16. Ke KUA

8.9K 502 17
                                    

Lila terkagum-kagum dengan apa yang dilihat disekelilingnya. Ia dan Gani sekarang sedang berada di pasar 'Lawas'. Pasar tersebut diisi oleh para penjual yang menjual benda-benda jadul alias antik. Tapi jangan salah, biarpun benda yang dijual sudah jadul, tapi harga yang ditawarkan cukup menguras dompet. Lila sudah sering mendengar pasar Lawas ini, tapi ia baru kali ini datang ke pasar tersebut. Boro-boro ke pasar lawas, nemenin Mamanya ke pasar belanja saja tidak pernah.

Lila berjalan disisi Gani, kebetulan pasar lawas sedang ramai karena bertepatan dengan hari libur. Ketika melewati salah satu toko, langkah Lila terhenti dan mendekat pada satu benda yang menarik perhatiannya.

"Bang Bang Bang..." Lila menepuk-nepuk lengan Gani dan menarik ujung kemeja Gani. Ganipun nurut saja.

"Apaan?"

"Bagus kan?" Lila menunjuk sebuah telepon tua antik.

Gani hanya mengangguk. "Abang mau cari lampu gantung di toko yang ujung sana." Gani agak sedikit berbisik, takut si penjual mendengarnya. Gani merasa tidak enak saja.

"Tapi ini bagus juga, Bang. Entar diletakkan di meja kasir. " Lila tetep ngotot.

"Berapa Pak harganya?" Tanya Gani kepada si penjual.

Lila pun langsung meneguk ludahnya ketika ia mendengar berapa harga telepon antik itu.

"Oohh hmm....kita liat-liat kesana dulu ya pak." Lila menarik lengan Gani keluar dari toko tersebut.

"Bisa ditawar kok, Dek." Kata si penjual ketika Lila dan Gani ingin bergegas dari tokonya.

"Ntar saya balik lagi, Pak. Selow." Ucap Lila yang agak sedikit teriak karena jarak dirinya dan si penjual sudah agak jauh.

"Kirain cuma dua ratus rebu, Bang. Ga taunya seharga motor."

"Kamu pikir paket internet dua ratus ribu?" Gani menyentil pelipis Lila pelan.

"Sakit," Lila memanyunkan bibirnya dan mengusap-usap pelipisnya.

"Kumat lebaynya." Cibir Gani. Lila hanya terkekeh dan sebenarnya ia juga senang Gani yang sekarang sudah bisa merespon tindakan-tindakan dan membalas ucapan konyol Lila bahkan mencibir Lila.

'Sekarang di cibir dulu, besok di ci*m bibir, eh.'

"Ya kan udah jadul sih, Bang. Lagian pasti engga bisa dipake juga. Cuma buat pajangan aja pun sampe jutaan."

"Lila Lila..." Gani cuma bisa geleng-geleng kepala.

'Payah ya ngemeng sama bocil.'

"Eh eh eh, oops, apa ini pegang-pegang?" Lila mengangkat tangannya yang di genggam oleh Gani.

"Biar ga ilang, soalnya kalau hilang bakal susah nyarinya."

"Emangnya Lila anak kecil?"

"Emang."

"Iiissss." Lila menggerutu kesal, padahal didalam hatinya ia sedang kegirangan. "Berarti kalau Lila hilang bakal di carilah ya?"

Gani tidak merespon, ia terus berjalan menuju toko yang menjual lampu-lampu antik sambil terus menggenggam tangan mungil Lila.

'Ya Allah, Lila mimpi apa tadi malem? Ini beneran di genggam Bang Gani kan? Bukan halu kan?'

Merekapun memasuki toko yang dimaksud Gani tadi. Di toko tersebut memang lebih dominan menjual segala jenis lampu antik, tapi ada beberapa benda antik lainnya juga.

"Gani?!"

"Pak Surya," Gani menjabat tangan si pemilik toko.

"Sudah lama loh kamu engga kesini, Gan."

GANINDRA (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang