38

1K 63 2
                                    

  "Kenapa kamu masih dirumah?"

  Renatta yang baru saja turun dari kamarnya hanya mendengus sebal mendapat pertanyaan random yang sialnya dari mama-nya sendiri. Dengan langkah acuh ia menghempaskan dirinya ke sofa lalu beralih menyalakan televisi. "Keluar salah, dirumah salah. Mau mama Rena harus gimana?"

  "Ya aneh aja jam segini kamu masih dirumah, udah bosen apa main sama anak punk itu?"

Rena melirik dengan malas mama-nya yang sibuk berias di meja makan namun  sesekali melahap kue vanilla di sampingnya. Melihat profil mama-nya dari samping, ia merasa mama-nya sangat berbeda jauh darinya. Renatta tiba-tiba merasa mungkin ia bukan anak kandung mama-nya, karena sudah beberapa kali ia mencoba menemukan persamaan mereka berdua namun selalu tidak ada yang dapat dipersamakan.

  "Ma, kapan sih Rena dapat bertemu papa? Rena pengen banget ketemu sama papa, kenapa Rena nggak bisa bertemu sama papa sampai sekarang?
  
Mama Rena berhenti menyendokkan kue ke mulutnya dan melirik Rena sekilas yang sedang menatap layar televisi dengan pandangan kosong, tanpa Rena tahu genggaman tangan disendok sang mama mulai mengerat saat pandangannya beralih ke foto sang suami yang terpajang di dinding samping. "Apa kamu nggak cukup punya mama? Mama bisa gantiin posisi papa selama ini dan kamu juga biasa-bia....."

  "Mama emang bisa gantiin posisi papa tapi bukan perannya, aish gimana sih. Pokoknya sampai kapan pun mama nggak akan pernah berhasil gantiin papa, Rena ingin sekali bertemu papa ma. Apa mama nggak pernah tahu kalau Rena selalu kesepi....."

    "Apa kamu pikir saat bertemu papamu, kamu nggak akan kesepian lagi? Kamh bisa seneng-seneng kaya anak orang lain gitu yang punya papa? Rena, apa selama ini kamu nggak pernah cukup punya mama?"

  "Rena ingin bertemu papa ma, entah bagaimana akhirnya nanti. Memang kemana perginya papa ma? Kenapa mama nggak pernah cerita tentang kepergian papa? Dan kenapa juga papa harus pergi?"

  Trang....

  "Jangan bahas ini lagi, mama ada panggilan mendadak dari perusahaan."

  Rena mendengus kasar saat mama-nya mulai beranjak pergi dengan tas tangan hitamnya yang bermerek. Mama-nya ini seorang karyawan dari perusahaan yang ayahnya Reihan kelola, semua barang yang ada padanya bermerek kelas atas yang membuat siapa saja tidak menyangka kalau pekerjaannya hanya sebagai karyawan. Ya, Rena pun tidak menyangka pada awalnya. Namun melihat perusahaan besar itu sendiri ia bisa memakluminya kalau gajinya juga pasti besar.

  "Ma, ada yang ingin Rena minta," ucap Rena menahan pergelangan tangan mama-nya saat berjalan melewatinya.

  "Mau apa? Motor atau mobil?"

  "Bukan, Rena mau banyak suami seperti Salsa."

Plakk

●●●

"Bun, ini airnya nggak kebanyakan?"

"Tidak, itu cukup. Sembari menunggu mendidih, jangan lupa cuci sayurannya yang tadi sudah dipotong."

  "Siap bun."

  Salsa itu bisa memasak namun tidak cukup pandai untuk membuat masakan rumahan yang saat ini coba ia buat. Mungkin hanya beberapa masakan simple dan mudah yang bisa cepat ia pelajari, jadi masakan asli rumahan yang ribet seperti ini pertama kalinya ia belajar apalagi dengan ibu mertua.

  "Arvin nggak jahilin kamu kan dirumah? Bunda khawatir Arvin akan jahilin kamu karena biasanya anak itu selalu jahilin bunda dirumah. Ibu jadi nggak enak sama kamu kalau sampe dijahilin sama Arvin, kalau dia jahil pukul saja kepalanya nggakpapa kok, biar bener juga otaknya hahaha....."

  Salsa hanya tersenyum malu bingung mau menjawab apa, kalau dipikir juga Arvin belum sejahil itu dengannya. Mungkin dua tiga kali yang bisa ditolelir, namun Arvin jahilnya tipe mana dulu nih? Apa kaya Radit buluq itu?

