28. Trauma

8K 408 6
                                    

Lakban hitam yang melekat dimulut Lila ditarik dengan paksa, sampai bibir Lila terasa pedas. Kaki dan tangannya juga ikut dilepas.

"Nah, ini makan. Sebenernya gue engga sudi kasih lo makan. Biar aja lo mati kelaparan, tapi gue masih pengen nyiksa lo lebih lama."

"Kak Hani, please. Bebasin Lila kak." Lila memohon-mohon sambil menangis dihadapan Hani. "Kenapa Kakak giniin Lila? Lila salah apa sama kakak?"

"Kehadiran lo dari awal itu udah jadi sebuah kesalahan."

"Gue udah suka sama Gani dari dulu, dulu gue berhasil singkirin Karin dan sekarang lo dengan gampangnya berhasil merebut Gani dari gue."

Hani menjambak rambut belakang Lila. "Lo harus matik Lila!"

"Ampun, Kak." Lila menangis tersedu-sedu, pipinya terasa nyeri akibat luka yang terkena air matanya.

"Makan sekarang! Isi perut lo, siapin tenaga buat gue siksa lagi." Hani menggeser piring berisi nasi dan lauk dengan menggunakan kakinya.

setelahnya Hani pergi meninggalkan Lila, sebenarnya badannya sudah tidak sanggup menahan dinginnya suhu ruangan itu. Perutnya juga sedikit lapar, tapi Lila tidak butuh makan, Lila hanya butuh dibebaskan. Berharap Gani datang bak pahlawan menolongnya sekarang, tapi tidak ada tanda-tanda Gani akan menolongnya. Sudah empat belas jam ia terkurung disana. Matanya mengedar ke sekeliling ruangan itu, namun tidak ada celah untuknya bisa kabur. Bahkan gaun pernikahannya yang sempat ia lihat disudut ruangan pun tidak ada lagi, Hani memang benar-benar niat sekali untuk menyiksanya.

Untungnya tidak ada orang selain Hani yang masuk ke ruangan itu, sebab tahu sendiri Lila tidak memakai apa-apa. Bahkan untuk melihat tubuhnya sendiri pun Lila malu.

****

"Rupanya lo mau mati secepatnya?"

Hani menampar pipi Lila. "Kenapa ini engga lo makan?" Hani menyenggol piring yang berada dihadapan Lila dengan kaki. Lila tak peduli, saat ini ia sedang meringkuk kedinginan memeluk kedua lututnya.

"Heh! Engga bisa ngomong lo?"

Lila yang merasa kesal pun meludah kearah Hani, Hani yang tidak terima langsung menodongkan pisau. Pisau itu adalah pisau yang digunakan Hani untuk melukai pipi Lila tadi malam.

"Bangsat lo ya! Berani lo sama gue? Mau gue tambahin cacat lagi di muka mulus lo?"

"Atau disini aja?" Hani menyeringai kearah dada Lila.

"Lo akan tau akibatnya jika lo berani sentuh gue." Ucap Lila yang sebenarnya sudah takut dan gemetaran, bahkan ia tidak menyebut nama Hani dengan sebutan Kakak lagi. Tapi ia tidak mau menahan diri lagi, sudah cukup Hani menyakitinya. Ia yakin Ganinya akan segera datang menolong.

"Engga usah mimpi deh lo. Gani engga akan nemuin keberadaan lo. Lo akan mati membusuk disini tanpa ada seorang pun yang tau."

"Lo pikir dengan menghabisi gue disini lo bisa dapetin Bang Gani?"

Hani semakin tersulut emosi setelah mendengar ucapan Lila. Ia kembali menampar pipi Lila keras sekali hingga mengeluarkan sedikit darah disudut bibir Lila. "Lo engga usah banyak omong!"

"Sekarang siapin aja diri lo, karena sebentar lagi malaikat mau akan menjemput lo." Hani mendorong tubuh Lila hingga Lila tersungkur ke lantai.

"Lo yang harusnya siap-siap. Polisi sebentar lagi akan jemput dan lo akan terkurung dibalik jeruji besi."

Lila langsung terisak begitu melihat seseorang datang, orang yang ia tunggu-tunggu kedatangannya akhirnya muncul juga.

"Gani?!" Hani terkejut melihat Gani yang berjalan menghampiri mereka. Pisau yang ia pegang langsung terjatuh begitu saja.

GANINDRA (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang