Author POV
Rumah besar tersebut tampak sangat sepi, gelap, dan hampa. Hanya beberapa pelayan berlalu lalang di sekitarnya. Membersihkan debu yang menempel pada setiap benda mewah di dalam rumah. Jam sudah menunjukan pukul 10 malam, pekerjaan para pelayan tersebut akan segera berakhir. Satu per satu pelayan mulai meninggalkan pekerjaannya yang telah usai.
Seorang gadis bejalan ke dalam rumah dengan sempoyongan. Matanya bengkak dan tangannya memegang sebotol minuman keras.
"Halo any body home? Gue pulang nih. Masa engga ada yang bukain gue pintu. Woi! Masih pagi nih! Gue pecat lo semua!" teriaknya ke seluruh penjuru rumah. Matanya hanya setengah terbuka.
Lampu yang di ruang tamu langsung terang benderang. Dan dari balik dinding munculah seorang pria paruh baya dengan tubuh tegap menatap Tasya tajam.
"Abis dari mana kamu? Kemarin kamu engga pulang 'kan?!" hardiknya dengan geram.
Tasya memicingkan matanya. "Siapa lo? Berani ngebentak gue?"
Pria paruh baya tersebut menghampiri Tasya kemudian memegang kedua pundak gadis itu.
"Tasya jangan main-main lagi. Cepat duduk dan-"
"Wah ini Papa ya? Apa kabar bro? Masih inget pulang juga lo?" potong Tasya.
Plak.
Sebuah tamparan keras membuat Tasya terhuyung jatuh. Botol yang ada di pegangannya pecah menghantam lantai.
"Udah engga pulang-pulang berani nampar lagi. Emang lo beneran Papa gue ya?" tanya Tasya sambil terkikik kencang.
"Maaf Nak. Pa ... Papa ..." Pria paruh baya yang ternyata adalah Papa Tasya itu mencoba meraih wajah anak-nya. Namun Tasya segera menepis dengan kasar. Kemudian dengan susah payah bangkit berdiri. Diacungkannya sebilah beling.
"Pergi lo! Papa? Lo sebut diri lo Papa? Hey! Lo kirim dua tikus got itu untuk ngancurin semua rencana gue! Lo ini di pihak siapa sih?!" tanya Tasya dengan suara keras.
"Itu semua demi kebaikan kamu Tasya. Papa engga mau kamu berada di jalan yang salah lagi," jawab Papa Tasya dengan lembut.
"Jalan yang salah? Lo yang menyesatkan gue! Dan sekarang lo mau sok malaikat gitu nasehatin gue?" teriak Tasya kemudian ia menyeringai lebar menatap ayahnya yang tidak bisa membalas ucapannya.
"Maafin Papa Tasya, maafin Papa. Papa emang selalu sibuk sama urusan kerjaan Papa. Papa kira kamu masih Tasya yang dulu, Tasya yang polos dan ceria. Tapi Papa salah karena ngebiarin kamu bertumbuh sendirian. Papa ngaku salah Tasya," ucap Papa Tasya dengan mata berkaca-kaca.
Tasya mendengus. "Terlambat banget ngaku salahnya. Udah dua tahun berlalu kemana aja lo selama ini? Sibuk menghindar dan mengasingkan diri karena sedih ditinggal Mama? Woi! Lo engga mikir gue juga sedih? Lo biarin gue nangis sendirian. Lo tau? Setahun setelah kepergian Mama gue masih nangis tiap malem. Tapi, apa lo ada di samping gue? Lo engga ada! Lo malah sibuk beramal sana-sini supaya Mama tenang di alam sana. Tapi gue di sini, gue yang masih bernapas lo cuekin. Gue jadi merasa sebenernya gue yang udah mati bukan Mama!" Tasya terduduk kemudian menangis dengan keras.
Papa Tasya hanya terpaku menatap anaknya yang sedang mencurahkan segala isi hatinya yang sudah ia pendam selama dua tahun terakhir ini.
"Lo tahu selama setahun terakhir gue udah bisa tertawa lagi, lo tau itu karena siapa? Karena gue menjadi ratu di antara temen-temen gue. Mereka memberikan gue perhatian khusus, yang engga gue dapet dari lo! Tapi sekarang semuanya hancur, padahal sebentar lagi gue bakal punya banyak perhatian lagi dari semua orang. Ini semua gara-gara lo dan dua tikus got yang lo kirim!" teriak Tasya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Goodbye Popularity
Teen Fiction[ON EDITING] [[Beberapa part masih diprivate ]] Apa sih arti populer itu? Menurut kamus Jessy nih, populer itu artinya dikagumi banyak orang, kalau Jessy tentu aja kecantikannya. Pengertian sempit banget yang menjerumuskan Jessy pada penderitaan. ...