  "Arvin kalau jahil itu....."

  "Bunda, Arvin itu nggak jahil."
 
  Keduanya langsung menoleh dan mendapati Arvin yang baru memasuki dapur dengan dua kantong plastik penuh berisi buah-buahan. Namun Salsa tidak fokus pada buah-buahan yang sudah dikeluarkan Arvin untuk bundanya cek, namun yang menjadi fokusnya yaitu cincin pernikahan mereka berada di jari Arvin membuat Salsa bersemu merah tanpa sadar.

  "Salsa! Salsa hey.....kamu ngapain melamun nak? Lihat sayurmu akan rusak jika kamu cuci terus."

  Salsa terhenyak dan seketika bangun dari lamunanya, dengan cepat ia mematikan keran airnya dan menatap mertuanya yang tersenyum lembut padanya. Salsa tersenyum malu dan langsung beralih melihat panci diatas kompornya mengecek apakah airnya sudah mendidih.

"Menantu bunda cukup penurut dan pendiam, betapa beruntungnya dirimu Arvin."

"Penurut dan pendiam? Berarti bunda belum tahu sifat aslinya," ujar Arvin tersenyum misterius membuat Salsa meliriknya tajam, jangan sampai si tupai itu berani membuka topengnya.

Sang bunda mengernyitkan kening lalu menepuk punggung Salsa pelan yang sedang membuka tempat garam yang berada diatas meja makan." Kamu gugup? Jangan gugup sama bunda Tessa sayang, kamu sudah bunda anggap jadi anak bunda. Kamu lebih bunda sayangi daripada anak bunda sendiri."

  "Yaa, apa bunda pernah menganggap Arvin anak bunda sebelumnya? Bunda selalu mengatakan kalau aku anak pungut bukan?"

  "Dasar bocah nakal, keluar sana bantu ayahmu di ruang tamu!"
 
  Arvin terkekeh ketika surainya diacak-acak oleh sang bunda, setelah memberikan kedipan nakal pada Salsa ia pun berlari pergi menemui sang ayah yang sibuk di ruang tamu sendiri.

  "Bun, maaf Salsa bertanya. Kenapa bunda tidak mempekerjakan pembantu dan malah melakukan semuanya sendiri?"

  Sebenarnya ini pertanyaan yang ingin Salsa tanyakan saat ia pertama kali menginjakkan kakinya di rumah Arvin. Seorang pengusaha tambang batu bara hanya memiliki rumah minimalis tanpa pembantu dan seorang supir. Semua dilakukan sendiri, seperti saat ini sang ibu mertua mengabarinya kalau akan ada tamu dari pihak keluarga sang ibu yang akan datang dari desa dan Salsa diminta untuk membantu memasak.

  Bunda Arvin tersenyum, sembari meneruskan pekerjaannya memotong sayuran ia bercerita," rumah besar akan terasa kosong jika yang meninggali hanya kita bertiga, dan juga kita tidak harus memiliki rumah besar untuk terlihat kaya bukan? Dan juga bunda ini sangat tidak menyukai pembantu sedari bunda kecil, kebanyakan pembantu itu tidak jujur dan tulus dalam pengerjaannya, bunda sudah melihatnya sendiri. Oleh karena itu saat bunda menikah bunda bertekad untuk tidak memiliki pembantu, bunda ingin menjadi ibu rumah tangga yang sejati. Yang mengejutkan juga ayah mertuamu juga tidak terlalu menyukai rumah² yang besar, ia dan Arvin jarang dirumah dan rumah besar hanya akan mengundang bahaya. Ya jadi seperti inilah kehidupan sederhana bunda, tapi jika kalian butuh apa-apa jangan sungkan sama bunda. Bilang saja sama bunda dan semua akan beres hehe....."

  "Oh jadi seperti itu, maaf ya bund jika pertanyaan Salsa sedikit sensitif."

  "Tidak apa-apa, oh iya jangan lupa sayurannya dicicipi kurang garam atau apa."
 
  "Siap bunda."

  "Bunda dulu berharap punya anak perempuan yang bisa bunda ajakin memasak di dapur dan bercerita, tapi takdirnya yang keluar malah Arvin dan...."

  "Bunda ngomongin Arvin terus ya?"

  "Kamu kaya jin saja tiba-tiba datang hahaha......"

  "Ayah bunda nakal!"








LOTUS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang