6 - Kenalan Resmi

137K 10.2K 269
                                    

"Lepasin!" teriakku pada kedua teman Tasya yang sedang mencekal tanganku.

Bel pulang belum juga berbunyi, tapi percuma karena Tasya and the genk sudah menarikku dan menghempaskan tubuhku ke sudut toilet.

Aku meringis merasakan punggungku menubruk tembok. Kurasa cewek-cewek sialan ini udah terlatih menyeret orang. Buktinya tidak sampai 10 menit aku sudah berada di toilet.

"Gila! Bedak gue luntur nih gara-gara keringetan nyeret nih cewek!" ujar cewek yang menarik tangan kiriku barusan.

Aku menatap wajahnya kesal, lagian mau aja diperbudak Tasya!

"Liat guys cewek culun ini masih aja mau ngelawan! Bikin tangan gue gatel buat ngerusak wajah songongnya!" Sekarang giliran Tasya yang bersuara. Ia menatapku dengan senyum yang sangat lebar, sudut-sudut bibirnya hampir menyentuh mata. Menyeramkan!

"Udah Sya abisin aja!" seru seorang teman Tasya.

"Iya, iya!" Yang lainnya menyahut.

Aku mencoba berdiri namun salah satu teman Tasya menyadarinya. Ia menendang kakiku membuat aku terduduk kembali. Sial, sekarang kakiku juga sangat nyeri.

"Sya lebih baik kita iket nih si culun supaya dia engga gerak-gerak!" sahut teman Tasya yang tadi menendang kakiku.

Tasya mengangguk setuju kemudian salah satu teman Tasya yang lain menghampiriku dan mengikatkan tali rapia itu ke tangan serta kakiku.

Ck! Gimana caranya buat aku kabur kalau tangan dan kakiku terikat gini?

"Gue engga mau lama-lama lagi di sini, Vi keluarin alat-alatnya!" titah Tasya kepada cewek di sampingnya.

Aku melongo melihat ia mengeluarkan cat, kuas, pilok dari dalam tasnya. Aku mengernyitkan dahi. Apa dia selalu nyediain itu di tasnya? Wah, apa jangan-jangan yang suka nyoret-nyoret tembok sekolah pake pilok itu Tasya and the genk?

Oke, lupakan semua alat 'sialan' itu berasal dari mana. Sekarang aku hanya bisa berharap semoga hukuman ini cepat selesai.

Aku merasakan bau menyengat pilox di wajahku. Aku menutup kedua mataku. Tasya dan teman-temannya tertawa terbahak-bahak. Sepertinya kemeja putihku juga menjadi sasaran mereka.

Ketika aku membuka mata, pandanganku terhalang oleh kaca mataku yang sudah tertutupi cairan merah. Aku berusaha melepaskan kaca mataku dengan menggelengkan kepala. Berhasil.

Dan, sekarang senyum penuh kemenangan Tasya lah yang kulihat untuk pertama kalinya. And I hate this moment.

"Udah tahukan sekarang gue siapa? Hah?" tanya Tasya dengan nada congkaknya yang kental.

Aku menatap wajah sialan Tasya, dasar jelmaan iblis!

"Jangan berani natap gue begitu ya! Atau belum kerasa ya pelajaran gue?!" hardik Tasya.

Aku masih terus menatapnya, sampai sebuah tangan menampar pipiku.

"Thanks Ra, lo tau aja gue emang mau nampar si culun ini!" ujar Tasya dan dibalas anggukan cewek yang sudah menamparku tadi.

"Guys kayaknya curut ini perlu pelajaran ekstra deh. Pilok masih ada?" tanya Tasya kepada teman-temannya sambil bertolak pinggang.

"Masih, masih banyak kok, Sya." Salah satu temannya memberikan satu kaleng pilok ke tangan Tasya.

"Well, well, gue dengan terpaksa memberikan pelajaran ekstra buat lo ya cu--"

BRAK.

"Sya... ada Genta!" Salah satu teman Tasya yang berjaga di luar, membuka pintu dengan terburu-buru.

"Sepertinya pelajaran ekstranya kita tunda dulu ya, Rut. Ada urusan yang lebih penting! Yuk guys, cabut."

Goodbye PopularityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang