7 - My Bad

138K 9.6K 79
                                    

Aku tersenyum sambil bertopang dagu, menatap papan tulis di depanku tanpa minat. Memori tentang Kak Satya yang mengantarku pulang kemarin, masih terus berputar seperti sebuah film lama.

Sepanjang perjalanan aku terus memperhatikan wajah tampannya. Entah dia sadar atau tidak, aku memang sudah kehilangan akal sehat.

"Jessy!" Seseorang tiba-tiba meneriakan namaku membuat aku terperanjat.

Aku menoleh kemudian mendengus sebal. "Aku masih punya 2 telinga yang masih normal. Kenapa kamu pake teriak-teriak segala manggil aku?"

"Hei! Aku udah manggil kamu lebih dari 5 kali! Kamu tau walaupun telinga kamu masih berfungsi tapi saraf ota--"

"Oke oke sori, aku ngelamun. Jadi ada apa?" selaku sebelum Lita menjadi guru biologi dadakan di tengah waktu istirahat ini.

Aku melihat Lita duduk kemudian menatapku dengan serius.

"Ada apaan sih Lit?" tanyaku.

"Jes, kamu udah kenalan sama Kak Satya?" tanya balik Lita.

Aku mengerjapkan kedua mataku. Kemudian mengangguk pelan.

"Kapan?" tanya Lita dengan antusias.

"Kemarin," jawabku pelan.

"Menurut kamu Kak Satya itu gimana?" tanya Lita terus-menerus.

"Baik," jawabku dengan ragu.

Aku mulai tahu arah pembicaraan ini. Bagaimana bisa aku sampai lupa kalau Lita menyukai Kak Satya? Sepertinya pesona Kak Satya memang benar-benar sangat kuat.

"Jes, kamu tau 'kan aku suka sama Kak Satya?" tanya Lita setelah terdiam cukup lama.

Deg.

Sekarang gantian aku yang terdiam. Namun tiba-tiba Lita menyentuh punggung tanganku.

"Ah iya aku tau! Masa aku lupa sama gebetan sahabatku ini!" balasku sambil tersenyun lebar.

Lita membalas senyumku, namun ia terdiam lagi. Ada keraguan di matanya sepertinya ia ingin mengatakan sesuatu.

"Ada apa Lit? Kamu mau ngomong sesuatu?"

Lita menegakan punggungnya, kemudian berkata, "menurut kamu aku bisa deket sama Kak Satya engga? Secara kamu tau sendiri 'kan dia ... selalu dikelilingin cewek cantik," cicit Lita.

Aku tersenyum kemudian merangkul bahu Lita. "Aku engga bisa komentar apa-apa Lit, ini masalah keberanian kamu, apakah kamu mau mencoba atau engga. Dan sejauh ini kamu udah mulai berusaha. Oh iya, menurut kaca mata aku nih Kak Satya engga terlalu mentingin penampilan kok, dia engga pilih-pilih teman," jelasku dengan hati-hati agar tidak menyakiti hati Lita.

"Benarkah? Jessy kamu sepertinya udah berteman baik sama Kak Satya, lain kali kamu harus ngenalin aku sama dia! Oke?" Lita menggerling centil.

Aku tersenyum kemudian mengangguk setuju.

"Beruntung banget deh aku punya sahabat kayak kamu," ujar Lita pelan, ia memelukku layaknya seorang sahabat lama.

Aku membalas pelukannya. Entah kenapa dadaku terasa sesak saat ini. Seperti ada yang menyumpal paru-paruku sehingga aku sulit bernapas.

Tiba-tiba Lita meloncat berdiri, membuat aku terkejut karena gerakan tiba-tibanya.

"Oh iya aku lupa Jes, hari ini calon-calon anggota OSIS kumpul. Aku ke ruang OSIS dulu ya. Di sana pasti ada Kak Satya, doain aku ya Jes supaya bisa ngobrol sama dia."

"Good luck kamu pasti bisa." Aku mengepalkan tangan kemudian meninju udara memberikan Lita semangat. Setelah itu Lita berlari keluar kelas dan menutup pintu.

Goodbye PopularityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang