.
.
."Hah... Hah... Hah..."
Seorang remaja berusia sekitar tujuh belas tahun dengan pakaian putra bangsawan berlari dengan sekuat tenaga, seolah nyawanya akan berhenti jika melambatkan langkah kakinya barang sejenak pun.
Di tengah jalanan pasar rakyat bersama sinar bulan purnama, dia terus berlari dengan tergesa-gesa. Untunglah tubuh tingginya menghasilkan kaki panjang yang mampu melangkah lebar dan gesit, melewati jalanan, melompati rintangan, dan membawa sang empunya menuju jalanan yang semakin sepi dihuni.
Di belakangnya, beberapa lelaki berjubah hitam hampir di seluruh tubuh mengejar dengan pedang bersarung di tangan mereka masing-masing. Langkah mereka tenang terorganisir. Meski berlari berpencar tak beraturan, segera mereka mendapat kembali posisi strategisnya.
Remaja berbaju putra bangsawan tersebut berhenti begitu melihat satu-satunya jalan dihalangi oleh dinding setinggi tiga meter, yaitu perbatasan antara daerah.
"Sial!" Umpatan spontan keluar dari mulutnya. Keringat sudah bercucuran, matanya berkilat panik. Sibuk memikirkan cara memperpanjang hidupnya.
Para lelaki berjubah hitam yang mengejar juga ikut berhenti, melihat tembok itu puas. Salah seorang yang berdiri paling depan perlahan berjalan mendekati si remaja, sambil menarik pedang dari sarungnya.
"Larilah, biar kulihat sampai mana kau bisa berlari? Dasar pengkhianat!"
Remaja itu seolah melupakan rasa takut akan kematian begitu kata pengkhianat tertuju kepadanya, "aku tidak pernah mengkhianati siapapun! Tuan kalianlah yang lebih dulu melanggar perjanjian diantara kami!" Wajahnya yang lumayan tampan dengan garis rahang jelas dan batang hidung tinggi memerah saat berteriak.
Pemimpin para lelaki berjubah hitam itu seakan telah terlihat di bagian paling sensitifnya, "omong kosong! Semuanya, serang dia sampai mati! Aku ingin menghadiahi kepalanya untuk tuan besar!"
"Baik!"
Yang lain menyahut serempak.
Remaja itu meludahkan kalimat kasar, berjuang untuk hidupnya secara membabi-buta, mencoba melawan meski sudah dia perkirakan sebagai akhir hidupnya. Bercanda sja, apa bisa seorang remaja seperti dia menang melawan lebih dari lima lelaki ahli beladiri berpedang?
Dia adalah seorang remaja berpengetahuan yang bisa membuat seseorang dengan mudah mencapai tujuan ambisinya, begitu juga bermasa depan cerah, tidak mungkin dia rela dikuburkan di jalanan sempit seperti ini!
Setelah mendapat beberapa luka dan pendarahan yang hebat, dia terlempar sejauh tiga meter, berguling-guling kasar.
"Sialan kau, anjing bayaran! Aku, Park Junho, tidak akan mati di tanganmu!"
Park Junho, remaja itu, berteriak dan berlari secara putus asa.
"Kejar! Bunuh dia!" Pemimpin berjubah hitam itu segera mengeluarkan perintah.
"Baik!"
Sial. Sial.
Park Junho merasa ini adalah malam tersialnya dalam hidup ini.
Terus berlari, sampai melihat gang berbentuk pertigaan beberapa meter di depannya dan dia memutuskan untuk mengecoh para pembunuh sialan tersebut dengan mengubah arah larinya ke gang kiri. Namun siapa sangka, hari sial ini juga membuat rencana mengecohnya gagal.
Karena dia menabrak dua orang yang datang dari gang kiri ditujunya.
.
."Jeoha, sudah hampir tengah malam."
Seorang lelaki tinggi gelap dengan bekas luka dalam di alis berkata dengan suara berat dan dalam, dengan pakaian bangsawan berwarna ungu gelap dan topi hitam polos yang khas, membuat sosoknya seperti menyatu dengan kegelapan malam hari ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
BECOME WIFE OF MALE LEAD (LADY HWAYOUNG)
AléatoireBerpindah tubuh. Bahwa sebuah dunia dalam fiksi online bisa menjadi kenyataan. Dan dia benar-benar masuk kedalam dunia tersebut, menjadi Hong Minhwa. Siapa Hong Minhwa? Apa karakter ini adalah protagonis? Tentu bukan, kehidupan penuh perjuangan tid...