"Pak Andreas!""Ya pak."
"Begini, karena saya ada tugas luar kota mendadak hari minggu. Apa bapak bisa menggantikan saya untuk menjadi pengawas kemah kelas 2 minggu besok?"
"Pengawas kemah?"
"Iya pak, nanti bersama bu Windi sama pak Aris. Bapak hanya bertugas mengawasi mereka, acara disana nanti di handle anggota osis."
Setelah menimang sebentar, akhirnya pak Andreas mengiyakan tawaran pak Rama. Lagipula, minggu besok ia tidak mempunyai jadwal yang begitu penting.
Sepatu hitam mengkilapnya ia ajak berjalan melewati lorong lantai dua, menuju kelas ipa 2. Namun di tikungan ia tiba-tiba saja ditabrak seseorang hingga membuat buku-buku tugas murid ipa 2 jatuh berserakan, dengan tatapan malas ia memandangi salah satu ratu onar di sekolah ini." Kenapa berlarian?"
Rena yang salah tingkah karena tidak sengaja bertabrakan dengan guru tercintanya langsung saja bergegas merapikan buku-buku yang berserakan untuk membuat gurunya terkesan. Namun karena terburu-buru, ia malah membuat salah satu sampul buku itu sobek entah bagaimana bisa.
"Apa yang kamu lakukan? Biar bapak saja."
Rena menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, tetapi karena ia tipe gadis keras kepala. Ia pun memungut cepat buku-buku lainnya dan langsung diserahkan kepada pak Andreas dengan senyum aneh, hembusan nafas berusaha tetap sabar pak Andreas tunjukkan saat melihat tumpukkan buku di tangannya jatuh lagi karena Rena menyerahkan buku dengan kasar.
"Maaf pak, Rena tidak sengaja. Rena siap menerima hukuman dari bapak," ujar Rena saat pak Andreas selesai memungut buku-buku itu dan keduanya tengah berdiri berhadapan. Dengan kedua mata berkedip-kedip dan bibirnya ia cemberutkan, Rena memandangi pak Andreas dengan rasa penuh penyesalan membuat guru muda itu sedikit shock karena dari cerita pak Aris mengatakan kalau Renatta anak kelas 3 itu selalu menghindari dan meninggalkan hukuman. Tapi, sepertinya dia sedang dihinggapi jiwa lain yang sedikit menggelikan.
"Kembali ke kelasmu!"
"Tapi pak, Rena sudah siap menerima hukuman. Beri Rena hukuman," rengek Rena menarik pelan ujung lengan baju yang pak Andreas kenakan.
"Masuk kelas dan jangan membolos sampai akhir sekolah, apa kamu sanggup?"
Sepeninggalan pak Andreas, Rena mengucapkan beribu-ribu sumpah serapah karena tidak dapat menarik perhatiannya. Padahal ia sudah bersusah payah mempraktikkan gaya bicara dan penampilan menjijikan yang para gadis munafik itu tunjukkan untuk menarik perhatian orang-orang. Rena merasa tidak ada yang kurang darinya, tapi kenapa pak Andreas itu tidak pernah meliriknya? Apa pak Andreas sebenarnya memiliki kelainan seksual.
"Apa yang gue pikirin goblok? Dasar otak kebanyakan minum alkohol," ujar Rena seraya memukul-mukul kepalanya lalu berhenti di pukulan ke enam." Tapi kok gue ngerasa pria yang di bar itu pak Andreas ya?"
Kelas Ipa 2 yang awalnya berisik langsung berubah menjadi sunyi ketika langkah kaki yang berat mulai memasuki kelas dan duduk di kursi dengan diam. Tanpa menyapa anak muridnya terlebih dahulu, ia mulai memanggil satu persatu muridnya untuk membagikan buku mereka dan memberi mereka komentar tentang tugas yang mereka kerjakan.
Yang paling frustasi kali ini tentunya Salsa, ia mendapat nilai kurang dari 3 dan membuat rentetan panjang petuah keluar begitu lancarnya dari bibir dingin itu. Dengan bibir yang ditekuk, ia kembali ke bangkunya dan melempar buku itu sedikit kasar ke meja. Melihat sampul buku Salsa yang sobek, Milla lantas berkomentar," lemparan lo kuat juga, sampulnya sampai rusak nih."
"mana ada, dari sono-nya sudah sobek. Pasti pak Andreas yang menyobeknya, dia ada masalah apa sih dengan gue? Heran deh, nilai yang kurang dari 3 pasti bukan gue doang."
