29. Berpisah

8.6K 414 11
                                    

"Itu muka apa pakaian yang belum di setrika sih, Gan? Kusut banget tau engga,"

Kata Kenza begitu ia masuk ke ruangan kerja milik Gani yang berada di lantai dua Ngopi Lur. Sementara Gani yang tadinya sedang tidur langsung duduk dengan ogah-ogahan ketika Kenza ikut duduk disampingnya.

"Eh Abang ipar, ngapain?" Tanya Gani dengan mata masih merem melek alias setengah sadar. Sudah beberapa hari ini Gani tidak pernah tidur tepat waktu, begadang terus. Dan sekedar informasi, Gani juga tidak pernah pulang ke rumah, ia tidur di Ngopi Lur.

"Nih, sarapan buat lo." Kenza menunjukkan paper bag yang ada ditangannya.

"Sok romantis banget."

"Dari Ibu mertua lo satu-satunya." Kenza menaruh paper bag itu yang didalamnya berisi beberapa potong sandwich, teh dengan irisan lemon, dan nasi goreng dengan ayam suwir kesukaan Gani. Itu semua Vira yang menyiapkan, katanya sih buat menantu paling ganteng kesayangannya. Kenza sampai cemburu, karena Mamanya lebih perhatian dengan Gani. Selamat! Gani berhasil melengserkan Wija dan Kenza dari kedudukannya.

Bahkan pagi ini pun, Vira memaksa Kenza untuk mengantarkan sarapan yang dibuatnya dengan sepenuh hati untuk Ganindra Aksadaru si menantu kebanggaannya. Padahal Kenza hari ini tidak ke kantor dan ingin tidur-tiduran saja dikamarnya sambil bermain game di ponselnya. Kenza juga sudah menawarkan jasa ojek online untuk mengantarkan sarapan Gani dengan aman dan selamat. Namun, perintah Ibu Ratu tidak bisa ditolak lagi.

"Gue masih ngantuk." Gani memejamkan matanya lagi dengan posisi duduk.

"Lo akhir-akhir ini udah sering begadang, Gan. Jangan ginilah. Kita semua tuh khawatir sama lo. Galau boleh, makan tetep harus." Kenza pun berinisiatif membuka wadah nasi goreng buatan Vira, lalu menyodorkannya pada Gani. "Mau disuapin juga?"

Gani mendengus. "Dih, najis banget." Gani dengan terpaksa menyuapkan nasi goreng tersebut kedalam mulutnya. "Nih, gue makan. Puas lo!"

Kenza tertawa puas. "Ini baru adek gue."

"Lo engga mau ketemu sama Lila?" Tanya Kenza ketika tawanya sudah mereda.

"Engga usah gue jawabpun lo udah tau jawabannya apa. Dia yang engga mau ketemu sama gue, Ken."

"Mungkin dia masih trauma, Gan. Lo yang sabar, ya. Gue kasian liat Lila sebenernya kadang tuh dia keliatan murung banget, sering ngurung dikamar juga. Tapi gue lebih kasian sama manusia lemah tak berdaya yang duduk di samping gue ini."

"Mana belum ngapa-ngapain sama Lila ya kan? Mungkin gue satu-satunya di dunia yang setelah nikah engga ngapa-ngapain ya, Ken?" Gani menghembuskan napas pelan. Sudah hampir lima hari Gani tidak bertemu dengan Lila. Waktu hari pertama Lila dibawa ke rumah sakit dan tersadar dari tidurnya, Lila masih memeluk Gani bahkan sempat memanggil nama Gani dalam tidurnya. Tetapi ketika Lila sadar siapa yang dipeluknya, Lila langsung memalingkan wajahnya dan menyuruh Gani keluar saat itu juga. Lila butuh sendiri waktu itu dan kembali meringkuk sambil sesenggukan diatas tempat tidur. Gani hanya bisa melihat Lila dari celah pintu dan akan masuk ketika Lila tidur.

Namun setelah Lila keluar dari Rumah Sakit, Gani tidak pernah lagi melihat istrinya. Ia hanya bisa bertukar pesan dengan Kenza saja. Karena Lila masih belum mau bertemu dengannya. Untungnya Kenza sering mengirimi foto Lila, sehingga rindunya pada Lila sedikit terobati. Ya, sangat sedikit. Sedikit lebih baik daripada tidak sama sekali bukan?

Bahkan Gani sudah berulang kali mengirimi Lila pesan, namun pesan darinya tidak ada yang dibaca sama sekali padahal Gani bisa melihat kalau Lila sering online di aplikasi berkirim pesan itu. Pesan dengan kalimat berisi rindu pun selalu Gani kirim, atau sekedar basa basi menanyakan kabar sang istri. Tetapi tak ada balasan yang ia terima.

"Apaan? Orang mulut lo aja nyosorin Lila mulu gitu kok."

"Itu mah beda kali, maksud gue yang lain. Semacam proses membuat adonan biar jadi dedek bayi. Udahlah jomblo kayak lo mana paham."

"Sialan!" Cibir Kenza. "Mangkanya lo bujuk adik gue, jangan mageran disini terus. Lo ajak dia ngobrol pelan-pelan. Entar kalau udah luluh hatinya, mau buat adonan kek, jungkir balik lo berdua di tempat tidur juga terserah."

"Gue takut dia makin ngamuk-ngamuk kalau liat gue. Padahal gue juga ga tau salah gue dimana. Lo engga tau kan terakhir kali gue maksain buat nyamperin dia ke rumah lo, kepala gue digetok pakai sendok."

"Ya elah sendok doang, lemah lo."

"Sendok sayur, bego!" Kenza langsung terbahak, ia tau betul alat-alat masak Mamanya di rumah. Terutama sendok sayur yang Gani maksud. Kalau begini sih, Gani  yang bakal trauma ketemu sama Lila sepertinya.

"Lila cuma takut kejadian kaya gitu terulang lagi, dia trauma benget soalnya. Dia tuh takut kalau deket-deket sama lo Hani bakal mencoba mencelakai dia lagi. Padahal gue sih yakin, dia pasti juga kangen banget sama manusia setengah jenglot ini."

"Mana ada jenglot ganteng kaya gue." Kata Gani dengan pedenya. "Tapi kan Hani udah di tahan sih, Ken. Lila bakal aman kok sama gue."

"Udah deh buruan kelarin sarapannya, selesai itu mandi jangan lupa cukuran, muka kok semak banget kaya hutan amazon gitu. Jangan sampe Lila semakin engga mau ketemu sama lo karena liat penampilan lo yang kaya preman pasar gini ya."

"Kamu perhatian banget, sih." Tiba-tiba Gani memeluk Kenza dengan erat.

"Sumpah, gue jijik banget. Lepas engga!" Dengan wajah sok imutnya Gani menggeleng. "Kalo lo engga lepasin, gue males bawa lo ke rumah buat ketemu Lila." Setelah mendengar ancaman dari sang Abang ipar, Gani kemudian melepas pelukannya.

"Lo udah berapa hari engga mandi sih, Gan? Lo tuh bau bangke tau engga?"

"Gue mandi kali."

"Kapan? Kemarin sore?"

"Dua hari yang lalu." Gani langsung lari ketika Kenza sudah mengambil ancang-ancang ingin melemparnya dengan bantal sofa.

Riau, 26 Agustus 2022


Yang penisirin sama Kenza bayangin aja muka Refal Hady wkwkwk.

Oh iya, mampir ke cerita baru aku yuk. Tolong ramein dong, judulnya "JAVAS". Singgah singgah singgah

GANINDRA (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang