah tanggal jatuh temponya masih sekitar dua minggu lagi? Kenapa tiba-tiba seperti ini?!" Raja Yeonjom masih bertanya dengan kepala dingin.
Kasim Koo menjawab, "hamba hanya dikabarkan jika persalinan sedang berjalan di istana timur, kasim pembawa berita tidak sempat mengatakan apa-apa lagi, Jeonha."
Di tanah, Yi Jeon terlihat linglung.
Putri mahkotanya akan melahirkan. Istrinya akan melahirkan anak pertama mereka. Aga akan segera lahir ke dunia. Dia harusnya senang, tapi rasa tegang dan sesak takut kehilangan melanda jantungnya, memenuhi seluruh area dadanya.
Benar, kenapa cepat sekali? Apa terjadi sesuatu? Sudah lusinan hari dia tidak menerima sapaan dari Aga yang pintar. Hanya menerima kabarnya dari kasim Yoon, bahkan belum sempat menanyakan apakah akhir waktu kehamilan ini berat kepada wanitanya itu.
Tanpa memedulikan pandangan aneh dua insan didepannya, Yi Jeon bangkit dari tanah bersalju dengan kaki dan tubuh gemetar kaku kedinginan. Tidak ada pelayan yang bisa menemaninya selama dihukum sujud ini atas perintah sang ayah. Jadi dia kembali berdiri tegar dengan tubuh lurus sendiri, meski terlihat pucat dan lemah, tekad kuat hatinya sangat mampu untuk menopang kelemahan tubuh.
![](https://img.wattpad.com/cover/319100537-288-k344794.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
BECOME WIFE OF MALE LEAD (LADY HWAYOUNG)
RandomBerpindah tubuh. Bahwa sebuah dunia dalam fiksi online bisa menjadi kenyataan. Dan dia benar-benar masuk kedalam dunia tersebut, menjadi Hong Minhwa. Siapa Hong Minhwa? Apa karakter ini adalah protagonis? Tentu bukan, kehidupan penuh perjuangan tid...