4 - New Friend

146K 10.5K 131
                                    

Aku berjalan di sepanjang koridor sekolah dengan menundukan wajah.

Bodoh! Jessy Vita memang bodoh.

Baru tadi malam aku mengikrarkan janjiku, dan sekarang aku sudah membuat masalah baru. Dengan Tasya Rahyana pula yang notabenenya adalah kakak dari mantanku.

Sebenarnya aku tahu Martin punya kakak perempuan, tapi aku tidak pernah bertemu secara langsung. Dan sekarang aku tahu kebrengs*kan Martin pasti menular dari kakaknya.

Astaga Tasya Rahyana menghancurkan semua janjiku. Tapi tenang aku akan memperbaikinya. Sekarang aku akan menerima semua perlakuan Tasya jika dia memang akan membalas dendam.

Aku yakin dia akan menggangguku sampai batas waktu yang akupun sendiri tidak tahu. Ini kuanggap sebagai hukuman untuk diriku sendiri karena telah melanggar janjiku.

Ya, aku memang bodoh.

Sekarang aku sudah berdiri di depan kelasku, ada papan nama besar bertuliskan XB di atas pintu kelas.

"Heh lo mau masuk engga sih?!" tegur seseorang di belakangku dengan suara berat.

Aku menoleh. Seorang cowok dengan kulit putih bersih dengan mata setajam elang sedang menatapku kesal. Aku menunduk menghindari tatapannya.

Bukan, bukan berarti aku takut padanya. Tapi aku tidak ingin mengulang kesalahanku untuk kedua kalinya dan saat ini aku memilih untuk diam.

Namun, ternyata pilihan diam juga tidak selamanya emas.

"Ditanya malah diem, bisu ya?! Udeh deh minggir! Minggir!"

Cowok senga itu mendorong tubuhku ke samping. Rupanya aku menghalangi pintu.

Ya ampun tinggal bilang permisi aja kok kayaknya susah banget. Pake dorong-dorong lagi, aku 'kan engga tau kalau ternyata dia mau masuk.

Setelah menyumpah-nyumpahi cowok itu dalam hati aku masuk ke kelas kemudian berdiri di depan kelas dan memandang ke sekitar. Dan mataku langsung berbinar senang begitu melihat meja di dekat jendela.

Namun ternyata bangku satunya sudah terisi, oleh seseorang yang membuatku kesal di depan kelas barusan. Tapi aku sangat menginginkan meja itu. Baiklah, aku akan menghampiri meja itu, aku tidak peduli harus semeja dengannya. Karena duduk di dekat jendela adalah hobiku dari dulu. Biarkan satu identitas ini tetap melekat sampai sekarang.

"Heh! Ngapain lo ke sini?" tanya cowok senga itu saat aku meletakan tasku di samping bangkunya.

"Duduk."

"Apa? Engga, engga boleh gue ogah duduk sama cewek jelek."

Sialan.

"Gue engga peduli. Gue mau duduk di sini karena deket jendela."

Bukan karena lo. Aku menambahkannya dalam hati.

"Gue ini penguasa di sekolah ini, jadi jaga ucapan lo!"

Aku hampir tertawa mendengar kalimat itu keluar dari mulut seorang anak baru.

"Kalau lo tetap duduk di sini, gue pastiin hidup lo engga bakal tenang!"

Deg.

Kalimatnya barusan berhasil membuatku ciut. Aku menatap manik cokelatnya, tatapannya sangat yakin seolah ini bukan cuman gertakan biasa.

Cukup, aku mengalah.

Aku mengambil tasku kemudian meninggalkan meja cowok senga itu. Memilih duduk di depan meja guru, di samping cewek berambut sebahu dengan kacamata berbentuk kotak yang menghiasi wajahnya.

Aku tidak menyembunyikan raut kekesalanku lagi. Sumpah demi apa pun, cowok itu nyebelin tapi juga nakutin.

"Keputusan yang tepat."

Aku menoleh ke asal suara. Dan mendapatkan senyum manis di wajah gadis di sebelahku ini.

"Maksudmu?" tanyaku tidak mengerti.

"Kalau kamu tetap mempertahan duduk di samping Genta, mungkin kamu akan mendapat masalah yang besar nantinya. Jadi kubilang keputusanmu amat tepat," jawab si cewek sambil membetulkan letak kaca matanya yang melorot turun.

Jadi namanya Genta. Ck! Namanya sama sekali engga keren! Dan wajahnya, walaupun ganteng tapi aku bersumpah dia akan menjadi cowok ganteng pertama yang aku benci.

"Dulu aku satu SMP dengannya. Ayahnya selalu menjadi penyumbang dana terbesar di sekolah. Jadi dari dulu pula ia selalu mendapat perlakuan istimewa dari guru-guru."

Hanya itu? Jadi kalau orangtua kita menyumbang dana yang besar untuk sekolah, kita bisa menjadi penguasa? Ternyata uang memang bisa berbuat apapun termasuk membeli kehormatan. Tapi pasti Papa engga akan setuju membuang uangnya untuk hal-hal remeh ini.

Aku juga bisa menebak dari cerita gadis ini barusan, Genta si cowok senga itu anak manja. Terbukti dari orangtuanya yang mengeluarkan uang untuk kemauan si Genta! Aku menyesal sudah masuk sekolah ini.

Baiklah lupakan cowok senga itu, di sampingku ada seorang gadis yang terlihat baik. Kenapa aku tidak mulai mencari teman?

"Hey namaku Jessy," ujarku sambil mengulurkan tangan kepadanya.

Gadis itu menyambut uluran tanganku sambil tersenyum ramah.

"Thalita Venez, tapi kamu boleh manggil aku Lita."

Setelah itu kami mulai berbincang mengenai banyak hal, misalnya tentang siapa yang lebih tampan, Justin Bieber atau Greyson Chance. Sampai mendebatkan siapa yang lebih dulu tercipta ayam atau telur.

Dulu saat aku masih SMP, teman-temanku selalu berbicara tentang fashion artis-artis hollywood. Namun sekarang semua itu sudah aku tanggalkan.

Walaupun masih sedikit aneh berbincang di luar fashion, tapi ini cukup menyenangkan.

Ternyata tidak seburuk itu mengubah penampilanku, dan meninggalkan popularitas.

*

[EDITED]

Lope lope,

oryzena

Goodbye PopularityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang