37 - The Games

102K 7.2K 278
                                    

Author POV

Rumah besar itu tampak lenggang, beberapa pelayan berpakaian putih-hitam berlalu-lalang di sekitar rumah. Ada yang sedang membersihkan debu di pernak-pernik mahal di dalam rumah dengan kemoceng dan ada yang sedang menyapu lantai yang terlihat masih sangat bening. Seorang cowok berpakaian putih-abu melewati seorang pelayan yang sedang membersihkan guci besar di dekat pintu.

"Malam, Tuan Muda," sapa si pelayan sambil membungkuk-an badan.

Cowok tersebut hanya tersenyum tipis dan terus melangkah menuju ruang tengah. Ketika langkahnya sudah menginjakan kaki di ruang tengah, bibirnya menyeringai kecil melihat seorang cowok lainnya yang sedang duduk di sofa dengan tangan terlipat di depan dada.

"Udah pulang rupanya," sapa Genta sambil bangkit dari duduknya.

"Niatnya mau lamaan di rumah Jessy tapi udah malem, ya pulang deh," balas Satya.

"Seneng 'kan lo pastinya sekarang," tutur Genta sambil tersenyum tipis.

"Belum begitu." Satya mengangkat bahunya.

"Kenapa?"

"Harus ya gue kasih tau elo, hm?" balas Satya dengan level nyolot yang sangat tinggi.

Genta menggeram kesal. Ia mengepalkan tangannya di samping tubuh. Namun dari tadi sore, ia sudah memantapkan hatinya untuk berbicara dengan Satya. Dan sekarang, ia engga boleh terpancing emosi.

"Kenapa harus Jessy, bukannya lo cinta mati sama Tasya?" tanya Genta.

"Tasya udah berubah, dia seperti cewek yang engga gue kenal. Dan gue engga bakal milih cewek jahat kalau masih ada stok cewek baik di dunia ini, right?"

"Tapi kenapa harus Jessy?!" hardik Genta dengan keras.

"Pertanyaan bego dari orang bego. Ya karena gue sayang sama dia lah!" papar Satya dengan tenang.

"Lo engga pantes buat dia! Lo itu sama-sama busuknya kayak Tasya. Bedanya, lo terlalu pengecut buat nunjukin sisi kebusukan lo ke orang-orang!"

Satya menyeringai lebar. "Dan adik gue terlalu bodoh untuk masuk dalam permainan gue."

Genta maju selangkah, ia melayangkan tangannya di udara. Namun sebelum pukulannya mengenai bagian tubuh Satya yang ia tuju, Satya sudah lebih gesit meninju perut Genta sampai cowok itu terhuyung ke belakang.

"Lo terlalu lemah buat ngelawan gue Ta! Jadi jangan mimpi buat menang!" ungkap Satya dengan seringaian penuh kemenangan.

"Gue engga bakal pernah mimpi, karena gue bakal ngewujudin itu! Udah cukup gue ngeliat lo di balik topeng munafik lo itu! Udah cukup!" teriak Genta sambil menerjang Satya dengan penuh amarah.

Genta berhasil meninju rahang Satya hinga membuat Satya terhuyung ke belakang. Namun Satya tidak tinggal diam menerima pukulan Genta, ia kembali meninju pelipis Genta.

"Bahkan duel fisik sama gue aja, udah KO!" ledek Satya sambil menatap Genta yang sedang tersungkur di lantai dengan darah mengucur dari pelipisnya.

Genta menyentuh pelipisnya.

"Ini emang nyeri. Tapi akan lebih nyeri lagi kalau gue liat lo sama Jessy," sembur Genta kemudian bangkit berdiri dengan susah payah.

"Oh gitu, tapi gue engga peduli, sori," tampik Satya dengan gaya pongah.

"Gue tahu lo engga bakal pernah peduli. Tapi buat kali ini aja, lo ngalah, engga bisa?" berang Genta dengan tangan terkepal.

Satya mengangkat sebelah alisnya. "Engga salah lo bilang gitu? Harusnya gue yang bilang kayak gitu! Lo udah ngerebut semua yang gue punya! Dan sekarang lo masih minta lagi buat gue ngalah?!" bentak Satya dengan amarah memuncak.

Goodbye PopularityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang