36

1.2K 77 12
                                    

  Ditengah jalanan macet ibukota, seorang guru muda berkacamata hitam tengah santai mendengarkan musik jazz di tengah-tengah suara bising klakson mobil dan motor yang kesal karena telah terjebak macet sekitar 10 menit yang lalu. Jendela yang ia turunkan tidak lama ia naikkan kembali karena pemotor di sampingnya menyemburkan asap rokok di udara yang panas seperti ini. Ia juga seorang perokok, namun tidak suka menghirup asap rokok orang lain.

  Setelah bermenit-menit disana akhirnya merchandise merah itu melaju pelan membelah jalanan kota yang berdebu. Karena ponselnya yang terus berdering, ia pun dengan segera menancapkan gasnya menyalip beberapa pemotor yang ingin melaju terlebih dulu hingga membuat banyak pengendara marah. Mobil itu mahal dan jika mereka tidak sengaja menggoresnya bahkan motor mereka saja tidak dapat menggantikan.

  "Ya!"

  Pada akhirnya karena risih ponselnya terus berdering, guru muda itu menyambungkannya ke bluetooth dan terus fokus menyetir. Bibirnya berdecih pelan ketika mendengar suara yang sudah ingin ia lupakan namun nyatanya ia harus mendengarnya kembali. Apa dia juga ikut kembali pulang?

  "Tutup telfonnya, saya akan segera sampai."

  Suaranya pelan dan lembut ketika ia mengatakannya, sangat bertolak belakang dengan kepribadiannya yang terkesan dingin, datar dan irit bicara. Namun tidak ada yang bisa menjelaskan bagaimana sifat ini bisa muncul lagi setelah kejadian menjijikan 2 tahun lalu, yang pasti keduanya akan bertemu lagi ditempat dimana mereka berpisah dulu.

  5 menit kemudian mobil mahal itu sampai di bandara, di tengah hari yang panas dan menyengat seorang pria dengan kacamata hitam dan rambutnya yang terus berkibar tertiup angin mengalihkan atensi beberapa wanita yang lewat, bahkan ada beberapa dari mereka mengambil foto secara ilegal.

  Pria tampan itu tidak peduli, dengan gaya cool-nya ia bersandar di mobilnya dengan matanya melihat ke sekeliling dan tangannya terus mengetik dimana ia sekarang berada. Bibirnya lagi-lagi berdecih saat ia harus mengirim pap, hal yang paling ia benci di dunia per chat-an. Mau tahu alasannya? Karena ia malas dan tidak menyukai memotret disembarang tempat yang akan memenuhi galeri.

  Cekrek

  "Aaa......!"

  Pria itu mengernyit tidak suka dikala wanita-wanita yang secara langsung menatapnya tiba-tiba memekik kencang, apa mereka pikir ia sedang memotretnya? Dasar otak pendek, ia hanya memotret tempat yang ada di depannya.

  "Andreas!"

  Pria tampan bernama lengkap Andreas Vincent itu menolehkan kepalanya ke kanan dan mendapati kedua orang tuanya dengan seorang wanita yang dulu pernah ada di kehidupannya berjalan mendekat.
Ia langsung saja melepaskan kacamatanya dan menaruhnya di saku, menyapa kedua orang tua-nya terlebih dahulu setelahnya wanita itu.

  "Asvin!"

  Andreas mengangguk, walau ia membenci dirinya sendiri karena gagal melupakan ia tidak pernah berencana menumbuhkan rasa benci untuk wanita ini. Cukup 2 tahun bagi dirinya membuat jarak di hati, ia tidak akan mengungkit masalah itu lagi dan membiarkan semuanya berjalan mengikuti alur.

"Kamu kembali," ujar Andreas pelan lalu beralih membuka bagasi mobilnya dan membantu kedua orang tuanya menata koper.

  Wanita yang bersama kedua orang tua Andreas tadi tersenyum kecil melihat penampilan Andreas yang tidak berubah selama 2 tahun. Namun, tentu saja hatinya yang sedih saat hubungan mereka kini telah berubah. Namun, ini yang seharusnya ia tuai atas perilakunya dulu. Sekarang ia menyesal, Ia tidak mendapatkan apa pun. Masih cukup beruntung Andreas tidak membencinya dan masih bersikap seolah mereka tidak terjadi apa-apa, apakah hubungan yang putus itu masih bisa diperbaiki?