Lalu Salsa meraih buku Milla dan terkejut dengan nilai 6 yang begitu besar terpampang begitu jelas dengan tulisan tinta hitam. Sedangkan lihat saja bukunya, nilai 2,6 tercetak begitu besar dengan bolpoin berwarna merah menyala. "Kok lo bisa pintar sih? Gue sama lo sebelas dua belas lho, lo pakai joki an ya?" Tuding Salsa membuat Caca yang mendengar dari depan langsung berbalik," makanya pas kita ajak kerkom sama bulan ikut, 80 persen kita tiru dia hahaha...."
"Sialan, gue...."
"Sal, gue bisa ajarin lo matematika," sahut Langit sedikit keras membuat Naufal yang berada didepan ikut menoleh. "Gue yang akan ajarin, bantuan lo nggak perlu."
Tapi Salsa tidak menerima bantuan dari mereka berdua, ia langsung belajar dari pakarnya sendiri, pak Andreas hehe.
"Saya bisa privat kamu, tapi bayarannya akan lebih mahal."
"Tidak masalah tentang uang pak, asalkan nilai matematika saya bisa lolos."
"Bayarannya 3 kali lipat dengan les luar, untuk pelaksanaanya itu terserah saya dan atas izin orang tua."
"Siap pak, dimengerti," seru Salsa seraya berdiri hormat membuat hati pak Andreas tergelitik sendiri, murid ini lucu tapi sayangnya otaknya hanya setengah.
Bel pulang sekolah berbunyi, semua orang berhamburan pulang tak kecuali Salsa yang sedaritadi ingin segera pulang karena paket di rumahnya akan segera datang dan tidak ada seseorang pun dirumah. Melihat Salsa yang tergesa-gesa, Langit yang ingin berbicara sesuatu pun mengurungkan niatnya. Namun tingkahnya tidak bisa lepas dari Naufal yang sudah mengawasinya sedaritadi.
"Lo mau apa sama Salsa?"
Langit menaikkan satu alisnya memandang Naufal dengan remeh, perhatiannya lalu terfokus pada liontin cincin yang menjuntai keluar dari seragam Naufal, dapat dilihat kalau ukiran cincin itu tercetak jelas nama SALSA membuat kepalan tangan itu semakin mengerat. Tidak peduli apa, kebencian Langit pada Naufal tertanam dengan kuat.
Akan tetapi, agar rencana nanti berjalan dengan lancar dan tidak ada yang curiga, ia hanya menunjukkan bolpoin yang ada disakunya dan tersenyum miring," mau ngembaliin bolpoinnya Salsa, nethink an amat lo."
Naufal mengedikkan bahunya acuh dan akan selalu waspada mencegah Langit mendekati Salsa, bukan karena apa. Saingannya saja sudah 5 ditambah satu lagi pasti sangat merepotkan.
Di lorong sekolah, Naufal hendak menuju parkiran untuk mengambil sepeda motornya sebelum ia berpapasan dengan Reihan di tikungan. Melihat tatapan Reihan yang menajam, Naufal merasa heran karena seharian ini ia tidak menyinggung Reihan secuil pun, ada apa dengan cowok ini?
"Mau ap..."
"Lo tahu Salsa dan Rizky berbicara apa?"
"Pas mereka janjian tadi? Kata Salsa. cuma bicara omong kosong."
"Dan lo percaya?"
Naufal menaikkan satu alisnya, saat istirahat tadi ia diganggu oleh adik kelasnya untuk menanyakan sesuatu tentang ekskul paskibraka. Ia kira itu hanya sebentar, namun sayangnya ia harus menghadap pembina paskibraka dan tidak bisa mengikuti kemana Salsa pergi, namun pernyataan Salsa yang mengatakan kalau mereka berbicara hal tidak penting cukup membuatnya percaya. Karena Naufal pikir Rizky tidak sebahaya itu untuk mencelakai Salsa, lagipula percaya Salsa adalah salah satu bentuk cintanya.
"Lo tahu sesuatu?"
Reihan tidak mengatakan apa pun dan beranjak pergi, namun kediamam Reihan membuat Naufal bertanya-tanya tentang kejadian apa yang telah Salsa alami. Mungkinkah seorang Rizky dapat membuat Reihan semarah ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
LOTUS
Teen Fiction# Judul awal Secret husbands in school Tidak perlu dipercaya,hanya perlu dibaca untuk hiburan semata