.
.
."Saeja Jeoha, Jung-bin Mama telah melahirkan seorang wangja. Meski lahir cukup bulan, tabib Heo berkata bahwa kondisi wangja muda sangat lemah, jadi dia akan menyuruh dua orang tabib berpengalaman untuk mengawasi halaman Jung-bin Mama."
Kasim Yoon menjabari kabar itu dengan pelan dan sederhana. Mencoba sebisa mungkin tidak menciptakan suasana yang aneh.
Lalu kamar milik putri mahkota itu hening. Hanya ada suara mainan Yi Hwan kecil yang berbenturan di tangan si empunya.
Yi Jeon diam, melirik ringan wajah sang istri yang tengah memangku putra mereka. Mengamati bahwa tidak ada perubahan sekecil apapun di wajah indah itu. Ia berdeham, "Bin-gung, bagaimana menurutmu?" Tanyanya kaku.
Hong Minhwa yang sedang membantu putranya memasangkan mainan patung kayu prajurit dengan kudanya mendongak. Untuk apa Yi Jeon menyebutku? Yang lahiran kan selirnya!
Tapi tidak mungkin ia menyebut masalah ini begitu acuh setelah menatap mata hitam dalam lelaki ini.
"Kenapa Jeoha bertanya padaku? Karena tabib Heo sudah berkata seperti itu, maka itulah yang terbaik. Aku juga sudah mengurus sayang Han untuk menambahkan jumlah pelayan di halaman Jung-bin." Jelasnya sambil membantu Yi Hwan kecil yang kebingungan dengan mainannya, menjawab enteng.
Yi Jeon mengerutkan alis tak suka dengan jawaban acuh tak acuh istrinya. Dia menatap Kasim Yoon, yang berusaha menjelma sejajar dengan sudut ruangan, "atur saja seperti ucapan bin-gung. Tapi ingat, semua harus sesuai aturan istana. Halaman selir tidak boleh memiliki pelayan yang berlebihan."
"Baik, Jeoha." Dan Kasim Yoon segera beringsut mundur keluar kamar.
Sisa lah keluarga kecil di sana, beranggotakan tiga orang, terlihat hangat.
Yi Jeon melihat Yi Hwan yang sudah membuang mainan patung kayunya dan beralih kepada mainan stempel. Stempel itu berupa stempel asli dengan pahatan kepala harimau, dengan baknya, yang terbuat dari kayu mahal.
"Hwan-ah, kemari." Yi Jeon memanggil lembut dan merentangkan kedua tangan.
Mendengar suara sang ayah, Yi Hwan kecil mendongak dari mainannya, dan terkekeh bahagia. "Abamama," mengangkat pantat kecilnya, ia bangkit dari pelukan sang ibu untuk berdiri goyah dengan bantuan tangan ibunya.
Memutari pinggir meja penghalang dua orang tuanya, Yi Hwan berjalan riang hingga sampai di pangkuan sang ayah. Memamerkan sejumlah gigi susu depan, bayi tampan itu terkikik seolah meminta pujian dari ayahnya.
Yi Jeon juga menanggapi dengan senyum yang langka di wajah kakinya, "Yi Hwan kami benar-benar luar biasa." Pujinya dengan tatapan bangga.
Karena kejadian buruk waktu bayi merahnya, sebenarnya Yi Jeon tidak ingin memaksakan banyak hal tentang kewajiban pewaris dari putra sulungnya ini. Khawatir memiliki kesehatan yang buruk, Yi Jeon sudah merencanakan untuk menutupi kelemahan fisik putranya nanti dengan kepintaran Yi Hwan.
Tapi siapa sangka, sejak mendengar kabar bahwa Yi Hwan yang berumur sepuluh bulan sudah bisa berdiri tanpa pegangan, Yi Jeon merasa dewa itu penyayang.
Hong Minhwa mengeluh, "Jeoha, anda jangan memanjakannya. Lihat dia, telapak kakinya belum seberapa besar, tapi setiap hari sudah berjalan kesana-kemari tanpa takut apapun." Namun senyum dan nada suaranya penuh kasih sayang. Belum tahu siapa yang memanjakan anak mereka ini.
"Tidak apa-apa. Aku akan menanggungnya."
Terhenyak
Hong Minhwa menunduk dan mengulum senyum.
Seberapa besar masalah yang bisa disebabkan oleh bayi menyusu?
Meski hanya berupa ucapan semata, ia yakin bahwa suaminya ini tidak membual. Meski putranya sudah tumbuh rambut pun, jika sudah ada sebuah ucapan ini, Yi Jeon pasti akan membereskan masalah buah hati mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
BECOME WIFE OF MALE LEAD (LADY HWAYOUNG)
RomansaBerpindah tubuh. Bahwa sebuah dunia dalam fiksi online bisa menjadi kenyataan. Dan dia benar-benar masuk kedalam dunia tersebut, menjadi Hong Minhwa. Siapa Hong Minhwa? Apa karakter ini adalah protagonis? Tentu bukan, kehidupan penuh perjuangan tid...