"Mbak Lila engga ada di kamarnya, Mas." Bisik pria yang diduga adalah anggota wedding organizer tersebut dengan tatapan tidak enak. Seluruh badan Gani menegang saat itu juga.
"Dia kemana? Di toilet engga ada?" Gani mencoba tetap tenang, engga mungkin Lila hilang kan?
Pria dihadapannya tidak menjawab, karena dia sendiri juga bingung dengan apa yang terjadi. Ia hanya menyampaikan apa yang dibisikkan Santi padanya. Untuk lebih detail sebaiknya Gani bertanya langsung pada Santi.
"Kalian jangan mengerjai saya ya."
Santi berjalan cepat menghampiri Gani. "Saya udah cari di toilet, Mas. tapi Mbak Lila engga ada."
"Kalian jangan bercanda! Jangan menakut-nakuti saya!" Bentak Gani, ia tidak peduli kalau saat ini para tamu sedang berbisik-bisik.
"Saya engga bercanda, Mas. Serius, saya mau menjemput Mbak Lila untuk bersiap-siap, tapi Mbak Lilanya sudah tidak ada."
Tanpa pikir panjang, Gani berlari menuju kamarnya berada. Ia tidak menghiraukan panggilan Orang Tua dan sahabatnya.
Semua orang yang berada di Ballroom tampak bingung dan bertanya-tanya ada apa ini sebenarnya? Apa yang sedang terjadi?
Gani mengedarkan pandangan ke seluruh kamar, memanggil-manggil nama Lila dan mencarinya ke toilet. Tapi nihil, Lila tidak ada.
"Ini engga lucu Lila! Kamu jangan bercanda." Gani berteriak.
Pandangannya beralih pada selembar kertas yang ada di atas tempat tidur. Gani meremas kertas itu ketika selesai membaca isi tulisannya. Bahkan handphone Lila tergeletak begitu saja di atas tempat tidur, Gani tau betul Lila pasti akan membawa handphonenya kemana-mana bahkan ke toilet sekalipun.
"Apa yang terjadi, Gani?" Madja menghampiri anaknya itu. Gani mengusap wajahnya frustasi, ia memberikan kertas yang sudah diremasnya tadi pada Madja. Kini kedua orang tuanya, mertua dan tiga sahabatnya sudah berada didalam kamar.
'Lapor polisi = Lila mati'
Vira langsung histeris ketika selesai membaca pesan ancaman yang ditulis menggunakan lipstick itu.
"Pa, Lila Pa." Vira tak kuasa menahan tangis, Wija memeluk dan mencoba menenangkan sang istri. Giana juga ikut menangis, siapa yang berani-beraninya menculik menantu kesayangannya?
"Kita harus lapor polisi!" Ucap Wija.
Madja menggeleng. "Jangan dulu, kita harus tetap tenang. Percaya samaku, Wija. Lila engga akan kenapa-napa. Itu hanya ancaman belaka saja."
"Madja, Lila itu anakku. Bagaimana jika terjadi sesuatu dengannya?"
"Lila juga menantuku, berarti dia anakku juga. Kita akan lapor polisi tapi engga sekarang. Keadaannya sekarang masih engga memungkinkan dan kita tidak tahu kalau-kalau disini masih ada mata-mata."
Perkataan Madja ada benarnya, Wija mencoba tenang. Sementara Gani sudah kacau sekali.
"Kamu mau kemana?" Tanya Giana begitu Gani ingin bersiap keluar dari kamar itu.
"Gani harus cari Lila, Ma. Siapa tau Lila masih ada di sekitar sini."
Kenza dengan napas tersengal-sengal masuk kedalam kamar. Entah apa yang membuatnya terlihat ngos-ngosan begitu, padahal sebelumnya ia ada didalam kamar, tak ada yang sadar kalau Kenza sudah keluar dari tadi.
"Gue udah cari Lila keliling hotel ini, tapi engga ada." Kenza memberikan sebelah anting-anting yang sempat dipakai Lila kepada Madja. "Kenza jumpa di parkiran basement, Om."
"Kita cari Lila sekarang, Pa. Gani engga mau terjadi apa-apa sama Lila." Kata Gani dengan mata yang sudah memerah dan berkaca-kaca.
"Tentu kita akan cari Lila, Gani. Kamu tenang dulu, jangan tergesa-gesa seperti ini." Madja terlihat tenang sekali, pantas saja ia menjadi pengacara.
KAMU SEDANG MEMBACA
GANINDRA (End)
ChickLitPunya Abang engga selamanya nyebelin gaes. Bagi Kalila Jasmin, ia malah merasa sangat beruntung mempunyai seorang Abang. Karena sang Abang memiliki teman-teman yang tampangnya diatas rata-rata. Lumayanlah bagi Kalila untuk cuci mata. Tapi, ada satu...