Author POV
Kalau bukan ulangan pelajaran geografi, Jessy engga bakal mau masuk hari ini. Apalagi kenyataan bahwa dia bakal ketemu sama Genta. Jujur aja, Jessy belum siap buat bertatapan secara langsung sama Genta.
Jessy tahu Genta pasti akan mengajaknya bicara. Dan Jessy engga mau sampai pertahanan dia roboh lagi. Engga akan!
"Jes, makannya cepetan, nanti kamu telat lho!" tegur Maya, Mama Jessy.
"Iya, Ma," balas Jessy dengan lesu.
"Eh anak Mama yang cantik ini, kenapa lesu begitu?" tanya Maya.
"Engga apa-apa," jawab Jessy sambil tersenyum tipis.
"Sudahlah Maya, anak kita 'kan udah SMA, pasti lagi dilema milih cowok A atau B. Kayak kamu dulu," sambar pria paruh baya yang sekarang duduk di depan Jessy.
Maya tersenyum lebar lalu menepuk puncuk kepala Jessy.
"Anak kita udah besar," ujar Maya sambil tersenyum lebar, matanya berbinar-binar menatap Damar, suaminya.
Jessy menatap Mama-Papa-nya dengan senyum kecut. Hampir setiap pagi Jessy harus menyaksikan keduanya beradu pandang dengan penuh cinta. Jessy seperti menonton sinetron remaja yang sedang di mabuk asmara.
Jessy segera bangkit dari duduknya. "Aku pergi dulu," pamit Jessy sambil menyalami Mama-Papa-nya kemudian berjalan menuju garasi.
Ketika sampai di garasi, Pak Supri, supir pribadi keluarga Jessy ternyata sedang minum kopi. Namun, ia buru-buru menaruh kopi tersebut ketika melihat kedatangan Jessy.
"Ayo, Pak!" ujar Jessy sambil membuka pintu mobil penumpang bagian belakang.
"Wah tumben Non Jessy berangkatnya kesiangan," sahut Pak Supri sambil menyalakan mesin mobil.
Jessy hanya mengangguk, kemudian memandang lalu lalang orang di trotoar lewat jendela di sampingnya.
*
'RUANG OSIS'
Genta menatap pintu di depannya dengan ragu. Apakah keputusannya tepat? Kalau dia melakukan ini maka bisa dipastikan Satya bakal menang di pemilihan nanti. Tapi, itu lebih baik dari pada Tasya yang menang.
Genta mengangkat tangannya kemudian mengetuk pintu tersebut pelan. Lalu, ia mengayukan handle pintu tersebut. Genta melihat Rinai sedang berdiri memunggunginya sambil menatap ke luar jendela.
"Kak Rinai," panggil Genta dengan pelan.
Rinai menoleh. Kemudian tersenyum.
"Ada apa ke sini? Tumben," balas Rinai, ia mengisyaratkan Genta untuk masuk.
"Engga seneng, gue ke sini?" tanya Genta sambil berjalan menghampiri Rinai.
"Aneh aja. Emang ada masalah apa?" tanya balik Rinai.
"Hm, gini Kak. Gue mau membuat pengakuan."
Rinai menaikan sebelah alisnya. Tanda ia tak mengerti maksud ucapan Genta.
"Tentang Tasya. Sebenernya bener kata Jessy, gue ketua tim suksesnya Tasya emang melakukan kampanye hitam, jadi lo bisa diskualivikasi Tasya sekarang," aku Genta dengan mantap.
Rinai menatap Genta dengan senyum lega. Semua kecemasan yang dari tadi Rinai rasakan luntur sudah bersamaan dengan pengakuan Genta. Sebenarnya sudah sejak jam setengah enam pagi Rinai mendekam di ruang OSIS dengan kecemasan hebat. Pasalnya, harus Rinai akui bahwa kesempatan Tasya untuk menjabat lebih besar dari pada Satya. Dan Rinai sudah tahu sikap Tasya yang semena-mena sejak pertama kali bertemu. Rinai engga rela jabatan di OSIS ini dipimpin oleh orang yang engga tepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Goodbye Popularity
Teen Fiction[ON EDITING] [[Beberapa part masih diprivate ]] Apa sih arti populer itu? Menurut kamus Jessy nih, populer itu artinya dikagumi banyak orang, kalau Jessy tentu aja kecantikannya. Pengertian sempit banget yang menjerumuskan Jessy pada penderitaan. ...