  Andreas hendak menutup bagasinya namun ia urungkan mengingat wanita itu masih berdiri di belakangnya dengan koper besarnya melamun. Ia ragu, ingin menawarinya pulang atau tidak. Tapi jika mereka berdua pulang bersama, ia tidak ingin wanita itu menaruh harapan lebih padanya.

  "Andreas, taruh koper Olivia juga. Dia ikut pulang sama kita!" Seru ibu Andreas melihat anak semata wayangnya itu hanya diam sembari melirik Olivia.

  Olivia terkesiap mendengar namanya di sebut, setelah mengusap air matanya yang tiba-tiba turun ia segera mengangkat kopernya dan meletakkannya sendiri di bagasi. Entah karena kopernya berat atau ia sedang tidak fokus, kopernya tiba-tiba oleng dan langsung terjatuh di pelukan Andreas di samping.

  "Apa yang kamu pikirkan?" Tanya Andreas membuat Olivia sadar dari keterkejutannya.

  Deep Voice Andreas masih bisa membuat kedua pipinya serasa terbakar, dengan gerakan lembut ia menyelipkan anak rambutnya ke belakang telinga dan melihat Andreas dengan tatapan polos andalannya "Ada kenangan sedih saat aku melihat bandara ini. Jadi ya airmata ini turun begitu saja, maaf."

  Andreas tidak menyahut, setelah menutup rapat bagasi ia lalu mengajak Olivia untuk masuk ke mobilnya dan beranjak pergi. Dadanya juga ikut sesak ketika Olivia mengatakan itu, seketika bayangan masa lalu yang berusaha ia lupakan perlahan pulih kembali bagaikan potongan puzzle.

  "Aku baru kembali dan kamu sudah menyuruhku pergi?"

  "Ya, sekarang pergi dan jangan kembali!"

  "Cukup Asvin! Kamu sudah menolakku disana, sekarang aku kembali ke negaraku juga kamu larang?"

  " Cih, menurutmu aku begitu bodoh tidak mengerti maksudmu? Kamu kembali hanya untuk merecoki kehidupanku bukan? Jangan gunakan lidahmu yang licin itu untuk menjilatku lagi. Setelah hari itu aku tidak percaya lagi dengan kata-katamu!"

Damn

  Olivia terisak ditempatnya berdiri, mengindahkan orang-orang yang berlalu lalang menatapnya heran. Orang yang di depannya ini memang masih Asvin-nya, tapi mengapa ia jadi orang yang berbeda? Dimana Asvin-nya yang lembut itu? Siapa yang menghilangkannya?

  "Hubungan kita telah usai, aku dan dirimu sudah tidak memiliki hubungan lagi sejak hari itu. Dan juga.... aku tidak pernah melarangmu untuk kembali ke sini, namun jika kedatanganmu hanya untuk merecoki kehidupanku lagi, ku mohon jangan kembali. Aku juga ingin hidup dengan semestinya."

  Andreas berbalik menjadi saat dimana dunia Olivia hancur, harapan ia kembali untuk memperbaiki hubungannya dengan Andreas menjadi mala petaka baginya. Sekarang, bahkan Andreas melarangnya untuk kembali ke sini. Lalu, dimana ia akan pulang? Ayahnya saja tidak mau menerimanya lagi disana, kemana ia akan pergi?

  "Hiks......hiduplah bahagia diatas tangisanku Andreas!"

  

     Di halte bus yang sepi, Sammy berdiri sembari menghisap rokok vape-nya dengan bosan. Bibirnya yang biasa digunakan untuk mengumpat entah mengapa hari ini hanya diam seolah-olah menunggu 1 jam itu bukanlah hal yang ia benci. Hingga saat ini pun belum ada satu kata yang keluar dari celah bibirnya, membuat orang banyak menerka kalau dirinya itu bisu.

Pim

  Sammy tersenyum, menyimpan vape-nya di saku lalu mendekati seorang gadis cantik dan seksi yang baru keluar dari mobil. Di peluknya gadis itu baru ia ikut masuk ke dalam.

  "Raya, lama kita nggak bertemu."

  "Yes, gue sudah rindu lo."

LOTUS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang